Riwayat Pesantren Bustanul Makmur Banyuwangi

 
Riwayat Pesantren Bustanul Makmur Banyuwangi

Di wilayah Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi banyak berdiri pesantren. Salah satu pesantren yang cukup legendaris adalah Pesantren Bustanul Makmur di Desa Genteng Wetan. Pesantren ini didirikan pada 1 September 1947. Pendirinya adalah KH. Djunaidi Asmuni dari Desa Nampereh, Kecamatan Galis, Kabupaten Sumenep, Madura.

Semasa mudanya, Kiai Djunaidi merupakan seorang santri kelana. Setelah menamatkan pendidikannya pada orang tuanya, Kiai Asmuni, ia berkeliling ke beberapa pesantren di Jawa. Di antara pesantren yang disinggahinya adalah Pesantren Buduran di Sidoarjo, Pesantren Tebuireng di Jombang dan Pesantren Sidogiri di Pasuruan.

Ada kisah heroik yang melatarbelakangi Kiai Djunaidi hingga sampai di Banyuwangi. Ia sebenarnya adalah pengasuh pesantren peninggalan ayahandanya di kampung halaman. Akan tetapi, ketika Belanda datang bersama NICA untuk merebut kembali kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, ia ikut terlibat dalam revolusi fisik. Ia menjadi pemimpin barisan Hizbullah di daerahnya. Jarak Pamekasan yang cukup menyebrang ke Surabaya yang kala itu menjadi melting point pertempuran, menjadikan perannya cukup signifikan. Tak ayal hal ini membuat Belanda menjadikannya buronan.

Ketika Belanda mengetahui bahwa Kiai Djunaidi menjadikan pesantrennya sebagai basis perjuangan, mereka pun membumihanguskan lembaga pendidikan peninggalan ayahnya tersebut. Sementara itu, Kiai Djunaidi bersama keluarga menyelamatkan diri dari kepungan pasukan penjajah tersebut. Ia melarikan diri ke Jawa dan ditampung di Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo yang didirikan oleh kerabatnya, KHR. Syamsul Arifin. Setelah tinggal beberapa waktu di sana, ia mendapatkan isyarah lewat mimpi berupa seberkas cahaya dari arah tenggara. Isyarah tersebut ia artikan untuk melanjutkan pengembaraannya ke arah cahaya tersebut berasal.

Bersama dengan keluarganya ia akhirnya tiba di Desa Genteng Wetan. Kala itu, daerah tersebut menjadi sarang penyamun. Daerahnya yang masih angker menjadi tempat yang tepat bagi para berandal itu bersembunyi.

Di tempat barunya tersebut, Kiai Djunaidi mulai menghidupi api dakwah. Melalui surau kecil yang juga jadi tempat tinggalnya, akhirnya bisa bertransformasi menjadi masjid dan bilik-bilik para santri. Proses pendirian masjid dan bilik itulah yang menjadi acuan pendirian pesantren itu. Saat itu, ia dibantu oleh beberapa kiai. Antara lain KH. Kafrawi, KH. Zaini dan KH. Sayyidah Ahmad.

Seiring waktu, Kiai Djunaidi berhasil meletakkan pondasi pendidikan pesantren yang cukup mapan. Hingga Allah SWT memanggilnya pada 1977, pesantren tersebut tidak hanya berupa pendidikan salaf, tapi telah menerapkan pendidikan formal.

Perkembangann Pesantren Bustanul Makmur mengalami masa keemasan pada era kepemimpinan KH. Zarkasy Djunaidi. Putra pertama Kiai Djunaidi ini, tidak hanya menjadikan pesantren sebagai pusat pendidikan. Namun, juga menjadikan sebagai pusat pergerakan keumatan. Posisinya sebagai rais syuriyah PCNU Banyuwangi, menjadikan Kiai Zarkasy sebagai patron masyarakat Banyuwangi dalam berbagai persoalan. Tak ketinggalan persoalan politik. Banyak peristiwa politik di tingkat lokal maupun nasional yang melibatkan Kiai Zarkasy sebagai salah satu tokoh kunci.

Sepeninggal Kiai Zarkasy pada 2001, Pesantren Kebunrejo tidak lagi diasuh oleh satu orang. Namun, dipimpin dalam konsersium yang disebut dewan pengasuh. Ia adalah Drs. KH. Saifuddin Zuhri, KH. Muwafiq Amir, BA dan KH. Lukmanul Hakim. Ketiganya merupakan adik-adik dan putra dari Kiai Zarkasy. Di bawah triumvat itulah, Pesantren Kebunrejo terus eksis hingga kini dan terus mengembangkan diri menjadi salah satu pusat pendidikan yang representatif di bumi Blambangan. Setidaknya ada sebelas lembaga pendidikan formal maupun non-formal yang berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Pesantren (YAPIP) Bustanul Makmur. Salah satu lembaga yang cukup berkembang pesat adalah Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy yang menjadi perguruan tinggi agama Islam terbesar di Banyuwangi. (*)

*) Artikel ini merupakan konten dari Komunitas Pegon, yakni komunitas yang bergerak dalam meneliti, mendokumentasi dan mempublikasikan khazanah sejarah pesantren dan Nahdlatul Ulama berbasis di Banyuwangi