Konsultasi Psikologi: Mendidik Anak agar Sportif

 
Konsultasi Psikologi: Mendidik Anak agar Sportif

Assalamu’alaikum wr wb

Anak kami, laki-laki, kelas 5 SD suka bermain futsal. Tiap minggu, dia rutin main futsal dengan teman-temannya. Ia juga ikut ekskul futsal di sekolah. Beberapa kali ikut pertandingan futsal mewakili sekolahnya. Namun, yang saya perhatikan, tiap kali timnya kalah, ia kemudian marah dan seringnya menyalahkan orang lain. Kalau sudah seperti itu, dia akan tenggelam dalam emosi negatif itu. Apa yang harus saya lakukan, Pak? Terima kasih…

 

Wa’alaikumsalam wr wb

Jawaban:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sebelumnya terima kasih Bapak/Ibu yang berkenan ikut berbagi dengan kami. Olahraga sebenarnya bisa dijadikan latihan yang baik untuk membangun karakter anak. Salah satu yang bisa dikembangkan dari olahraga adalah sikap sportif, menghargai yang menang dan mengakui kekalahan. Olahraga menjadi semacam miniature kehidupan yang sebenarnya. Dalam kehidupan tentunya emosi dan reaksi menghadap berbagai situasi dan masalah juga berubah, hingga nanti seseorang menemukan cara yang paling tepat dalam menghadapinya. Olahraga kelompok seperti futsal ini mengajarkan anak untuk mengalami berbagai macam emosi, termasuk senang dan malu, menang dan kalah, sukses dan gagal. Sebenarnya sikap tidak sportif seperti itu hal wajar dan sering muncul pada anak-anak. Namun, sikap sportif ini sangat penting dimiliki oleh seorang anak sebagai bekal dalam menjalani kehidupan kelak.  Ada beberapa cara yang bisa dilakukan.

Pertama, menjelaskan arti sportif. Ananda perlu diberi penjelasan apa yang dimaksud dengan sikap sportif agar ananda paham apa yang kita maksud. Misalnya, beri pemahaman tentang pentingnya untuk memahami keputusan wasit, menang dengan elegan dan tidak sombong, menerima kekalahan dengan lapang dada dan sebagainya.

Kedua, beri contoh konkrit. Seorang anak akan lebih mudah untuk memahami suatu jika diberikan contoh. Berikan contoh-contoh sikap sportif seperti menjabat tangan lawan, mengucapkan selamat atas kemenangan lawan, tetap tersenyum walau kalah, berjalan tegak saat meninggalkan lapangan, terima kasih kepada wasit, dsb. Anda perlu sampaikan juga, walaupun kalah, perilaku seperti itu tetap harus dilakukan.

Ketiga, jangan selalu bersikap harus menang. Orang tua perlu memberi kesempatan anak untuk belajar kalah dan tidak perlu untuk memberikan harapan harus menang di setiap pertandingan. Hal ini penting, agar anak menyadari bahwa suatu pertandingan itu selalu memiliki dua kemungkinan yaitu menang atau kalah. Dengan mengalami kekalahan, anak akan belajar bagaimana merasakan kekalahan dan akan belajar untuk lebih baik lagi. Anak menjadi tidak sportif bisa karena selama ini selalu berada dalam posisi sebagai pemenang.

Keempat, ajak introspeksi. Jika kalah, pelan-pelan ajak anak untuk mendiskusikan kekalahannya. Bantu anak untuk menemukan kesalahan yang membuatnya kalah. Setelah itu diskusikan kesalahan tersebut dan ajak anak untuk memperbaiki kesalahannya di kemudian hari.

Kelima, proses lebih baik daripada hasil akhir. Sampaikan kepada anak bahwa hasil akhir bukanlah segala-galanya. Proses selama pertandingan itulah yang lebih penting bagi anak untuk belajar banyak hal. Hindari pertanyaan seperti “Menang berapa poin?”, “Tadi menang?”, dan sejenisnya. Lebih baik tanyakan “Bagaimana pertandingannya tadi?”, “Bagaimana permainanmu”?, dsb.

Mungkin itu beberapa tips singkat yang bisa kami bagikan. Mudah-mudahan ada manfaatnya dan terima kasih sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salam hormat

Dr. Muhammad Fakhrurrozi, M.Psi, Psi
(Dosen Universitas Gunadarma – Instagram @fakhrurrozi)