Menengok Sumbangan Banyuwangi untuk Muktamar XXII NU di Jakarta

 
Menengok Sumbangan Banyuwangi untuk Muktamar XXII NU di Jakarta

LADUNI.ID, Jakarta - Pelaksanaan Muktamar ke-22 Nahdlatul Ulama di Jakarta pada 13 - 17 Desember 1959, dapat dikatakan memiliki hutang budi yang cukup besar kepada para warga Nahdliyin di Kabupaten Banyuwangi. Bagaimana tidak, kontribusi yang diberikannya luar biasa jika dibandingkan dengan sokongan dari Cabang-Cabang NU lainnya.

Pada laporan keuangan panitia Muktamar disebutkan total sumbangan dari berbagai Cabang NU mencapai 67.414 rupiah. Di antara itu, hampir 10 persennya dari Banyuwangi.

Sebagaimana diketahui, kala itu di Banyuwangi terdiri dari dua cabang. Selain Cabang Banyuwangi, adapula Cabang Blambangan. Keduanya pun sama-sama menyumbang. Cabang Blambangan menyumbang Rp3.000, sedangkan Cabang Banyuwangi menyetor Rp3.350. Total ada Rp6.350.

Sumbangan tersebut, jauh melampaui cabang-cabang lainnya. Cabang yang cukup besar di antaranya adalah Sidoarjo (Rp3.500), Tasikmalaya (Rp2.500) dan Kebumen (Rp1.500).

Jika dibandingkan dengan sumbangan dari Fraksi NU di DPR RI, sumbangan dari Cabang NU di Banyuwangi lebih dari dua kali lipatnya. Saat itu, Fraksi NU yang terdiri dari 45 orang hanya menyumbang Rp3.300 saja. Total ini, hampir setara dua kali gaji anggota DPR yang mencapai Rp1.700 per bulan.

Yang lebih mencengangkan lagi adalah sumbangan yang berupa in naturna. Cabang Blambangan menyumbang 150 Kg beras, sedangkan Cabang Banyuwangi mengirim 3 ton beras secara berangsur-angsur. Lagi-lagi jumlah tersebut tak ada yang mengimbanginya.

Sumbangan beras dari Banyuwangi yang mencapai 3.150 Kg tersebut, bukanlah hal yang aneh. Banyuwangi merupakan lumbung padi nasional. Pada dekade awal 60-an, jumlah produksi padi Banyuwangi terbesar di Jawa Timur.

Surat kabar Kompas edisi 14 Juli 1965 pada berita yang berjudul "Padi di Banyuwangi" menyebutkan harga beras sebelumnya berkisar pada harga Rp165 - Rp180 di pasaran. Dengan trend harga yang makin naik tiap tahunnya, maka asumsi harga padi pada 1959 mungkin seharga Rp100 per kilogram.

Jika mengacu pada asumsi harga tersebut, maka beras yang disumbangkan warga Nahdliyin Banyuwangi setara dengan Rp315.000. Bila ditambahkan dengan sumbangan uang tunai, maka diperkirakan kontribusi NU Banyuwangi dan Blambangan mencapai 321.350 rupiah.

Jumlah tersebut lebih dari empat kali lipat jumlah sumbangan uang yang masuk, baik dari Cabang NU maupun pribadi yang hanya mencapai Rp78.184.

Betapa luar biasanya kekuatan ekonomi dan kemandirian NU di Banyuwangi. Sebuah catatan sejarah yang patut diteladani.

(Komunitas Pegon)