Biografi KH. Zuhri Zaini Paiton

 
Biografi KH. Zuhri Zaini Paiton

Daftar Isi Biografi KH. Zuhri Zaini Paiton

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Guru-guru Beliau
3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
2.1  Aktif di Organisasi
4.    Karya-karya Beliau
5.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Zuhri Zaini Paiton lahir pada 5 Oktober 1948 di Probolinggo. Beliau merupakan putra kelima dari pasangan KH. Zaini Mun’im dengan Nyai Nafi’ah.

Kelahiran beliau sangat dekat dengan KH. Abdul Haq Zaini, putra keenam yang lahir pada 5 Mei 1953. Bahkan, ketika Kyai Zuhri masih dalam masa-masa penyusuhan, Kyai Abdul Haq sudah lahir.

1.2 Riwayat Keluarga
KH. Zuhri Zaini Paiton menikah dengan Nyai. Bisyaroh Syuhud. Dari pernikahannya itu, beliau dikarunia 5 orang putra, yaitu :

  1. Hikmah Kamiliyah
  2. Nyai. Hanunah Nafi’iyah
  3. Gus Muhammad Imdad Robbani
  4. Nyai. Wahbatur Rohmaniyah
  5. Gus Muhammad Itsbat Syuhudi.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

KH. Zuhri Zaini Paiton memulai pendidikan pertama selama 6 tahun di Ma’had Al-Nasi’iyah Al-Islamiyah Nurul Jadid, sebuah lembaga setara Madrasah Ibtidaiyah. Sejak belajar di tingkat Madrasah Ibtidaiyah ini, Kyai Zuhri mempelajari berbagai ilmu dari berbagai kitab, seperti Jurmiyah, Mutammimah, dan Alfiyah.

Tidak hanya sampai di situ saja, untuk memperluas keilmuan beliau di bidang ilmu agama, Kyai Zuhri tetap memilih Pesantren Nurul Jadid sebagai tempat belajar di ADIPNU (Akademi Dakwah NU) atau PTID (Perguruan Tinggi Ilmu Dakwah) Nurul Jadid. Dari studi di ADIPNU/PTID selama 3 tahun inilah, beliau akhirnya menyandang gelar BA (singkatan dari Bachelor of Arts). Gelar ini dulunya dikhususkan untuk para sarjana ilmu-ilmu sosial, termasuk di dalamnya ilmu dakwah.

Tidak puas menyelesaikan studi di perguruan tinggi, Kyai Zuhri akhirnya memilih untuk kembali mendalami ilmu agama di Pesantren Sidogiri Pasuruan selama 3 tahun. Di sinilah, beliau belajar ilmu agama langsung dari KH. Cholil Nawawi, salah satu pengasuh pesantren tertua tersebut. Dari Sidogiri, beliau sempat melanjutkan studi ke PTIQ Jakarta meski hanya beberapa bulan karena terkendala masalah kesehatan.

2.1 Guru-guru Beliau

  1. KH. Zaini Mun’im (ayah KH. Zuhri Zaini)
  2. KH. Cholil Nawawi

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah Beliau

Sejak meninggalnya “trisula Nurul Jadid”, KH. Abdul Wahid (wafat 2000), KH. Abdul Haq (wafat 2009), dan KH. Nur Chotim (wafat 2013), KH. Zuhri Zaini Paiton mengemban amanah sendirian untuk mengatur manajemen kepesantrenan.

Meskipun disibukkan dengan berbagai kegiatan kemasyarakatan, Kyai Zuhri masih sempat ningkatkan kualitas pembelajaran dan pembinaan santri. Beliau masih memimpin pengajian kitab kuning secara reguler, menjadi imam Shalat Jum’at di Masjid Jami, yang terkadang pula dibantu oleh para putra dan ponakannya.

Beban kepemimpinan ini terus berlangsung selama kurang lebih 3 tahun sebelum pada akhirnya manajemen kepesantrenan berada di bawah komando KH. Abdul Hamid Wahid (putra pertama dari KH. Abdul Wahid Zaini) sebagai Kepala Pesantren.

Bagi KH. Zuhri Zaini Paiton, salah satu riyadhah (dalam bahasa Indonesia berarti ‘latihan-diri’) santri adalah taat pada peraturan pesantren. Beliau tidak pernah mengesampingkan peraturan pesantren, karena justru itulah bagian dari tirakat, latihan, riyadhah santri. Tirakat di sini tidak selalu harus bermakna puasa. Bagi mereka yang tidak mampu menjalankannya, berlatih menaati peraturan pesantren, menjaga nama baik pesantren, merupakan bagian dari upaya untuk mengubah diri sendiri.

Jika peraturan pesantren dilanggar, maka aspek latihannya menjadi berkurang atau bahkan sama sekali hilang. Untuk menjalani riyadhah secara maksimal, salah satu kuncinya adalah dengan kesabaran total. Hal ini dicontohkan langsung oleh kepribadian beliau sehari-hari yang konon nyaris tidak pernah menampakkan wajah kusam atau marah.

Beliau dikenal oleh banyak kalangan sebagai pengasuh yang lapang dada, yang hampir tak pernah menunjukkan sikap tidak nrimo atas yang dihadapinya seharihari. Hal ini pula yang membuat beliau seringkali menjaga diri untuk tidak berlebihan, menampilkan diri apa adanya. Kesederhanaan dalam bersikap, berpakaian, dan bertutur kata sangatlah tampak dalam diri Kyai Zuhri.

3.1 Aktif di Organisasi

KH. Zuhri Zaini Paiton sebenarnya telah aktif terlibat dalam organisasi sejak beliau masih di Madrasah Mu’allimin pertama (setara MTs) dengan menjadi anggota Ikatan Siswa Mu’allimin Pertama (ISMUP). Di periode selanjutnya, beliau juga terlibat dalam Ikatan Siswa Mu’allimin Atas (ISMIA).

Terlebih, pada saat beliau menjadi mahasiswa di ADIPNU/PTID dengan menjadi bagian dari Pengurus Senat Mahasiswa saat itu. Di luar aktivitasnya di kampus, beliau juga sempat menjadi anggota pada Himpunan Santri Daerah Probolinggo Pesantren Sidogiri.

Di Rabithah Ma’had Islamiyah, beliau berada dalam struktur RMI Cabang Kraksaan. Bahkan, beliau pernah masuk dalam jajaran struktur Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur. Akan tetapi, kesibukan beliau di tempat lain memaksanya tidak terlalu aktif di PWNU.

4. Karya-karya Beliau

KH. Zuhri Zaini Paiton lebih sering menulis tulisan-tulisan ringan di berbagai majalah lembaga pendidikan, utamanya majalah LPM Al-Fikr, atau majalah siswa Misi (SMA Nurul Jadid) dan Kharisma (MA Nurul Jadid). Tulisan-tulisan beliau pernah dibukukan sekitar tahun 2015 dan rencananya akan diperbarui kembali pada tahun 2018 dengan judul Menuju Saleh Sosial. Meski demikian, pendapat Kyai Zuhri mendapat banyak apresiasi dari kalangan akademisi.

Tidak sedikit dari mereka yang menulis pemikiran KH. Zuhri Zaini Paiton, misalnya pandangan Fiqih Tawasuth beliau (yang pernah dikaji oleh Moh. Dahlan dari IAIN Bengkulu) dan pemikirannya tentang Pesantren Inklusif (dalam sebuah disertasi karya Dr. Mursyid Romli dari UIN Sunan Ampel Surabaya).

5. Referensi

https://www.nuruljadid.net/

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya