Biografi KH. Abdul Ghoni

 
Biografi KH. Abdul Ghoni

Daftar Isi Profil KH. Abdul Ghoni

  1. Kelahiran
  2. Keluarga
  3. Pendidikan
  4. Mendirikan Pesantren
  5. Teladan

Kelahiran

KH. Abdul Ghoni lahir di Rangkah Buntu, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya. Beliau merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan bapak H. Abu Bakar alias 'Ashiman (nama sebelum menunaikan ibadah haji) dengan ibu Yatimah.

Nama kecil beliau KH. Yatiman kemudian setelah mondok diganti menjadi Abdul Ghoni.

Keluarga

Ketika waktu berdakwah di daerah Kali Lom (sekitar Kedung Cowek), beliau sempat diambil menantu oleh seorang tokoh di lingkungan tersebut, meski akhirnya tak bertahan lama dan terpaksa berpisah. Tapi tak lama kemudian, sekitar tahun 1936 salah seorang kiai di daerah Kedung Pengkol, yaitu KH. Ishaq bin Idris, berminat untuk menjadikannya sebagai menantu, akhirnya KH. Abdul Ghoni dinikahkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Siti Ashfiyah.

Pendidikan

Latar belakang riwayat pendidikan KH. Abdul Ghoni baik formal maupun informal kurang begitu diketahui, yang jelas banyak dikisahkan bahwa beliau juga pernah mengaji (nyantri kalong, santri yang tidak tinggal di pondok) kepada KH. Dahlan Ahyat, Kebon Dalem - Surabaya.

Disamping itu, beliau juga sering mengikuti majlis taklimnya KH. Muhammad bin Yusuf, Sukodono, Surabaya, dan masih banyak guru beliau, seperti Abuya As Sayyid Muhammad Al Maliki (yang kebetulan pernah datang ke pondok rangkah), KH. Ma'ruf Kedung lo, Mbah Wali Idris (rangkah II), Mbah KH. Anwar Rangkah, Mbah KH. Wahab Chasbulloh Jombang dan juga Mbah KH. Romli Tamim Peterongan Jombang yang menjadi Guru (bai'at) dalam dunia Thariqoh dan Tasawwuf. Selain itu Beliau juga sering sowan ke Habib Muhammad Bin Husein Al Aidrus (Habib Neon).

Pernah di ceritakan Oleh KH. Mashduqi (Putra ke 3 /Kakak KH. Miftahul Akhyar) bahwa beliau pernah sowan Ke Habib Neon menceritakan perihal hal ihwal putra pertamanya yang majdzub (KH. Ahmad Baidhowi) yang suka nyeleneh dan tidak pernah pulang, kemudian dijawab oleh Habib Neon "biarkan saja, nanti kalo sudah matang pulang sendiri".

KH. Abdul Ghoni juga berguru kepada Syekh Masduqi Lasem (juga besan), KH. Zubair Sarang, KH. Abdul Hamid Pasuruan dan masih banyak lagi guru beliau. Dan salah satu Guru beliau yang selalu hadir di acara rutinan Haul Syekh Abdul Qodir Al Jilany di rangkah, yaitu Habib Abdulloh bin Abdul Qodir Bilfaqih Malang.

Mendirikan Pesantren

Awal berdirinya Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Bahrul Ulum, KH. Abdul Ghoni sebagai pengasuh mulanya hanya mendirikan sebuah langgar (musholla) yang biasa digunakan untuk kegiatan pengajian umum. Dan pada sore hari digunakan untuk mengajarkan al-Qur'an (semacam TPQ) bagi anak-anak penduduk di lingkungan sekitar tempat tinggal beliau. Dengan dibantu oleh penduduk setempat, terutama H. Syukri sebagai penyandang dana, langgar itu kemudian makin berkembang dan menjadi pusat dakwah di daerah tersebut.

Pada tahun 1959, sebuah madrasah sangat sederhana yang dinamakan Tahsinul Akhlaq didirikan sebagai cikal bakal berdirinya pesantren tersebut. Madrasah tingkat dasar atau ibtida'iyyah ini dikelola sendiri oleh KH. Abdul Ghoni dan keluarganya yang turut menjadi pengajarnya disamping juga mendatangkan staf pengajar dari luar.

Disamping kesibukan mengajar di madrasah tersebut, KH. Abdul Ghoni masih tetap aktif melanjutkan dakwah keliling mengisi pengajian rutin di kampung-kampung di wilayah sekitar kecamatan Tambaksari, Kenjeran, dan Sukolilo.

Wafatnya sang guru, KH. Dahlan Ahyat di akhir tahun 1962, membuat KH. Abdul Ghoni dan para kiai Surabaya alumni Pesantren Kebon Dalem tergerak hatinya dan sepakat untuk berkhidmat bahu-membahu melanjutkan mengisi pengajian rutin tiap pagi hari di Kebon Dalem secara bergiliran.

Para kiai tersebut diantaranya yaitu KH. Thohir Syamsuddin (Peneleh), KH. Bashori Alwi (Kertopaten, sebelum pindah Singosari), KH. Muchtar (menantu KH. Dahlan Ahyat), KH. Bisyri Al-'Ali (Mojokerto) beserta beberapa kyai lain.

Dan pada pertengahan 1970-an posisi KH. Abdul Ghoni mengisi pengajian di Kebon Dalem tersebut ganti diteruskan oleh KH. Miftakhul Akhyar, putra beliau yang baru pulang dari nyantri di Lasem.

Pada sekitar tahun 1970, bersamaan dengan kepulangan putri beliau, Nyai Hj. Siti Muayyadah, dari menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren ternama di Jombang, didirikanlah sebuah bangunan pesantren putra dan putri yang dinamakan Tahsinul Akhlaq Bahrul Ulum. Dengan KH. Abdul Ghoni sebagai pengasuh, dan Nyai Hj. Siti Muayyadah sebagai ketua yayasannya yang membawahi dan mengurusi segala macam kebutuhan pesantren dan madrasah.

Adapun nama pesantren tersebut adalah diambil dari perpaduan nama Madrasah yang sudah ada sebelumnya, yaitu Tahsinul Akhlaq dan nama Bahrul Ulum yang dinisbatkan kepada sebuah Pesantren Tambak Beras, Jombang (tempat Nyai Hj. Siti Muayyadah dulu menuntut ilmu).

Ditangan Nyai Hj. Siti Muayyadah inilah madrasah terus berkembang, dan cakupannya mulai dari tingkat kanak-kanak (Raudlatul Athfal) hingga jenjang pendidikan menengah atas (Madrasah 'Aliyah). Dan pada tahun 1990-an yayasan ini berhasil membuka cabang madrasah di daerah kedinding. Bisa dikatakan beliau inilah yang memiliki peran sentral dalam membangun dan memajukan Pesantren dan madrasah Tahsinul Akhlaq Bahrul Ulum hingga beliau dipanggil kehadirat-Nya pada akhir 2007.

Teladan

Teladan yang dapat ditiru dari KH. Abdul Ghoni adalah ketekunan dalam menuntut ilmu, ikhlas, dan tak mau neko-neko dalam berjuang di jalan Allah SWT.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya