Penjelasan Tentang Shalawat

 
Penjelasan Tentang Shalawat

LADUNI.ID - Tradisi bershalawat adalah tradisi kaum muslimin sedunia. Di Nusantara, selepas azan yang kerap dibaca adalah shalawat, di antaranya adalah shalawat nariyah, dan asyghil.

Mengucapkan shalawat (jamak dari as-shalat) merupakan lambang dari cinta kasih umat Nabi Muhammad SAW kepada beliau. Dan di hari kiamat nanti beliau insyaallah akan memberikan syafa’at pertolongannya kepada kaum muslimin yang mengistikamahkan membaca shalawat. Aamiin.

As-Shalat menurut bahasa artinya adalah doa, istighfar, rahmat, pemuliaan, dan pujian. Shalat maktubah dinamai shalat karena di dalamnya terkandung doa dan istighfar. (as Shabuni, Rawa’iyul Bayan, Juz II, hal. 357). Shalawat kepada Nabi jika dari Allah, artinya adalah rahmat ta’dhim (rahmat yang disertai pengagungan), atau pemuliaan dan pujian Allah kepada Nabi-Nya, dan bila dari selain Allah, yang dimaksud adalah mendoakan, atau memintakan ampun kepada Allah. Membaca shalawat kepada Nabi artinya memohon kepada Allah agar memberikan kesejahteraan kepada hamba pilihan-Nya itu.

Syaikh Yusuf an-Nabhany mengutip ar-Raghib mengatakan bahwa as-shalat menurut bahasa adalah doa, pemberkahan dan pemuliaan. Jika dari Allah maknanya adalah tazkiyyah (pembersihan), jika dari dari malaikat adalah istighfar dan jika berasal dari manusia maknanya adalah doa (an-Nabhany, Sa’adatud Daraini, hal. 371). Dengan demikian membaca shalawat adalah bagian dari tahiyyah (penghormatan). Ketika kita diperintah Allah membaca shalawat yang maksudnya adalah mendoakan dengan rahmat kepada Nabi Muhammad, maka Nabi juga sebagaimana perintah Allah kepada beliau juga akan mendoakan dengan rahmat kepada umat yang bershalawat kepada beliau, sebagaimana ketetapan dalam QS. An-Nisa’ ayat 86:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

“…Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu…”.

Doa dengan rahmat dari Nabi Muhammad ini disebut juga syafa’at. Tentang hal ini, seluruh ulama telah sepakat bahwa doa Nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Jadi Allah akan menerima syafa’at Nabi atas semua umat yang bershalawat pada beliau.

Sementara makna at-Taslim menurut bahasa adalah do’a untuk keselamatan dari segala bencana, kekurangan dan penyakit. Menurut Ibn Sa’ib artinya adalah kepatuhan tanpa menyelisihi (as-Shabuny, Sharihul Bayan, Juz II, hal. 364).

Kedudukan dan Keutamaan Shalawat

Membaca shalawat merupakan perbuatan terpuji yang merupakan perintah Allah. Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab 56:

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Perintah ini adalah kewajiban. Para ulama hampir sepakat bahwa membaca shalawat salam merupakan kewajiban sekali seumur hidup. Imam al Qurthuby bahkan menyatakan kewajiban itu sebagai ijma’ ulama. (Sharihul Bayan, hal. 366).

Jumhur ulama menyatakan bahwa bershalawat adalah sebentuk ibadah dan qurbah, seperti halnya dzikir, tasbih dan tahmid, dan merupakan kewajiban sekali seumur hidup, serta kesunnahan di setiap saat dan seyogyanya memperbanyaknya.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalawat itu merupakan syiar yang diperuntukkan kepada para Nabi dan Rasul, maka tidak boleh bershalawat secara khusus kepada selain Nabi dan Rasul. Abus Su’ud menambahkan, bahwa bershalawat kepada selain Nabi adalah boleh jika sebelumnya didahului shalawat pada nabi. Misalnya dikatakan, Allahumma shalli ala Muhammad wa Alihi . Jika bershalawat secara istiqlal (secara mandiri) kepada selain nabi adalah makruh. Namun Syekh as-Sakhawy dalam al-Qaul al-Badi’ fi as Shalat ‘ala al Habib as Syafi’ mengutip Abul Yumni bin ‘Asakir dengan menyandarkan kepada Imam al Bukhari menyatakan bahwa membaca shalawat kepada selain Nabi adalah boleh secara mutlak.

Demikian juga membaca shalawat kepada keluarga dan sahabat nabi juga dianjurkan, sebagaimana firman Allah dalam surat at Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Beberapa Hadits tentang Keutamaan Bershalawat

Ada banyak hadis tentang keutamaan bershalawat, di antaranya:

من صلى علي في كتاب لم تزل الملائكة تستغفر له ما دام اسمي في ذلك الكتاب من سره أن يلقي الله وهو عنه راض فليكثر من الصلاة علي أولى الناس بي يوم القيامة أكثرهم علي صلاة ( رواه الترمذي

“Barangsiapa kesenangannya adalah bertemu dengan Allah dan Allah ridho kepadanya maka perbanyaklah membaca shalawat kepadaku. “Barang siapa kesenangannya adalah bertemu dengan Allah dan Allah ridho kepadanya maka perbanyaklah membaca shalawat kepadaku. Seutama-utamanya manusia bersamaku di hari kiamat adalah orang yang banyak membaca shalawat” (HR. at Tirmidzi)

أنه لا يصلي عليك أحد إلا صليت عليه عشرا ( رواه النسائ و أحمد

“Bahwasanya tak seorang pun bershalawat untukmu satu kali, kecuali aku akan bershalawat untuknya sebanyak sepuluh kali.” (HR. an Nasa’i dan Ahmad)

البخيل الذي من ذكرت عنده فلم يصل علي ( رواه الترمذي )

“Manusia bakhil adalah orang yang disebut namaku di sisinya, tetapi tidak membaca shalawat kepadaku.” (HR. at Tirmidzi)

من صلى علي صلاة صلى الله عليه بها عشرا ( رواه مسلم

“Barang siapa yang bershalawat kepadaku, maka Allah memberikan shalawat takdzim padanya 10 kali” (HR. Muslim)

ﻗﺎﻝ ﺭﺟﻞ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ، ﺃﺭﺃﻳﺖ ﺇﻥ ﺟﻌﻠﺖ ﺻﻼﺗﻲ ﻛﻠﻬﺎ ﻋﻠﻴﻚ؟ ﻗﺎﻝ: ﺇﺫﻥ ﻳﻜﻔﻴﻚ اﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﺃﻫﻤﻚ ﻣﻦ ﺩﻧﻴﺎﻙ واخرتك . رواه احمد بسند حسن

Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah. Apa pendapat engkau jika salawat saya seluruhnya untukmu?” Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Jika begitu, Allah akan mencukupi apa yang menjadi keresahanmu dari urusan dunia dan akhirat” (HR. Ahmad, hadis hasan).

Menambahkan Sayyidina

Para ulama sepakat atas kebolehan menambah lafad sayyidina sebelum Muhammad. Syaikh Ibrahim al Bajuri dan Syaikh Ibn Abdis Salam memilih pendapat bahwa menambahkan sayyidina itu lebih utama, karena hal ini adalah bagian dari etika kepada Nabi, dan berpijak pada kaidah bahwa menjaga etika itu lebih utama daripada mengerjakan perintah, Mura’atul Adab afdhalu minal imtitsal. Tentang kaidah ini, terdapat dua hadis yang mendukungnya.

Pertama, ketika Abu Bakar (Ibn Abu Quhafah) diperintah Nabi untuk menggantikan beliau sebagai imam shalat Shubuh, Abu Bakar tidak mematuhinya, kemudian berkata:

ما كان لابن أبي قحافة أن يتقدم بين يدي رسول الله

“Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah”.

Kedua, Ali Ibn Abi Thalib enggan menghapus nama Rasulullah dari lembaran perjanjian Hudaibiyah, padahal itu diperintahkan Rasul, kemudian ia berkata:

لا أمحو إسمك ابدا

“Saya tidak akan menghapus namamu selamanya”

Kedua kisah ini disebutkan dalam Shahih al–Bukhari dan Muslim. Penetapan atau kerelaan Nabi atas keengganan atau ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan Ali, karena mendahulukan etika dari pada perintah, menunjukkan bahwa menjaga etika itu lebih utama dari pada melaksanakan perintah.

Shalawat Nariyah

اَللّٰهُمَّ صلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَ سَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِى تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَ تَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَ تُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَ حُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَ يُسْتَسْقََى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَ عَلىٰ آلِهِ وِ صَحْبِهِ فِى كُلِّ لَمْحَةٍ وَ نَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

“Ya Allah, berikanlah Shalawat yang sempurna dan salam yang sempurna kepada Beliau Baginda Nabi kami Muhammad yang dengannya terlepas dari ikatan (kesusahan) dan dibebaskan dari kesulitan. Dan dengannya pula ditunaikan hajat dan diperoleh segala keinginan dan kematian yang baik, dan memberi siraman (kebahagiaan) kepada orang yang sedih dengan wajahnya yang mulia, dan kepada keluarganya, para shahabatnya, dengan seluruh ilmu yang engkau miliki“.

Shalawat pada garis besarnya terbagi dua. Pertama shalawat ma’tsurat yaitu yang disusun oleh Nabi Muhammad sendiri, baik redaksi, cara membaca, waktu serta fadhilahnya. Kedua, ghairu ma’tsurat yaitu yang disusun oleh selain Nabi, antara lain para sahabat, tabiin dan para ulama, misalnya shalawat Nariyah, Munjiyah, Thibbil Qulub, al-Fatih. Dalam kenyataannya banyak sekali para ulama terkemuka yang tidak diragukan dalam keilmuan dan ketakwaannya yang menyusun shalawat dan banyak pula yang mengumpulkannya dalam kitab, di antara yang terkenal adalah Syekh Ismail bin Ishaq dalam Fadhlul Shalat ‘alan Nabi, Syekh Ibnu Qayyim dalam Jalaul Afham, Al-Hafidz As-Sakhawi dalam Al-Qaulul Badi’, Syekh Ahmad Jazuli dalam Dalailul Khairat, Syekh Yusuf An-Nabhany dalam Afdhalus Shalawat dan Sa’adatud Daraini.

Shalawat Nariyah disebut juga shalawat Tafrijiyyah (pelepasan dari kesusahan), ada juga yang menyebutnya sebagai Shalawat Taziyah, dinisbatkan kepada Syekh Abdul Wahab at-Tazy, demikian ditulis oleh KH. Abdul Aziz Masyhuri dalam Aneka Macam Redaksi Shalawat Muhammad dan Khasiatnya. Ustadz Sya’roni dalam blognya mengutip pendapat Habib Mundzir bin Fuad al Musawa menyatakan bahwa pengarang shalawat nariyah adalah Syekh Ibrahim at Tazy al Maghrib, ulama sufi asal Taza Maroko.

Penulis kitab Khazinatul Asrar, Syekh Muhammad Haqqi Nazili menyebut shalawat nariyah sebagai bagian shalawat yang mujarrobat (shalawat yang sudah biasa diamalkan dan terbukti berkhasiat). Beliau mendapatkan ijazah shalawat ini dari Syekh Muhammad At-Tunisy, dari Syekh al Maghriby, dari Syekh as Sayyid Zain Makki, dari Syekh as Sayyid Muhammad as Sanusy.

Berikut beberapa keterangan perihal Shalawat Nariyah yang sebagian besar kami kutip dari Khazinatul Asrar karangan Syekh Muhammad Haqqi Nazili. Menurut ulama Maroko, disebut Shalawat Nariyah (berbangsa api), karena banyak orang yang membacanya sebanyak 4.444 (empat ribu empat ratus empat puluh empat) kali untuk maksud tertentu dan ternyata berhasil dengan segera, seperti kayu bakar yang cepat habis dilahap si jago merah.

Syekh ad Daynury menyatakan bahwa jika shalawat ini dibaca 11 kali setelah shalat maktubah secara rutin, maka akan dilancarkan rezekinya dan mendapat kehormatan yang baik dalam pergaulan di masyarakat. Senada, Syekh Muhammad at Tunisy menyatakan bahwa barangsiapa membaca shalawat ini setiap hari sejumlah 11 kali, maka Allah akan menurunkan rezekinya dari langit dan mengikutkan rezekinya dari belakang. Sementara itu Syekh al Qurthuby berkata, “Bila dibaca 4.444 kali dalam satu majlis (sekali duduk), maka akan ditunaikan hajatnya yang besar dan dibebaskan dari musibah yang sangat membahayakan. Demikian pula hitungan yang sama disebutkan Syekh Ibnu Hajar al-Asqalany.

Sebelum membaca shalawat nariyah hendaknya menghadiahkan surat Fatihah kepada Nabi Muhammad, dan para sahabat beliau, para wali dan ulama, dan kepada penyusun shalawat ini, yaitu Syekh Abdul Wahhab at-Tazy. Sebaiknya shalawat ini dibaca secara dawam (terus menerus dengan tanpa disisipi hal lain pada suatu amalan) dengan disertai etika antara lain adalah suci dari hadats dan najis, dan tidak diselingi berbicara dengan orang lain. Wallahu a’lam.

Oleh: Yusuf Suharto

ASWAJA NU Center Jawa Timur

 

 

Tags