Keutamaan di Hari Jumat Menurut Para Ulama

 
Keutamaan di Hari Jumat Menurut Para Ulama
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta -  Allah memuliakan umat Muhammad shallallahu 'alahi wasallam dengan hari Jumat, yang tidak diberikan kepada umat-umat nabi terdahulu. Terdapat beberapa dalil yang menunjukan keutamaan hari Jumat. Bahkan ada beberapa ulama yang secara khusus menjadikannya dalam satu bentuk karya, seperti kitab al-Lum’ah Fi Khashaish al-Jumat, karya Syekh Jalaluddin al-Suyuthi.

Berikut ini di antara dalil yang menyebutkan keutamaan hari Jumat. Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits:

سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

“Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat”.

Mengapa langit, bumi, batu dan benda-benda mati lainnya mengalami kekhawatiran? Padahal benda-benda tersebut merupakan makhluk yang tidak bernyawa?

Syekh Ihsan bin Dakhlan dalam Manahij al-Imdad menjelaskan sebagai berikut:

أَيْ يَخْلُقُ اللهُ تَعَالَى لَهَا إِدْرَاكًا لِمَا يَقَعُ فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ فَتَخَافُ...الى ان قال....وَالسِّرُّ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ السَّاعَةَ كَمَا تَقَدَّمَ تَقُوْمُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بَيْنَ الصُّبْحِ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ فَمَا مِنْ دَابَّةٍ اِلَّا وَهِيَ مُشْفِقَةٌ مِنْ قِيَامِهَا فِيْ صَبَاحِ هَذَا الْيَوْمِ فَإِذَا أَصْبَحْنَ حَمِدْنَ اللهَ تَعَالَى وَسَلَّمْنَ عَلَى بَعْضِهِنَّ وَقُلْنَ يَوْمٌ صَالِحٌ حَيْثُ لَمْ تَقُمْ فِيْهَا السَّاعَةُ

“Maksudnya, Allah menciptakan kepada makhuk-makhluk tidak bernyawa ini pengetahuan tentang hal-hal yang terjadi pada hari Jumat tersebut. Rahasia dari kekhawatiran mereka adalah bahwa hari kiamat sebagaimana telah dijelaskan terjadi pada hari Jumat di antara waktu Subuh dan terbitnya matahari. Maka tidaklah binatang-binatang kecuali khawatir akan datangnya hari kiamat pada pagi hari Jumat ini. Saat pagi hari tiba, mereka memuji kepada Allah dan memberi ucapan selamat satu sama lain, mereka mengatakan; ini hari baik. Kiamat tidak terjadi pada pagi hari ini”. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).

Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abdillah bin ‘Amr bin al-‘Ash sebuah hadits:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ

“Tiada seorang Muslim yang mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur”.

Syekh Ihsan bin Dakhlan dalam kitab Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286 cetakan Pondok Pesantrena Jampes Kediri, mengutip keterangan dari Imam al-‘Azizi bahwa hadits tersebut mencapai derajat hadits Hasan.

Ulama berbeda pendapat mengenai maksud terjaganya orang yang wafat di hari Jumat dari fitnah kubur. Menurut Imam al-Manawi orang tersebut tidak ditanya Malaikat di kuburan. Sedangkan menurut pendapat yang dipegang oleh Imam al-Zayadi, bahwa orang yang mati di hari Jumat tetap ditanya malaikat, namun ia diberi kemudahan dalam menjalaninya.

Syekh Ihsan bin Dakhlan mengatakan:

قَالَ الْمَنَاوِيُّ بِأَنْ لَا يُسْأَلَ فِيْ قَبْرِهِ اِنْتَهَى وَهَذَا خِلَافُ ظَاهِرِ الْحَدِيْثِ وَالَّذِيْ اِعْتَمَدَهُ الزَّيَادِيُّ أَنَّ السُّؤَالَ فِي الْقَبْرِ عَامٌّ لِكُلِّ مُكَلَّفٍ اِلَّا شَهِيْدَ الْمَعْرِكَةِ وَمَا وَرَدَ فِيْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَنَّهُمْ لَا يُسْئَلُوْنَ مَحْمُوْلٌ عَلَى عَدَمِ الْفِتْنَةِ فِيْ الْقَبْرِ أَيْ يُسْئَلُوْنَ وَلَا يُفْتَنُوْنَ. 

“Maksud dari hadits tersebut, Imam al-Manawai mengatakan dengan sekira ia tidak ditanya malaikat di kuburnya. Pendapat al-Manawi ini menyalahi makna zhahirnya hadits. Pendapat yang dipegang Imam al-Zayadi bahwa pertanyaan malaikat di alam kubur menyeluruh untuk setiap orang mukallaf kecuali syahid yang gugur di medan pertempuran. Keterangan yang menyebutkan bahwa segolongan ulama tidak ditanya malaikat di alam kubur diarahkan pada arti ketiadaan fitnah, maksudnya mereka tetap ditanya malaikat dan tidak mendapatkan fitnah”. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).

Menjalankan shalat Jumat merupakan hajinya orang-orang yang tidak mampu. Imam al-Qadla’i dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

اَلْجُمُعَةُ حَجُّ الْفُقَرَاءِ

“Jumat merupakan hajinya orang-orang fakir”.

Terkait hadits tersebut, Syekh Ihsan bin Dakhlan menjelaskan:

يَعْنِيْ ذَهَابُ الْعَاجِزِيْنَ عَنِ الْحَجِّ اِلَى الْجُمُعَةِ هُوَ لَهُمْ كَالْحَجِّ فِيْ حُصُوْلِ الثَّوَابِ وَاِنْ تَفَاوَتَ وَفِيْهِ الْحَثُّ عَلَى فِعْلِهَا وَالتَّرْغِيْبُ فِيْهِ. 

“Maksudnya, berangkatnya orang-orang yang tidak mampu berhaji menuju shalat Jumat, seperti berangkat menuju tempat haji dalam hal mendapatkan pahala, meskipun berbeda tingkat pahalanya. Dalam hadits ini memberi dorongan untuk melakukan Jumat”. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.282, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).

Dalam hadits lain disebutkan:

مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا

“Barang siapa membasuh pakaian dan kepalanya, mandi, bergegas Jumatan, menemui awal khutbah, berjalan dan tidak menaiki kendaraan, dekat dengan Imam, mendengarkan khutbah dan tidak bermain-main, maka setiap langkahnya mendapat pahala berpuasa dan shalat selama satu tahun. (HR. Al-Tirmidzi dan al-Hakim).

Hadits ini menurut Imam al-Tirmidzi berstatus hadits Hasan dan menurut al-Hakim mencapai derajat hadits Shahih.

Dalam hadits Imam Muslim disebutkan:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ

“Barang siapa berwudlu kemudian memperbaiki wudlunya, lantas berangkat Jumat, dekat dengan Imam dan mendengarkan khutbahnya, maka dosanya di antara hari tersebut dan Jumat berikutnya ditambah tiga hari diampuni”. (HR. Muslim).

Muslim yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan dinanugi cahaya di antara dua Jumat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنْ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ 

“Barang siapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, maka Allah memberinya sinar cahaya di antara dua Jumat”. 

Hadits tersebut diriwayatkan dan dishahihkan oleh imam al-Hakim.

Nabi menganjurkan agar memperbanyak membaca shalawat pada hari Jumat. Dalam sebuah hadits ditegaskan: 

أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا 

“Pebanyaklah membaca shalawat kepadaku di hari dan malam Jumat. Barangsiapa membaca shalawat untuku satu kali, maka Allah membalasnya sepuluh kali”.

Hadits tersebut diriwayatkan al-Baihaqi dengan beberapa sanad yang baik (hasan).

Demikianlah penjelasan mengenai keutamaan hari Jumat. Masih banyak lagi dalil-dalil yang menyebutkan keutamaan hari Jumat, jauh lebih banyak dari apa yang telah disebutkan di atas. Semoga bermanfaat. Semoga kita senantiasa mendapat taufiq dari Allah untuk bisa menjalankan amaliyyah di hari Jumat dengan konsisten. 

 


Catatan: Artikel ini telah dipublikasikan sebelumnya pada 22 Maret 2019, Editor melakukan penyelarasan bahasa dan editing untuk penyesuaian kaidah.

 

_______

Editor: Athallah Hareldi