Hukum Menjilat Kemaluan (Suami/Istri) ketika Melakukan Hubungan Seksual

 
Hukum Menjilat Kemaluan (Suami/Istri) ketika Melakukan Hubungan Seksual
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam hubungan suami istri, aktivitas seksual secara sah diperbolehkan, bahkan sangat dianjurkan. Hubungan seksual tersebut diperbolehkan dengan berbagai variasi gaya bersenggama. Tetapi ada juga yang dilarang secara syariat, yakni berhubungan seksual melalui dubur dan berhubungan seksual dengan memasukkan dzakar ke dalam farji istri yang sedang mengalami haid.

Termasuk gaya berhubungan seksual yang diperbolehkan secara syariat antara suami dan istri adalah dengan melakukan oral seks. 

Adapun pengertian oral seks adalah aktivitas seksual dengan menggunakan mulut untuk menikmati alat kelamin pasangan. Baik itu dengan cara mencium, mengecup, menjilat, mengulum, atau mempermainkan alat kelamin pasangannya. Baik dilakukan sebagai aktivitas pemanasan (foreplay) sebelum bersetubuh maupun sebagai sarana seks tersendiri untuk mencapai orgasme.

Dalam istilah fiqih kontemporer, oral seks dibahasakan dengan istilah الجنس الفموي/الجنس الشفوي/الجماع الفموي, dalam pengertian الجنس dimaknai seksual. Dalam konteks istilah modern aktivitas oral seks dibagi menjadi dua macam, yakni aktivitas menjilat kelamin wanita oleh lelaki (Cunnilingus) dan aktivitas menghisap kelamin lelaki oleh wanita (Fellatio).

Mengenai Cunnilingus (oral seks pada kelamin wanita) yang dilakukan oleh seorang suami disebutkan secara gamblang keterangan tentang kebolehannya oleh sejumlah ulama. Berikut di antara ulama yang menyebutkan kebolehan dalam melakukan aktivast seksual tersebut.

Syaikh Zainuddin Al-Malibari mengatakan:

يَجُوْزُ لِلزَّوْجِ كُلُّ تَمَتُّعٍ مِنْهَا بِمَا سِوَى حَلَقَةِ دُبُرِهَا وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا

"Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya selain pada lingkaran duburnya, meskipun dilakukan dengan menghisap klitorisnya." (Fathul Mu'in, jilid 3, hlm. 340)

Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al-Bahuthi mengatakan:

قَالَ الْقَاضِي يَجُوْزُ تَقْبِيْلُ فَرْجِ الْمَرْأَةِ قَبْلَ الْجِمَاعِ

"Qadhi Ibnu Muflih berkata: Boleh mencium kelamin isterinya sebelum bersetubuh." (Kasysyaful Qana', jlid 5, hlm. 17)

Syaikh Al-Haththab mengatakan:

وَقَدْ رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ لَا بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الْفَرْجِ فِي حَالِ الْجِمَاعِ وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ وَيَلْحَسُهُ بِلِسَانِهِ

"Disebutkan riwayat dari Imam Malik bahwasanya beliau berkata: 'Tidak apa-apa melihat kemaluan saat bersetubuh. Ditambahkan dalam riwayat lain, boleh juga menjilat kemaluan tersebut dengan lidahnya.'" (Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashor Kholil, jilid 5, hlm. 23)

Imam Al-Qurthubi mencatat:

وَقَدْ قَالَ أَصْبَغُ مِنْ عُلَمَائِنَا: يَجُوْزُ لَهُ أَنْ يَلْحَسَهُ بِلِسَانِهِ

"Ashbagh salah satu ulama (Malikiyah) kami berkata: Boleh baginya (suami) menjilatnya (kemaluan istrinya) dengan lidahnya." (Tafsir Al-Qurthubi, jilid 12, hlm. 232)

Sedangkan mengenai Fellatio (oral seks pada kelamin lelaki) disebutkan secara pemahaman dari dhabith (keterangan) umum kebolehan semua aktivitas seksual serta pendekatan-pendekatan tekstual dalam beragam literatur klasik.

Dalam Fathul Mu'in tentang dhabith umum tamaththu' (bersenang-senang), dijelaskan sebagaimana berikut:

يَجُوْزُ لِلزَّوْجِ كُلُّ تَمَتُّعٍ مِنْهَا بِمَا سِوَى حَلَقَةِ دُبُرِهَا وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا

"Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya selain pada lingkaran duburnya, meskipun dilakukan dengan menghisap klitorisnya." (Fathul Mu'in, jilid 3, hlm. 340)

Mahallu syahid keterangan tersebuat adalah: "Boleh menikmati semua jenis aktivitas seksual dari istrinya." Dengan demikian diperbolehkan pula istrinya melakukan hal tersebut.

Dalam Tafsir At-Thabari dijelaskan tentang obyek umum tamaththtu' dzakar sebagaimana berikut:

حَدَّثَنَا تَمِيْمٌ قَالَ، أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ، عَنْ شَرِيْكٍ، عَنْ لَيْثٍ قَالَ: تَذَاكَرْنَا عِنْدَ مُجَاهِدٍ اَلرَّجُلُ يُلَاعِبُ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ، قَالَ: اَطْعِنْ بِذَكَرِكَ حَيْثُ شِئْتَ فِيْمَا بَيْنَ الْفَخِذَيْنِ وَالْأَلْيَتَيْنِ وَالسُّرَّةِ، مَا لَم يَكُنْ فِي الدُّبُرِ أَوْ الْحَيْضِ

"Telah menceritakan kepada kami Tamim, telah mengkhabarkan kepada kami Ishaq, dari Syarik, dari Laits berkata: 'Kami di sisi Mujahid membicarakan tentang seorang lelaki yang mencumbu istrinya saat Haid.' Mujahid berkata: 'Tusukkan alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki, di antara dua paha, dua pantat, dan pusar. Selama tidak di anus atau saat datang haid.'" (Tasfir At-Thabari, jilid 4, hlm. 380)

Mahallu syahid keterangan tersebut adalah: "Tusukkanlah alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki." Jadi demikian pula istri boleh melakukan orang seks terhadap kemaluan suaminya.

Dalam Hasyiyah Ad-Dasuqi dijlaskan tentang hukum asal mubahnya tubuh istri selama tidak ada ketentuan khusus nash. Berikut penjelasannya:

قَوْلُهُ ( فَيَجُوزُ التَّمَتُّعُ بِظَاهِرِهِ ) أَيْ وَلَوْ بِوَضْعِ الذَّكَرِ عليه وَالْمُرَادُ بِظَاهِرِهِ فَمُهُ من خَارِجٍ وما ذَكَرَهُ الشَّارِحُ من جَوَازِ التَّمَتُّعِ بِظَاهِرِ الدُّبُرِ هو الذي ذَكَرَهُ الْبُرْزُلِيُّ قَائِلًا وَوَجْهُهُ عِنْدِي أَنَّهُ كَسَائِرِ جَسَدِ الْمَرْأَةِ وَجَمِيعُهُ مُبَاحٌ إذْ لم يَرِدْ ما يَخُصُّ بَعْضُهُ عن بَعْضٍ بِخِلَافِ بَاطِنِهِ اه

"Diperbolehkan mencumbui pada luar dubur, yakni walau dengan menaruh kemaluan di atasnya. Yang dimaksud dengan luar dubur yaitu mulut dubur dari arah luar tubuh. Pendapat Pensyarah tentang kebolehan mencumbui luar dubur adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Burzuli, dia berkata: 'Konsepnya, menurutku, bagian luar dubur adalah sebagaimana keseluruhan bagian tubuh wanita, kesemua tubuh wanita diperbolehkan untuk dinikmati, mengingat tidak dijumpai ketentuan khusus nash pada bagian tubuh wanita tertentu, berbeda dengan bagian dalam dubur.'" (Hasyiyah Ad-Dasuqi, jilid 2, hlm. 216)

Mahallu syahid keterangan tersebut adalah: "Kesemua tubuh wanita diperbolehkan mengingat tidak dijumpai ketentuan khusus nash pada bagian tubuh wanita tertentu." Karena itu boleh juga istri melakukan oral seks yang mana hal itu (mulut) adalah merupakan bagian tubuh yang tidak dilarang untuk dinikmati dalam hubungan seksual.

Dalam Kitab Al-Inshaf fi Ma'rifati Ar-Rajih minal Khilaf diterangkan tentang bolehnya mencium dzakar. Berikut penjelasannya:

لَيْسَ لَهَا اِسْتِدْخَالُ ذَكَرِ زَوْجِهَا وَهُوَ نَائِمٌ بِلَا إِذْنِهِ وَلَهَا لَمْسُهُ وَتَقْبِيْلُهُ بِشَهْوَةٍ

"Tidak berhak bagi istri memasukkan alat kelamin suaminya tanpa seizinnya sementara suami dalam keadaan tidur, namun istri boleh merabanya dan menciumnya dengan syahwat." (Al-Inshaf fi Ma'rifati Ar-Rajih minal Khilaf, jilid 8, hlm. 27)

Demikian penjelasan yang gamblang mengenai hukum aktivitas oral seks antara suami dan istri. Jadi, pada dasarnya diperbolehkan melakukan aktivitas seksual dengan gaya bagaimanapun, termasuk oral seks, baik dilakukan oleh suami maupun oleh istri. Tetapi yang dilarang adalah hubungan seksual melalui dubur dan hubungan seksual yang dilakukan dengan memasukkan dzakar ke dalam farji istri yang sedang mengalami haid. 

Hubungan seksual suami istri sangat dianjurkan oleh Islam. Hal ini dimaksudkan agar terjalin hubungan suami istri yang harmonis dan penuh dengan kasih sayang. Bahkan, dalam hal itu sangat dianjurkan agar sebelum melakukan hubungan seksual, untuk terlebih dahulu melakukan foreplay atau pemanasan. Sebagaimana dijelaskan di dalam Kitab Al-Mughni li Ibni Qudamah tentang kesunnahan foreplay. Berikut penjelasannya:

وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عُمَرِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ :لَا تُوَاقِعْهَا إِلَّا وَقَدْ أَتَاهَا مِنَ الشَّهْوَةِ مثْلَ مَا أَتَاكَ لِكَيْلَا تَسْبَقُهَا بِالْفَرَاغِ

"Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, dari Nabi SAW bahwasanya beliau berkata: 'Janganlah engkau menyetubuhinya kecuali dia telah bangkit syahwatnya sebagaimana dirimu, agar engkau tidak mendahuluinya dalam klimaks.'" (Al-Mughni li Ibni Qudamah, jilid 8, hlm. 136)

Jika diperluas pemahamannya, maka termasuk dalam keterangan itu adalah anjuran pemanasan dengan melakukan oral seks yang hukumnya memang diperbolehkan. Walllahu 'Alam bis Showab. [] 


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 13 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim