Biografi Teungku Ali Hasjmy, Pendiri Kopelma Darussalam Aceh

 
Biografi Teungku Ali Hasjmy, Pendiri Kopelma Darussalam Aceh

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2,1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Aktif di Organisasi
3.2  Menjadi Gubernur

4.    Karir-Karir
5.    Karya-Karya
6.    Penghargaan
7.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Muhammad Ali bin Hasyim bin Abbas, yang akrab dipanggil Ali Hasjmy, dilahirkan pada tanggal 28 Maret 1914, di Desa Lampase, Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar. Beliau adalah anak sulung dari pasangan Teungku Hasyim dan Nyak Buleuen. Dalam keluarga besar, Ali memiliki tujuh saudara beda ibu yang bernama: Ainal Mardhiah, Rohana Syahbudin, Asnawi, Fachri, Nurwani, dan Fachmy, hasil pernikahan Teungku Hasyim dengan Syarifah.

1.2 Keluarga
Pada usia 27 tahun, Ali Hasjmy menikahi Zuriah, seorang gadis dari desa yang sama, dengan perbedaan usia 12 tahun. Hubungan keluarga mereka cukup dekat, dengan nenek Zuriah dan ibu Ali Hasjmy adalah saudara sepupu. Dari pernikahan beliau dikaruniai tujuh anak, yakni:

  1. A.H. Gunawan,
  2. A.H, Mahdie,
  3. A.H. Surya,
  4. A.H. Dharma,
  5. A.H. Mulya,
  6. A.H. Dahlia,
  7. A.H. Kamal.

Ali Hasjmy sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya, yang membuat mereka semua meraih gelar sarjana. Anak-anaknya menggambarkan Ali Hasjmy sebagai sosok ayah yang sabar, bertanggung jawab, dan penuh toleransi.

1.3 Wafat
Ali Hasjmy meninggal pada tanggal 18 Januari 1998,  ​di usia 83 tahun, menyebabkan kehilangan besar bagi masyarakat Aceh.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
Kepergian sang ibu saat Ali baru berusia empat tahun menjadikannya seorang yatim. Dengan ayahnya sibuk sebagai pedagang kain dan penjual ternak yang sering bepergian ke Medan, Ali lebih dekat dengan neneknya, Nyak Putin, untuk mendapatkan asuhan. Neneknya adalah sosok yang terampil dalam membaca huruf Arab dan mempunyai pengetahuan agama yang kuat. Beliaulah yang mengajari Ali membaca dan menulis huruf Arab serta memperkenalkan padanya dasar-dasar agama Islam.

Selain itu, neneknya sering mengisahkan perjuangan heroik kakek Ali dalam melawan Belanda, serta cerita-cerita epik seperti Hikayat Perang Sabi. Cerita-cerita ini tidak hanya memperkaya pengetahuan Ali tentang sejarah dan keberanian leluhurnya, tetapi juga menanamkan semangat patriotisme dan cinta akan tanah air dalam dirinya. Dari asuhan neneknya, Ali tidak hanya belajar membaca dan menulis, tetapi juga menemukan minat yang mendalam dalam membaca karya-karya sastra dan sejarah.

2.1 Pendidikan
Ali Hasjmy, seorang yang bermula dari masa kecil yang sederhana, telah menorehkan jejak yang mengagumkan dalam dunia pendidikan. Awal pendidikannya dimulai dari sekolah Belanda, namun peluang pendidikan lebih lanjut muncul ketika dayah-dayah dihidupkan kembali oleh ulama Aceh, termasuk Dayah Montasik. Melalui dayah, Ali Hasjmy mendapat kesempatan untuk belajar ilmu agama yang lebih mendalam.

Obsesinya untuk mengejar ilmu di luar Aceh menjadi kenyataan ketika dipilih oleh Teungku Syekh Ibrahim Lam 'Nga untuk melanjutkan studi di Padang Panjang, Sumatra Barat. Di sana, beliau bergabung dengan Thawalib School dan menjadi bagian dari perjuangan politik dan kemerdekaan melalui berbagai organisasi kepemudaan. Selama di Thawalib, beliau bertemu dengan KH. Imam Zarkasy, pendiri Pondok Pesantren Gontor, yang menjadi teman sekaligus rekan organisasinya.

Ali Hasjmy tidak pernah berhenti belajar, meskipun telah menjadi guru dan bekerja di instansi pemerintah. beliau belajar secara otodidak untuk memperdalam pengetahuannya, bahkan mengikuti kursus jurnalistik saat menjabat sebagai wakil Kepala Jawatan Sosial di Medan. Tidak puas dengan itu, beliau bahkan melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara pada tahun 1951 hingga 1953.

Kesungguhan dan minatnya dalam bidang pendidikan terbukti dalam peranannya sebagai Dewan Kurator Universitas Syiah Kuala. Bahkan setelah pensiun dari Departemen Dalam Negeri, Ali Hasjmy kembali mengabdi pada dunia pendidikan dengan menjadi tenaga pengajar di Universitas Syiah Kuala dan IAIN Ar-Raniry. Dedikasinya terhadap pendidikan telah diakui oleh guru-gurunya, termasuk Mahmud Yunus, yang sangat bangga dengan prestasi dua mantan muridnya, Imam Zarkasy di Gontor dan Ali Hasjmy di Banda Aceh.

2.2 Guru-Guru
1. Nyak Putin
2. Teungku Mahmud Yunus

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Aktif di Organisasi
Ali Hasjmy terlibat dalam berbagai aktivitas organisasi dan politik sejak usia muda. beliau menjadi Sekretaris di HPII ( Himpunan Pemuda Islam Indonesia) Cabang Padang Panjang dan anggota partai politik PERMI (Persatuan Muslim Indonesia) Cabang Padang Panjang pada tahun 1932-1935. Keterlibatannya dalam diskusi-diskusi tentang Kemerdekaan Indonesia menyebabkan penangkapannya oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1935.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Thawalib Padang Panjang, Ali Hasjmy kembali ke Seulimum dan menjadi guru di perguruan Islam setempat. beliau juga menjadi Bendahara Umum SPIA (Serikat Pemuda Islam Aceh) dan kemudian terlibat dalam PERAMIINDO (Pergerakan Angkatan Muda Islam Indonesia). Setelah pindah ke Padang untuk melanjutkan studi, Ali Hasjmy memilih jurusan sastra dan kebudayaan Islam di Perguruan Tinggi Islam.

Selama di Padang, Ali Hasjmy tetap aktif dalam organisasi seperti HPII dan mendirikan IPPA (Ikatan Pelajar Pemuda Aceh). Beliau juga mengeksplorasi dunia tulis-menulis dengan menerbitkan karya-karya seperti artikel, roman, dan sajak. Karya tulisnya yang pertama, "Kisah Seorang Pengembala," diterbitkan oleh Pustaka Islam di Medan pada tahun 1938.

Ali Hasjmy bersama rekan-rekannya membentuk Studi Klub Islam pada tahun 1967 dengan tujuan melakukan pengkajian ilmiah melalui diskusi. Selain itu, mereka juga memulai penerbitan majalah "Sinar Darussalam," yang edisi perdana terbit pada bulan Maret 1968.

3.2 Menjadi Gubernur
Ali Hasjmy menjadi Gubernur pertama Provinsi D.I. Aceh dan merintis Konsepsi Pendidikan Darussalam untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mempersiapkan generasi penerus. Dukungan luas dari masyarakat dan pemerintah mendukung pembangunan Kopelma Darussalam yang dirintis sejak 1958 oleh Ali Hasjmy.

Ali Hasjmy bukan hanya sebagai pembuat ide, tetapi juga sebagai pelaksana pendidikan, yang terus mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Di Universitas Syiah Kuala, Ali Hasjmy tidak hanya sebagai pendiri tetapi juga sebagai dosen dan Ketua Dewan Penyantun, menjadikan hubungannya dengan universitas itu tidak terpisahkan.

4. Karir-karir
Ali Hasjmy memiliki peran yang signifikan dalam dunia pendidikan dan organisasi di Aceh. Beliau menjabat sebagai Rektor pertama IAIN Ar-Raniry dari tahun 1977 hingga 1982, serta sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Publisistik. Pada tahun 1976, Ali Hasjmy diangkat sebagai Guru Besar (Profesor) dalam ilmu dakwah. Salah satu kontribusi terbesarnya adalah pendirian Kopelma Darussalam, yang mencakup pembangunan IAIN Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala. Kopelma Darussalam juga membantu penyelesaian konflik DI/TII Aceh.

Ali Hasjmy dikenal sebagai pujangga, ahli agama, politikus, dan tokoh pendidikan. Meskipun memiliki berbagai posisi yang prestisius, beliau lebih memilih untuk dikenang sebagai tenaga pendidik. Selain itu, Ali Hasjmy juga aktif dalam mempromosikan moderasi Islam dan memfasilitasi dialog antara keislaman dan kebangsaan.

Pada usia 50 tahun, Ali Hasjmy kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatra Utara, Medan pada tahun 1952-1953, meskipun studinya terhenti karena kebangkrutan usaha ayahnya. Namun, hal ini menjadi awal karir menulisnya, dengan kontribusi untuk beberapa majalah di Jakarta dan Medan bersama dengan tokoh-tokoh seperti Hamka, OR Mandank, dan A. Damhuri.

5. Karya-Karya
Ali Hasjmy adalah pribadi yang penuh pesona dan terkenal melalui tulisan-tulisannya yang kreatif dan orisinal. Kreativitasnya tumbuh dari proses internal dan eksternal, dimulai dari rajin membaca buku sejak kecil. Dalam hidupnya, Ali Hasjmy menjadi penulis produktif dengan lebih dari 60 buku, mencakup berbagai bidang ilmu dan menjadi tokoh perjuangan dalam empat zaman.

Peran dakwah dalam kehidupannya tidak hanya tercermin pada jabatan-jabatan resmi, tetapi juga dalam setiap langkah kegiatannya. Melalui berbagai aktivitas dan karya tulisannya, Ali Hasjmy menjadi tokoh yang dikenal di Aceh dan di luar negeri, mengorbitkan gagasan-gagasan yang mendukung bangsa dan negara, serta menjadi sastrawan, budayawan, dan sejarawan yang memperjuangkan identitas Melayu Raya. Di antaranya karya-karya beliau adalah:

  1. Kisah Seorang Pengembala, (Sajak), Medan: Pustaka Islam, 1938.
  2. Sayap   Terkulai,   (Roman   Perjuangan),   1983,   tidak   terbit, Naskahnya hilang di Balai Pustaka waktu pendudukan Jepang.
  3. Sajak, (Puisi), Medan, Centrale Courant, 1983.
  4. Bermandi   Cahaya   Bulan,    (Roman    Pergerakan),    Medan: Indische Drukkrij, 1939; Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
  5. Melalui Jalan Raya Dunia, ( Roman, masyarakat), Medan: Indische Drukkrij, 1939; Jakarta, Bulan Bintang, 1978.
  6. Suara Azan dan Lonceng Gereja (Roman antara agama), Medan: Serikat Tapanuli, 1940, Jakarta: Bulan Bintang, 1978; Singapur: Pustaka Nasional, 1982.
  7. Cinta Mendaki, (Roman Filsafat/Perjuangan), Naskahnya hilang pada Balai Pustaka, Jakarta, Waktu Pendudukan Jepang.
  8. Dewi Fajar (Roman Politik), Banda Aceh: Aceh Simbun, 1943.
  9. Kerajaan Saudi Arabiah (Riwayat Perjalanan), Jakarta: Bulan Bintang, 1957.
  10. Pahlawan-pahlawan Islam yang Gugur (Saduran dari Bahasa Arab), Jakarta: Bulan Bintang, 1981, (cetakan ke 4), Singapur: Pustaka Nasional, 1971 (cetakan ke 2,1982)
  11. Rindu Bahagia (kumpulan sajak dan cerpen), Banda Aceh: Pustaka Putro Cande, 1963.
  12. Jalan Kembali ( Sajak yang bernafaskan Islam), Banda Aceh: Pustaka Putro Cande, 1963, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Hafiz Arif (Harry Aveling).
  13. Semangat Kemerdekaan Dalam Sajak Indonesia Baru (Analisi Sastra), Banda Aceh: Pustaka Putro Cande, 1963.
  14. Dimana Letaknya Negara Islam (Karya llmiah tentang ketatanegaraan Islam), Singapur: Pustaka Nasional ,1970; Surabaya: Bina llmu.
  15. Sejarah Kebudayaan dan Tamaddun Islam, Banda Aceh:  Lembaga Penerbitan IAIN Jami'ah Ar- Raniry, 1969.
  16. Yahudi Bangsa Terkutuk, Banda Aceh: Pustaka Faraby, 1970.
  17. Sejarah Hukum Islam, Banda Aceh: Majlis Ulama Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, 1970.
  18. Hikayat Perang Sabi Menjiwai Perang Aceh Melawan Belanda, Banda Aceh: Pustaka Fareby, 1971.
  19. Rubai' Hamzah Fansury, Karya Sastra Sufi Abad XVII, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1974.
  20. Dustur Dakwah Menurut Al-Qur'an, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, (cetakan ke-3,1994).

Ali Hasjmy dikenal sebagai Sastrawan Pujangga Baru yang menulis sajak-sajak religius sejak masa muda, membangkitkan semangat menentang penjajah. Selain itu, ia juga dicatat sebagai budayawan dan sejarawan, yang mengemukakan gagasan tentang Dunia Melayu Raya. Namanya semakin terkenal melalui majalah-majalah seperti Panji Islam,

Pedoman Masyarakat, dan Angkatan Baru dengan beberapa nama pena seperti Al Hariri dan Aria Hadiningsun. Karya-karyanya antara lain novel "Bermandi Cahaya Bulan" dan "Melalui Jalan Raya Dunia" serta kumpulan sajak seperti "Kisah Seorang Pengembara" dan "Dewan Sajak". Ali Hasjmy juga diakui oleh H.B. Jassin sebagai penyair Islam dan penyair kebangsaan yang mengekspresikan semangat kebangsaan melalui karyanya, seperti dalam sajak "Sawah" yang menggambarkan nasib Indonesia di bawah penjajahan Belanda.

6. Penghargaan
Ali Hasjmy, selain dikenal sebagai ulama, juga dikenal sebagai tokoh pendidikan, sejarawan, budayawan, dan lainnya. Dia mendapat banyak penghargaan tidak hanya dari pemerintah Indonesia, tetapi juga dari negara-negara seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Arab Saudi, dan negara-negara Islam lainnya. Penghargaan-penghargaan tersebut mencakup berbagai jenis, yang terinci dalam keterangan berikut. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Bintang Mahaputra R.I.
  2. Bintang Adat Bakpo Teumereuhoom Kelas I.
  3. Bintang Istimewa Republik Arab Mesir Kelas I.
  4. Bintang Angkatan 45.
  5. Bintang Satya Lencana Kebaktian Sosial
  6. Bintang Karya Kelas I.
  7. Bintang Masyarakat Sejarawan Indonesia.
  8. Bintang Emas Ar-Raniry.
  9. Bintang BKKBN
  10. Bintang Pancacita Kelas I
  11. Bintang Emas Iqra'
  12. Bintang Veteran Rl
  13. Sementara bentuk atau jenis penghargaan yang telah beliau terima diantaranya:
  14. Satya Lencana Perintis Kemerdekaan
  15. Generasi Penerus Pembangunan Indonesia.

7. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:

  1. Repository UIN Syarif Hidayatullah
  2. UIN Ar-Raniry
  3. UIN Sumatera Utara
  4. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
  5. Jurnal Serambi Mekkah

Sebelumnya artikel ini dibuat pada tanggal 28 Desember 2020 dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 28 Maret  2024.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya