Lima Mutiara di Bawah Pohon Sukun yang Menginspirasi Pemikiran Soekarno

 
Lima Mutiara di Bawah Pohon Sukun yang Menginspirasi Pemikiran Soekarno
Sumber Gambar: beritasatu.com, Ilustrasi laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, nama Soekarno menjadi salah satu sosok yang tak terpisahkan. Beliau bukan hanya seorang pemimpin politik yang karismatik, tetapi juga seorang filosof yang kaya akan pemikiran dan visi untuk Indonesia. Dari masa muda hingga akhir hayatnya, Soekarno dikenal sebagai figur yang sarat dengan hikmah dan filosofi. Di antara banyak kisah yang mengiringi perjalanan hidupnya, ada satu kisah yang menjadi simbol kearifan beliau: "5 Mutiara di Bawah Pohon Sukun".

Pohon sukun yang tumbuh subur di halaman belakang rumah keluarga Soekarno di Blitar, Jawa Timur, menjadi saksi bisu dari momen-momen penting dalam hidupnya. Di bawah pohon itu, Soekarno sering kali menghabiskan waktu dalam refleksi, perenungan, dan berbagi pikiran dengan teman-temannya. Lima mutiara kebijaksanaan yang muncul dari bawah pohon sukun ini menjadi landasan pemikiran Soekarno yang mendalam.

Dalam bahasa ilmiah, pohon sukun dikenal dengan nama Artocarpus Altilis, atau Artocarpus Communis. Pohon ini termasuk salah satu yang fenomenal. Mitos jawa mengatakan bahwa pohon sukun memiliki banyak misteri, utamanya terkait dunia ghaib. Sebagian mempercayai mitos ini, sebagian lain mengatakan "itu hanya ilusi dan halusinasi semata".

Pohon ini memiliki beberapa manfaat bagi tubuh. Antara lain, dapat menurunkan gula darah, sebagai sumber energi, mengandung omega-3 dan 6, serta mampu melancarkan buang air. Selain berkhasiat dan enak untuk disantap, pohon yang seringkali berbau mistis ini memiliki andil dalam sejarah panjang Bangsa Indonesia.

Sejarah itu berawal ketika Soekarno, diasingkan oleh kolonial Belanda (tahun 1934) di Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Selama di Ende, pria yang akrab disapa Bung Karno ini memanfaatkan banyak waktunya untuk merenung. Sebagaimana yang disampaikan kepada Cindy Adams dalam biografinya, salah satu tempat favorit Bung Karno ketika berada di Ende adalah di bawah pohon sukun yang letaknya 100 meter dari rumah tempat ia diasingkan. Setiap selepas shalat Ashar, Bung Karno merenung sembari menatap indahnya laut yang letaknya hanya 150 meter dari lokasi.

Salah satu hasil perenungan beliau di tempat ini adalah ide mengenai ideologi bangsa Indonesia, 5 sila luhur bangsa yang kini kita kenal dengan istilah Pancasila. Tepat di lokasi perenungannya, kini berdiri sebuah patung Bung Karno sedang duduk persis seperti yang biasa dilakukannya di tempat tersebut, di bawah pohon sukun. Di tempat itu juga terdapat sebuah prasasti Bung Karno, yang bunyinya tak lain, "Di kota ini kutemukan lima butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula, kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila".

Pertama, "Ketuhanan yang Maha Esa". Filosofi ini menjadi fondasi utama dalam pandangan Soekarno terhadap kehidupan dan bangsa Indonesia. Kepercayaan akan keesaan Tuhan adalah pondasi yang tak tergoyahkan dalam membangun karakter dan identitas bangsa.

Kedua, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Soekarno sangat menekankan pentingnya kemanusiaan yang adil dan beradab dalam hubungan antarmanusia. Konsep ini mengandung makna pentingnya kesetaraan, keadilan, dan keberadaban dalam bermasyarakat.

Ketiga, "Persatuan Indonesia". Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menjadi cita-cita yang selalu diperjuangkan oleh Soekarno. Beliau memandang persatuan sebagai kunci kekuatan dan kejayaan bangsa Indonesia di tengah beragamnya suku, agama, dan budaya.

Keempat, "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan". Prinsip demokrasi dalam pandangan Soekarno adalah pemerintahan yang berlandaskan pada kebijaksanaan dan musyawarah untuk mencapai keputusan yang terbaik bagi rakyat.

Kelima, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Soekarno mengajarkan arti pentingnya keadilan sosial yang merata bagi semua lapisan masyarakat. Beliau meyakini bahwa tanpa keadilan sosial, cita-cita kemerdekaan dan kemakmuran bangsa tidak akan tercapai sepenuhnya.

Dari bawah pohon sukun di Blitar, kelima mutiara kebijaksanaan ini tidak hanya menjadi pedoman hidup Soekarno, tetapi juga menjadi warisan berharga bagi bangsa Indonesia. Kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya refleksi, perenungan, dan pembelajaran dari tokoh-tokoh besar masa lalu dalam membangun masa depan yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 2 Januari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar