Biografi Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf (Pendiri Ar-Rabithah Al-Alawiyyah)

 
Biografi Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf (Pendiri Ar-Rabithah Al-Alawiyyah)

Daftar Isi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

2.1  Guru-guru Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

3.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah

3.1  Perjalanan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf di Indonesia
3.2  Pengalaman Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf Memimpin Madrasah
3.3  Mendirikan Ar-Rabithah Al-Alawiyyah
3.4  3.4 Karya-karya Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

4.  Keteladanan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

5.  Referensi

 

1. Riwayat Hidup dan Keluarga Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

1.1 Lahir

Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf sendiri lahir pada tahun 1299 H (1879 M) di kota As-Shihr, Hadramaut.

1.2 Wafat

Pada 1950 beliau berniat meninggalkan Indonesia menuju ke Hadramaut. Tepat pada hari Jumat, 22 Jumadil Awwal 1369 H beliau berangkat dari Jakarta, dengan mempergunakan kapal laut dari pelabuhan Batavia. Namun Allah SWT telah menentukan umurnya, tepatnya Selasa 26 Jumadil Awal 1369 H beliau berpulang ke haribaan-Nya. Setelah diadakan upacara keagamaan seperlunya di atas kapal, pada hari Kamis, 28 Jumadil Awal 1369 H, jenazahnya kemudian dimakamkan di laut lepas, sebelum memasuki pelabuhan Medan. Yang sangat disayangkan, banyak karya Habib Ahmad yang belum sempat dibukukan juga ikut hilang dalam perjalanan itu.

2. Sanad dan Pendidikan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

Semenjak Kecil beliau diasuh dan dibimbing oleh kedua orang tua beliau. Ketika umurnya menginjak usia 4 tahun, beliau dibawa oleh kedua orang tuanya menuju ke kota Seiwun, saat itu terkenal sebagai kota ilmu yang menghasilkan banyak ulama besar dan shalihin. Di kota itu, beliau mempelajari ilmu ushuludin, fiqh, tata bahasa, sastra dan tasawuf.

2.1 Guru-guru Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

  1. Habib Abdullah bin Muhsin Assegaf (Ayahanda Habib Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf)
  2. As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur
  3. Syekh Saleh
  4. Syekh Salim Bawazier
  5. Syekh Said bin Sa’ad bin Nabhan
  6. As-Sayyid Ubaidillah bin Muhsin Assegaf
  7. Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas
  8. Habib Muhammad bin Salim As-Siri
  9. As-Sayyid Muhammad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

Semenjak Kecil beliau diasuh dan dibimbing oleh kedua orang tua beliau. Ketika umurnya menginjak usia 4 tahun, beliau dibawa oleh kedua orang tuanya menuju ke kota Seiwun, saat itu terkenal sebagai kota ilmu yang menghasilkan banyak ulama besar dan shalihin. Di kota itu, beliau mempelajari ilmu ushuludin, fiqh, tata bahasa, sastra dan tasawuf.

Tak puas menyerap ilmu di Seiwun, lantas beliau pergi ke Tarim yang saat itu juga dikenal sebagai pusat para ulama besar. Hampir setiap hari, beliau mendatangi majlis-majlis ilmu dan mengadakan hubungan yang akrab dengan guru-guru yang shalih, seperti As-Sayyid Abdurahman bin Muhammad al-Masyhur, Syekh Saleh, Syekh Salim Bawazier, Syekh Said bin Sa’ad bin Nabhan, As-Sayyid Ubaidillah bin Muhsin Assegaf, Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, Habib Muhammad bin Salim As-Siri dan lain-lain.

3.1. Perjalanan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf di Indonesia

Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf dikenal sangat gemar mengadakan perjalanan ke berbagai negeri tetangga untuk menemui ulama-ulama dan mengadakan dialog dengan para cendekiawan, sehingga beliau sangat dikagumi oleh pusat-pusat ilmiah pada masa itu.

Tahun 1333 H (1913 M), beliau berlayar ke Singapura dan ke Indonesia untuk mengunjungi saudaranya yang tertua, As-Sayyid Muhammad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff di Pulau Bali. Beliau tinggal di Pulau Dewata itu selama beberapa lama, sambil berguru sekaligus berdakwah di sana.

Beliau kemudian melanjutkan perjalanannya ke Surabaya, berjumpa dengan beberapa perintis pergerakan Islam serta para cendekiawan. Mereka sering terlibat diskusi membahas kebangkitan pergerakan keturunan Arab dan kaum muslimin di masa mendatang.

Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf saat itu terpilih menjadi direktur yang pertama dari Madrasah Al-Khairiyah di Surabaya. Beliau memimpin sekolah yang kebanyakan diikuti oleh warga keturunan arab itu dengan sangat bijaksana dan mulai saat itu namanya dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Di kota Surabaya, beliau menikah dan mempunyai beberapa orang putra.

Keahlian Habib Ahmad didalam syair mendapat pengakuan dari banyak ahli syair di negara Arab. Selain itu Habib Ahmad juga punya keahlian di bidang kerajinan tangan dan elektronika dan pernah membuat sebuah alat musik yang dinamakan Alarangan. Saat tentara Jepang datang ke Indonesia pada tahun 1942 dan menyerbu Hindia Belanda serta menyebabkan pertempuran yang sengit di Batavia menyebabkan Habib Ahmad pindah ke Solo. Setelah pertempuran mereda, Habib Ahmad kembali ke Jakarta dan mengajar di Kalibata.

3.2. Pengalaman Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf  Memimpin Madrasah

Selain mengajar, beliau juga berdagang sehingga beliau sering pergi ke Jakarta untuk mengurus perniagaannya. Usaha dagang semakin maju. Itu membuat Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf pindah ke Jakarta dan menjadi pimpinan sekolah Jami’at Kheir. Berbagai perubahan demi kemajuan dalam pendidikan mulai beliau rintis, di antaranya dengan membuka kelas-kelas baru bagi para pelajar, menyusun tata tertib bagi pelajar, mengarang buku-buku sekolah serta lagu-lagu untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang beliau susun diantaranya terdiri dari buku-buku agama, sastra dan akhlaq.

Keberhasilannya dalam memimpin sekolah dan menciptakan sistem pendidikan, mengundang perhatian yang luas dari pemerhati masalah pendidikan baik dalam maupun luar negeri, seperti dari Malaysia dan Kesultanan Gaiti di Mukalla.

Intinya, mereka meminta Habib Ahmad untuk memimpin pengajaran sekolah di negeri mereka. Namun, permintaan tersebut ditolak dengan halus, karena beliau tengah merintis pembentukan Yayasan Arrabithah Al-Alawiyyah.

3.3 Mendirikan Ar-Rabithah Al-Alawiyyah

Salah satu pakar nasab di Indonesia yang meletakkan dasar-dasar ilmu nasab adalah Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff. Selain dikenal sebagai pakar ilmu nasab yang jempolan, beliau juga dikenal wartawan, sastrawan dan guru bagi banyak orang. Habib Ahmad dikenal sebagai wartawan, sejarawan, dan sastrawan keturunan Arab yang terkenal pada masa kemerdekaaan RI.

Sayyid Ahmad bin Abdullah Assagaf, banyak menyerang pemerintah kolonial Belanda lewat tulisan-tulisannya. Untuk melengkapi data tulisannya itu, dbeliau mendatangi berbagai tempat di Indonesia untuk bertemu dengan tokoh masyarakat, ulama, dan sejarawan. Beliau juga adalah salah satu pendiri pergerakan Arrabithah Al-Alawiyyah dan sekaligus menerbitkan majalah Arrabithah Al-Alawiyyah, majalah yang mengupas bidang keagamaan dan politik.

Majalah Arrabithah Al-Alawiyyah dalam waktu yang tidak lama menjadi wadah bagi para penulis muda untuk menyampaikan pendapat mengenai keislaman dan politik, berperan sebagai sarana untuk menampik pengaruh orientalis barat di Indonesia.

Melalui pergerakan Arrabithah Al-Alawiyyah pula, beliau mempunyai pengaruh yang sangat kuat di dalam memberikan petunjuk dan pentingnya persatuan di kalangan umat Islam dalam menghadapi penjajahan. Semua itu dapat dilihat dalam qasidah, syair serta nyanyian yang beliau karang.

3.4 Karya-karya Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

Salah satu kitab yang dikarang oleh Habib Ahmad adalah Kitab Khidmatul Asyirah. Kitab itu dibuat sebagai ringkasan dari kitab Syams Azh-Zhahirah. Dalam kitab ini Habib Ahmad menguraikan secara sistematis mengenai nasab dan pentingnya setiap orang memelihara kesucian nasabnya dengan ahlak yang mulia. Karena tidaklah mudah untuk menjaga nasab, sebagai ikatan penyambung keturunan serta asal-usul kembalinya keturunan seseorang kepada leluhurnya.

Dalam kitab ini, riwayat seseorang diteliti dengan seksama supaya terjaga kesucian nasabnya, dengan susunan yang tertib dari awal sampai akhir. Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf bekerja keras untuk menyempurnakan isi buku ini walaupun beliau mempunyai kesibukan yang luar biasa baik di Rabithah Alawiyah maupun sebagai pengajar di Jami’at Kheir.

Segala rintangan dihadapinya dengan penuh ketegaran dan semangat pantang mundur dengan satu tekad menyusun sejarah nasab Alawiyin merupakan pekerjaan yang sangat mulia.

Dalam kitab Khidmatul Asyirah, Habib Ahmad menambahkan catatan beberapa orang yang terkemuka serta para ulama yang hidup sekitar tahun 1307-1365 H. Saat menulis kitab ini sekitar tahun 1363 Habib Ahmad menghitung terdapat lebih dari 300 qabilah, dan kitab ini pertama kali diterbitkan di Solo pada Rabiul Awal 1365 H. Dari sekitar 20 buah bukunya, Ahmad bin Abdullah Assagaf sempat menulis sejarah Banten berjudul Al-Islam fi Banten (Islam di Banten).

Karangannya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Fatat Garut (Gadis Garut) berupa roman kehidupan multietnik Indonesia di awal abad ke-20 oleh penerbit Lentera pada tahun 1997 dan diterjemahkan oleh Drs. Ali bin Yahya. Karya sastra ini sangat indah dan patut untuk dibaca karena banyak mengandung budaya bangsa dan syair-syair.

Karya-karyanya yang lain banyak disebarluaskan di madrasah-madrasah sebagai buku wajib pelajaran sekolah baik dalam mau pun di luar negeri. Diantaranya adalah cerita-cerita yang berisi masalah pendidikan seperti Dhahaya at-Tasahul, dan Ash-Shabr wa ats-Tsabat (berisi tentang cara hidup yang baik di dalam masyarakat untuk mencapai kemulian dunia dan akhirat), buku-buku pendidikan dan ilmu jiwa, sejarah masuknya Islam di Indonesia dan lain-lain.
 

4. Keteladanan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf

Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf dikenal sangat gemar mengadakan perjalanan ke berbagai negeri tetangga untuk menemui ulama-ulama dan mengadakan dialog dengan para cendekiawan, sehingga beliau sangat dikagumi oleh pusat-pusat ilmiah pada masa itu.

Keahlian Habib Ahmad didalam syair mendapat pengakuan dari banyak ahli syair di negara Arab. Selain itu Habib Ahmad juga punya keahlian di bidang kerajinan tangan dan elektronika dan pernah membuat sebuah alat musik yang dinamakan Alarangan.

Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf mendapat kepercayaan untuk memimpin sebuah Madrasah. Berbagai perubahan demi kemajuan dalam pendidikan mulai beliau rintis, di antaranya dengan membuka kelas-kelas baru bagi para pelajar, menyusun tata tertib bagi pelajar, mengarang buku-buku sekolah serta lagu-lagu untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang beliau susun diantaranya terdiri dari buku-buku agama, sastra dan akhlaq.

Keberhasilannya dalam memimpin sekolah dan menciptakan sistem pendidikan, mengundang perhatian yang luas dari pemerhati masalah pendidikan baik dalam maupun luar negeri, seperti dari Malaysia dan Kesultanan Gaiti di Mukalla.

Selain di bidang Pendidikan beliau adalah salah satu pakar nasab di Indonesia yang meletakkan dasar-dasar ilmu nasab. Selain dikenal sebagai pakar ilmu nasab yang jempolan, beliau juga dikenal sebagai wartawan, sastrawan dan guru bagi banyak orang pada masa kemerdekaaan RI.

Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf bekerja keras untuk menyempurnakan isi buku ini walaupun beliau mempunyai kesibukan yang luar biasa baik di Rabithah Alawiyah maupun sebagai pengajar di Jami’at Kheir. Segala rintangan dihadapinya dengan penuh ketegaran dan semangat pantang mundur dengan satu tekad menyusun sejarah nasab Alawiyin merupakan pekerjaan yang sangat mulia.
 

5. Referensi

Diambil dari berbagai sumber.

Semoga Beliau mendapatkan Tempat yang Mulia Disisi NYA. Aamiin.
Lahul Al Fatihah

Catatan : Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 27 Juli 2016
Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan revisi di beberapa bagian.
Editor  : Achmad Susanto

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya