Rindu

 
Rindu

LADuNI.ID - Kerinduan itu menyakitkan, melupakannya kadang menjadi penawarnya. Namun, bila tak ada rindu, hati terasa kering kerontang, bagai mentari menjejal sahara, yang tak ada tetes embun menyapa. Kerinduan itu menyakitkan, namun bila rasa rindu tak datang, sakit semakin mencekam.

Bagai Rindu Ra'il binti Ramail (Yang Bergelar Zalikha atau Zulaikha) pada Yusuf, yang sudah lama tidak berjumpa, jeruji penjara memisahkannya, Ra'il benar-benar tidak kuasa menahan rindu itu, kemudian ia meminta sipir untuk memukuli Yusuf agar terdengar suaranya, yang sudah lama suara itu menghilang.

Kepala penjara dengan jujurnya menyampaikan kabar itu pada Yusuf, "Ratu memerintahkanku untuk memukulmu, agar ia dapat mendengar suaramu, tapi aku tidak benar-benar memukulmu, aku hanya akan memukul lantai penjara ini, dan berteriaklah kesakitan." Hal tersebut dilakukan sipir beberapa hari, tetapi Zalikha sangat mengerti, ini bukan suara kesakitan, suara yang diharapkan olehnya. Lalu Zalikha berkata kepada sipir itu: "Aku ingin kau benar-benar memukul Yusuf." Sipir itu pun meyakinkan Zulaikha, bahwa ia benar-benar melakukannya, tetapi Zalikha membantah, bahwa sipir itu tidak memukulnya. "Bila kau benar-benar memukulnya, aku sudah merasakan suara jeritan kulitnya, sebelum teriakan mulutnya".

Sipir itu menemui Yusuf, dan menceritakan apa yang terjadi dengan Zalikha, "Lakukanlah apa yang ia perintahkan", Kata Nabi Yusuf. Sejurus kemudian, Sipir itu mengambil cambuk dan mencambuknya, dan pada saat itulah, suara tubuh Yusuf terdengar Zalikha sebelum teriakannya, dan ia meminta Sipir untuk mencambuknya lebih keras lagi, "Sekarang hatiku, benar-benar luluh dan indah" Kata Zalikha, setelah cambukan itu membuat Yusuf berteriak. (Diambil dari Silsilah Qishsha Yusuf wa Zalikha, Qishatu 'isyqi Zalikha)

Rindu itu kan selalu datang bertandang, karena masih ada cinta mendekam. Ia tak kan pernah mengering dan tak kan pernah berhenti mengalir, selagi rasa bergerak tuk menemukan samudera kasih. Seperti air sungai yang terus bergerak, menghentak, menerobos tuk menemukan samuderanya. Rindu itu akan selalu ada, buat seseorang yang dicinta. .

Rindu, bagaimana Thalhah yang tidak mau melepas tubuh Nabi, dipeluknya erat, dan menciumi jenggot sang kekasihnya itu. Pertemuan dengannya, bagai tetes air di kerongkongan yang kering. .

Rindu bagai karang di lautan, lautpun tak mampu menghenpaskan. Bagai Shahabat Nabi yang bangga dengan giginya yang ompong, bahkan tidak ingin dipasang gigi lagi, karena gigi itulah yang menarik rantai yang membelit Nabi dalam perang Uhud, ia tak ingin giginya terpasang karena takut kerinduannya tercerai padanya. Sungguh, kerinduan itu mempesona. .

Belum lagi Ukasyah yang membuat tangis seisi masjid berderai. Meminta Rasul membuka bajunya, hanya agar dapat menyentuh tubuh surganya. Bahkan Umar bin Khattab pernah dengan lantang berkata, "Tiada seorangpun yang kudengar dan ia mengatakan Nabi wafat, melainkan akan kupancung dengan pedangku ini! " ini sunggu rindu di atas rindu, pedih kehilangan sang kekasih yang paling kasih. .

Bila ia lupa untuk rindu, sepertinya sudah mulai tergerus cinta itu, semakin rindu, cinta itu semakin mengakar kuat. Maka tidaklah pernah ada, cinta tanpa rindu, karena dimana ada asap, di situlah api menguap.

Rindu padaNya, membawa rindu-rindu indah pada hambaNya.

Oleh: Halimi Zuhdy

 

 

Tags