Pengalaman Santri tentang Keajaiban Mbah Maimun

 
Pengalaman Santri tentang Keajaiban Mbah Maimun

Oleh KHAFIF AHMARUDDIN

LADUNI.ID, Jakarta - Saat saya mondok di Al-Anwar Sarang, sering menemui hal ajib tentang Syaikhina wa murobbi ruhina Simbah KH Maimun Zubair, di antaranya sekitar tahun 2009, saat ngaji ahadan jam 11.30an siang, dengan terik matahari yang panas menyengat karena memang waktu itu musim kemarau, hingga kipas di musholla pengajian pun seakan tak begitu berefek mengademkan para Muhibbin pengajian yang datang dari berbagai daerah.

Meski dengan sedikit keringat membasahi dahi para mustami'in, namun tak mengurangi kenikmatan mereka dalam mendengarkan dan meresapi pengajian Syaikhina.

محمد بشر لا كالبشر

اى محمد عرب لا كالعرب

"Kanjeng nabi Muhammad itu orang Arab, tapi tidak seperti orang Arab umumnya."

"Umumnya orang Arab itu kalau ditinggal mati istrinya malah tambah seneng (bisa cari lagi)."

"Lha kanjeng nabi tidak, beliau ditinggal wafat sayyidah Khodijah sangat sedih (karena kecintaannya kepada sayyidah Khodijah dan begitu berjasanya sayyidah Khodijah kepada beliau)."

"Sampai pada waktu yang lama pun tetap saja sedihnya masih terus ada. Setiap kali kanjeng nabi bertemu dengan kerabat sayyidah Khodijah beliau pasti menangis seakan yang terlihat adalah sayyidah Khodijah, karena kecintaan dan rasa sedih beliau ditinggal sayyidah Khodijah."

Syaikhina berhenti dan menunduk saat keterangan ngajinya sampai di situ.

Saya yang waktu itu duduk di barisan depan dan cukup dekat dengan meja Syaikhina, memberanikan diri untuk memandangnya. Syaikhina terlihat menangis haru seakan rindu berat dengan kanjeng Nabi dan sayyidah Khodijah.

Pada saat itu juga, langit yang tadi terlihat cerah panas musim kemarau, seketika teduh dan hujan "gemrajak". Hingga para jama'ah "tolah-toleh" menyaksikan hal yang ajib tersebut.

Langit seakan ikut haru menangisi kerinduan Syaikhina kepada Kanjeng Nabi dan ummil mu'minin pertama itu.

Tak selang lama beliau kembali memandang kitab Tafsir Jalalain-nya dan melanjutkan ngajinya lagi. Seketika itu juga hujan berhenti dan langit kembali pada keadaan semula.

Dan ternyata hanya sekitar pondok saja yang diguyur hujan, halaman rumah tetangga yang berdekatan pun masih sangat kering.

Subhanallah.. .

Itulah sedikit kesaksian saya atas keagungan haliyah beliau. Tak heran jika dari didikan beliau tercetak ribuan kiai di penjuru negeri ini, bahkan ratusan di antaranya kiai dengan kualitas bintang lima. Hal itulah yang belum bisa ditemukan pada kiyai lain yang sekurun dengan beliau.

Meski tergolong santri kelas teri, saya sangat bersyukur ditakdirkan Allah SWT menjadi bagian dari santri santri beliau.

اَللَّهُمَّ اغْفِر لِشَيِخِنَا ميمون زبير  وَارْحَمْهُ، وَأَكْرِمْهُ بِرِضْوَانِكَ الْعَظِيْمِ، فِي مَقْعَد الصِّدْقِ عِنْدَكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

رَبِّ فَانْفَعْنَا بِبَرْكَتِهِمْ # وَاهْدِنَا الْحُسْنَى بِحُرْمَتِهِمْ

وَأَمِتْـنَا فِي طَرِيْقَتِهِمْ # وَمُعَـافَاةٍ مِنَ الْفِتَنِ

Wallahul musta'an


Artikel ini ditulis oleh Khafif Ahmaruddin