Bagi Pelaku Thariqat, Mursyidmu Adalah Cerminmu

 
Bagi Pelaku Thariqat, Mursyidmu Adalah Cerminmu

Foto: Ilustrasi (laduni.id)

LADUNI.ID, Jepara - Ilmu "lahiriyah" seperti Matematika diturunkan atau diajarkan secara lahiriah dengan cara bertemu antara guru dan murid. Sedangkan ilmu batin, seperti tasawuf, khususnya Thariqah (baca Tarekat) diturunkan secara rohani atau batin dari Mursyid ke Salik.

Pentingnya hubungan rohani antara Mursyid  dalam dunia Thariqat dilakukan pada waktu pertama kali  masuk Thariqat, dengan cara  bai'at. Dengan baiat, Salik, menyatukan batinnya dengan mursyid serta menyatakan siap menerima arahan dan  bimbingan dari gurunya.

Penyatuan batin Salik pada batin Guru Mursyid secara sempurna, akan membuka hijab antara Salik dan Mursyid, lalu batinnya akan melebur dalam batin Mursyid, dan menerima seluruh limpahan cahaya guru secara sempurna, maka ia bisa memahami apa yang difahami gurunya, mengerti apa yang dimengerti gurunya.

Dengan penyatuan bahkan peleburan rohani tersebut, maka pembelajaran maupun pemberian bimbingan  antara Salik dan Mursyid tidak harus bertemu secara lahir, tapi bisa secara rohani, salah satunya melalui mimpi.

Dalam buku "Suluk Santri Tarekat" karya KH. Habibullah Huda, LC. Dikisahkan bahwa Syeh Abu Yazid Al-bustomi adalah salah satu mursyid yang memberikan pelajaran kepada saliknya melalui mimpi. Ada sebuah kisah, salah satu murid, Syeh Abu Yazid Al-bustomi bermimpi, dalam mimpinya melihat Syeh Abu Yazid wajahnya seperti babi.

Ketika bangun, ia menjadi bingung dengan mimpinya, setelah dipendam berhari-hari, ia tambah gelisah dengan mimpinya. Akhirnya ia menemui Syeh Abu Yazid untuk mengutarakan mimpinya.

Setelah sekian lama ia terdiam, karena takut Syeh Abu Yazid marah, ia memberanikan diri dan menceritakan prihal mimpinya, lalu setelah mendengar cerita dari muridnya, Syeh Abi Yazid diam beberapa sa'at, lalu berkata : "Aku adalah cermin dari wajah muridku, maka engkau dapat melihat wajahmu pada diriku, lalu engkau mengira bahwa gambaran dirimu itu adalah gambaran dariku?"

Seketika orang tersebut menangis, karena telah menilai gurunya dengan penilaian yang salah, dan menyadari bahwa dalam dirinya sangat dominan sifat hewan Babi.

Sifat dari hewan Babi adalah senang dengan kekotoran dan juga ia berjalan lurus tapi menabrak apa saja yang ada didepannya, baik itu perbuatan baik maupun salah.

Selain itu babi tidak memiliki rasa cemburu, ia akan membiarkan perbuatan tidak senonoh yang dilakukan pihak lain terhadap keluarganya, begitulah bila manusia memiliki karakter babi dalam dirinya.

قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَلِكَ مَثُوبَةً عِندَ اللّهِ مَن لَّعَنَهُ اللّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُوْلَـئِكَ شَرٌّ مَّكَاناً وَأَضَلُّ عَن سَوَاء السَّبِيلِ

“Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi  dan (orang yang) menyembah thaghut ?”. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” [QS. Al-Maaidah: 60).

Penilaianmu terhadap mursyidmu adalah gambaran dirimu, jika kau menilai negatif terhadap mursyidmu, buka beliau yang salah, karena beliau adalah cermin bagimu.

Abi Husna
(Darwis Nusantara)