Islam Wasathiyah dan Tonggak Negara Republik Indonesia

 
Islam Wasathiyah dan Tonggak Negara Republik Indonesia

LADUNI.ID, Jakarta - Begitu mulia dan pentingnya agama dalam kehidupan dan peradaban manusia, konstitusi menyatakan bahwa agama dan kehidupan beragama dengan Tuhan sebagai kekuatan absolutnya dengan nyata telah diakui. Sila kesatu Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi Negara Berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam sejarah berdirinya NKRI, keberhasilan kehidupan beragama berangkat dari praktik dan pengalaman beragama umat Islam Indonesia yang telah terbukti dan teruji dalam sejarah. Ekspresi agama sebagai penggerak peradaban cinta tanah air telah nyata terjadi jauh sebelum era penjajahan, era penjajahan, era perjuangan menegakkan kemerdekaan, dan era penegakan Negara.

Dalam konteks kehidupan beragama, prinsip Wasathiyatul Islam sebagai upaya penguatan kehidupan beragama bertolak dari kegagalan sebagian umat beragama dalam memahami pesan kemajuan dari ajaran agamanya. Ekspresinya adalah praktik al-ghuluw, yakni sikap berlebih-lebihan dalam tekstualisme dan rasionalisme. Ada dua hal kegagalan memahami sumber ajaran Islam, yaitu tekstualisme (tasyaddud/ifrath), liberalisme (tasahhul/ tafrith), sekularisme dan sinkretisme.

Tekstualisme menyebabkan umat Islam berpikir sempit dalam memaknai Islam sehingga menjadi stagnan, phobia kemajuan dan perubahan, dan tertinggal derap zaman. Model tekstualisme agama inilah yang telah dipolitisasi, dikapitalisasi, dan diideologisasi tidak saja oleh oknum umat Islam namun juga oleh oknum lainnya menjadi aksi ekstremisme dan terorisme berlatarbelakang pemahaman agama.

Jumhur Ulama sepakat bahwa teks-teks keagamaan yang bersifat pasti ketetapannya (qath‘iy al-tsubut) dan pasti secara makna (qath‘iy al-dalaalah) tidak bisa dijadikan objek pembaruan dalam keadaan apa pun, sedangkan teks-teks keagamaan yang maknanya bersifat zhanny (mengandung dugaan kuat) maka itulah yang menjadi wadah ijtihad. Sehingga tidak dapat memutlakkan satu pendapat yang masih bersifat zhanni sebagai kebenaran satu-satunya seperti yang dipaksaan oleh kalangan tasyaddudi.


*) Oleh Arif Fahrudin, Islam Wasathiyah Indonesia untuk Dunia, Mukadimah Hasil Komisi Penguatan Kehidupan Beragama, KUII-VII 2020 Bangka Belitung