Wanita yang Haram Dinikahi Namum Hanya Bersifat Sementara

 
Wanita yang Haram Dinikahi Namum Hanya Bersifat Sementara
Sumber Gambar: KibrisPdfsandipo

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam Islam, suatu pernikahan sebagai salah satu sarana dalam menyempurnakan Agama. Namun yang perlu diketahui, dalam Islam pernikahan tidak hanya sekedar pernikahan, salah satunya ialah dengan memperhatikan poin-poin penting saat memilih calon pasangan. Sebab ada beberapa kriteria wanita yang haram dinikahi walaupun sifatnya sementara atau tidak selamanya bersifat haram.

Pada umumnya yang mungkin kita kenali hanyalah daftar wanita yang haram hukumnya untuk dinikahi, atau yang memang sifatnya mutlak haram, seperti haramnya menikahi wanita karena hubungan sepersusuan, adanya pertalian nasab dan lainnya.

Namun rupanya tidak sesederhana itu, karena dalam islam sendiri, ada kondisi dan situasi yang manakala hukum menikahi seorang wanita yang awalnya haram pun berpindah menjadi halal, diantaranya yakni;

1. Pertama, Dua perempuan yang bersaudara  haram dinikahi oleh seorang laki laki dalam waktu yang bersamaan, atau yang lebih tepatnya haram dimadu dalam waktu yang bersamaan.

Sebagaimana yang diterangkan dalam QS. An Nisa [4]: 23

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔ (٢٣)

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”


Namun jikalau menikahi mereka secara berganti, maka itu diperbolehkan. Seperti seorang lelaki mengawini seorang wanita, kemudian wanita tersebut meninggal atau karena diceraikan. Maka laki laki itu boleh menikahi adik atau kakak dari wanita yang telah meninggal atau yang telah diceraikannya tersebut. Selain itu, pengharaman ini pun berlaku pada pengumpulan dua wanita dalam satu pernikahan terhadap dua orang yang mempunyai hubungan antara bibi dan kemanakan.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Abu Hurairah r.a.

“Bahwasanya Rasulullah SAW, melarang mengumpulkan (Sebagai istri) antara seorang wanita dengan ‘ammah atau khalah (bibinya)”

2. Kedua, yaitu haramnya menikahi wanita yang terikat dengan pernikahan dengan laki laki lain. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Qur’an surah An Nisa [4]: 24

۞ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ ۗ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا (٢٤)

“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki  (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian  (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nimati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

 

3. Ketiga, haramnya menikahi wanita yang sedang berada dalam masa ‘iddah, baik itu selepas bercerai maupun ditinggal mati oleh suaminya. Sebagaimana yang dilukiskan oleh Allah Swt., dalam QS. Al Baqarah [2]: 228

وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًا ۗوَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ࣖ (٢٢٨

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru [142]. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang maruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya [143]. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Keterangan : [142] Quru dapat diartikan suci atau haidh. [143] Hal ini disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga (lihat ayat 34 surat An Nisaa).

Tiga kali quru’ yang dimaksud disini ialah ada yang mengartikan tiga kali haid seperti dalam pandangan Imam Abu Hanifah, dan adapula yang mengartikannya sebagai tiga kali suci dari haid sebagaimana dalam pandangan Imam Syafi’i

Begitupun dengan apa yang dilukiskan oleh Allah SWT, dalam QS. Al Baqarah [2]: 234

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ (٢٣٤)

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis ‘iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”

Pada ayat diatas diterangkan bahwa seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya maka hendaklah dia menghabiskan masa ‘iddahnya selama empat bulan sepuluh hari. Dan usai itu? Barulah mereka boleh menerima pinangan jika memang dia mau.

4. Keempat, haramnya menikahi wanita yang ditalak tiga. Maksudnya ialah, seorang lelaki yang telah menalak tiga istrinya, tentu haram baginya menikahi wanita tersebut untuk sementara. Kecuali jika wanita tersebut sudah menikah lagi dengan orang lain dan telah berhubungan atau, bersetubuh serta diceraikan oleh suami terakhir dan telah habis masa ‘iddahnya

Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah [2]: 230

فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهٗ مِنْۢ بَعْدُ حَتّٰى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهٗ ۗ فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يَّتَرَاجَعَآ اِنْ ظَنَّآ اَنْ يُّقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ (٢٣٠)

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui”

5. Kelima, haramnya menikahi wanita yang sedang ihram, baik itu ihram haji maupun ihram umrah. Dan ini berdasarkan hadis Nabi SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
“orang yang sedang Ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan, dan tidak boleh pula meminang”

6.Keenam, haramnya menikahi wanita musyrik. Musyrik yang dimaksud disini ialah wanita yang menyembah selain Allah SWT, dan hal ini berdasarkan dengan apa yang termaktub dalam QS. Al Baqarah [2]: 221

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ (٢٢١)

‘Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mumin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mumin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mumin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Sekiranya itulah pengetahuan tentang Wanita yang haram dinikahi namun hanya bersifat sementara, semoga bermanfaat bagi kita semua, Aamiin …

 

________________

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 14 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan
Editor : Lisandipo


Sumber: Kajian Aswaja NU