Abu Usman Al-Fauzi Lueng Ie #VI:  Menguak Hikmah di Balik Berpolitiknya Ulama

 
Abu Usman Al-Fauzi Lueng Ie #VI:  Menguak Hikmah di Balik Berpolitiknya Ulama

LADUNI. ID, ULAMA- Kita mengetahui bahwa Sebagai sosok ulama kharismatik dan juga tokoh ulama kunci di era orde baru, Abu Lueng Ie telah mempertaruhkan jiwa dan raganya demi tegaknya dinul Islam yang bermazhabkan ahlisunnah wal jamaah serta memperjuangkan tongkat estafet tarekat di bumi Aceh ini, dengan ijtihadnya mau tidak mau harus ditegakkan syiar agama dengan masuk salah satu parpol penguasa saat itu. Beliau bernama Teungku Teuku Haji Usman Al-Fauzi dan akrab di sapa Abu Usman Al-Fauzi atau Abu Lueng Ie.

Waktu terus berputar, saat berkuasa orde baru di bawah " Pohon Beringin" gerak gerik ulama selalu menjadi pantauan pemerintah saat itu. Mereka tidak segan menangkap siapa saja tidak terkecuali ulama. Para ulama yang dianggap "berbahaya" tidak segan-segan ditangkap, ditindas dan diasingkan. Walaupun terkadang itu korban dari fitnah yang dialamatkan kepada ulama dan tokoh kharismatik sekalipun.

Banyak cerita yang tidak diketahui masyarakat secara umum dibalik Abu Lueng Ie berpolitik. Suatu waktu dalam halaqah ilmu, Abon Tajuddin menambahkan, walaupun dayah Abu saat itu makin berkurang santri yang belajar, namun para ulama dan tokoh kharismatik lain di Aceh telah mampu mengantikan peran Abu beliau ( Abu Lueng Ie) untuk seumeubeut dan mendidik para santri dengan jumlah yang banyak. 

Sungguh secara kasat mata andai Abu Lueng Ie tidak masuk dalam lingkaran partai penguasa Golkar, sungguh para Abu dan tokoh ulama kharismatik di Aceh akan "terganggu" bahkan hilang tanpa jejak. Dan tidak mungkin Abon Aziz Samalanga mampu melahirkan ulama kharismatik seperti Abu Mudi, Abu Lueng Angen, Abu Panton, Abon Seulimum, Abu Langkawe dan ulama kharismatik lainnya. Namun Allah SWT telah merancang demikian dan Dia lebih Mengetahui!

Sebuah poin penting yang dapat dipetik para ulama seperti halnya Al-Mursyid Abu Lueng Ie terjun ke politik dan dekat dengan penguasa. Tentu saja mereka telah berijtihad dan memikirkan positif dan negatifnya plus istikharah, di samping meminta nasehat baik secara langsung atau berkolaborasi dengan rohaniah masyaikhul kiram dan bimbingan dari mereka.

Sebuah contoh konkret, penghinaan terhadap ulama lainnya saat DOM dulu Al-mursyid Abu Usman Kuta Krueng dekat dengan penguasa dan partai Golkar. Sungguh masyarakat menyapa Abu Kuta Krueng dengan ungkapan yang tidak layak disebut, na'uzubillah min zalik. Mereka melihat secara lahirnya namun kita yakin Abu ketika itu punya pandangan dan ijtihad baik tanpa kita mengetahuinya.

Kita sebagai masyarakat awam pastilah tidak serta merta mencaci dan menghina hasil ijtihad ulama tersebut seperti yang telah dilakukan oleh Abu Lueng Ie dan ulama lainnya yang terjun ke dunia politik. Pastilah mereka ziadah ilmu (berilmu tinggi) dan makrifah dengan kita awam. 

Sekali lagi kalaupun kita tidak menghormatinya karena ilmu tetapi pandanglah mereka lebih duluan melihat alam dunia ini alias lebih tua dalam umurnya dengan kita. Sosok ulama tetap wajib dihormati dan dimuliakan terlebih sebagai warisatul ambia.

**Helmi Abu Bakar el-langkawi, Penggiat Literasi asal Dayah MUDI Samalanga dan Jamaal Tarekat Naqsyabandiah