Adzan Hanya untuk Panggilan Shalat?

 
Adzan Hanya untuk Panggilan Shalat?

LADUNI.ID, Jakarta - Banyak kalangan yang kurang memahami status adzan. Dikiranya adzan itu semata-mata hanya panggilan untuk shalat saja. Maka seringkali mereka yang kurang paham ini bikin keributan melulu di tengah masyarakat. Dia merasa lebih tinggi ilmunya dan mudah sekali menyalah-nyalahkan orang.

Padahal orang-orang yang dia salahkan itu yang justru lebih teredukasi dengan ilmu-ilmu keislaman ketimbang dirinya.

1. Adzan untuk bayi dianggap bid'ah, hanya semata-mata karena menuduh haditsnya dhaif.

Padahal dia sendiri tidak pernah belajar ilmu hadits. Apa yang dia tuduhkan sebagai dhaif itu ternyata sekedar copy paste belaka dari orang yang keabsahan ilmu haditsnya masih jadi polemik.

Sementara ada segitu banyak ulama, baik ahli hadits atau pun ahli fiqih yang mengakui keberadaan adzan untuk bayi. Termasuk juga para ulama mazhab Hambali pun menerima hadits adzan bayi ini.

2. Adzan ketika ada bencana alam, juga disalah-salahkan. Dituduhnya bahwa tidak ada hadits tentang adzan saat bencana. Dan tidak boleh melalukan qiyas dalam masalah ibadat ritual.

Padahal ketika istrinya nifas 40 hari juga tidak ada dalil yang melarang shalat atau puasa. Tidak bolehnya wanita nifas untuk shalat dan puasa 100% lantaran qiyas ke haidh. Siapa bilang tidak ada qiyas dalam ibadah?

3. Adzan ketika menurunkan mayat juga bernasib sama, dianggap mengada-ada dan bid'ah juga. Ngotot pula saat membid'ahkannya.

Setidaknya ada khilafiyah di kalangan para ulama dalam urusan adzan di kuburan, termasuk dalam ruang lingkup mazhab Syafi'i sendiri.

Intinya tidak masalah dengan fungsi adzan di luar urusan memanggil shalat. Dan yang membolehkannya bukan orang sembarangan. Sekelas Imam Nawawi yang merupakan muhaqqiq besar mazhab Syafi'i, dicintai dan dihormati oleh semua ulama mazhab empat.

Imam an-Nawawi mengatakan pendapat sebagaimana disebutkan oleh Ibn Hajar al-Haitami, salah seorang ulama syafi’i menyebutkan:

قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ، وَالْمَهْمُومِ، وَالْمَصْرُوعِ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا... 

Ada kalanya adzan disunahkan selain untuk penanda masuknya waktu shalat, seperti adzan di telinga anak yang baru lahir, adzan ketika keadaaan gundah gulana, orang yang terkena gangguan jin, saat marah, adzan saat menghadapi perilaku buruk dari manusia maupun hewan, ketika berkecamuk perang, ketika terjadi kebakaran, ketika menurunkan jenazah ke liang lahat dengan dalil qiyas terhadap anak yang baru lahir.

Pendapat ulama madzhab Syafi’i ini berdasarkan beberapa hadis berikut ini:

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ

Dari Ubaidillah ibn Abi Rafi’ dari bapaknya, dia berkata: Saya melihat Rasulullah saw. mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan ketika baru dilahirkan oleh Fathimah (HR. At-Tirmidzi)

Imam at-Tirmidzi mengatakan hadis ini shahih.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

Rasulullah SAW bersabda: Siapa saja yang mendapatkan kelahiran anak, kemudian mengumandangkan adzan di telinganya sebelah kanan, kemudian mengumandangkan iqamah di telinga kiri, maka dia tidak adak diganggu oleh Ummu Shibyan (salah satu jenis Jin yang menganggu anak bayi)

Madzhab Hanafiyah memiliki pendapat yang relatif sama seperti madzhab Syafi’i.

Madzhab Maliki juga membolehkan mengamalkan adzan-adzan tersebut sebagaimana yang disebutkan oleh madzhab Syafi'i.

Kalau pun ada yang membatasi, hanya Madzhab Hanbali sebagai pengecualian. Itu pun mereka masih mengakui  adzan di telinga bayi yang baru lahir.

Kesimpulannya seluruh ulama sepakat bahwa adzan bukan hanya sebatas untuk panggilan shalat semata.

KESIMPULAN

1. Di tengan umat yang sudah teredukasi baik oleh para ulama ini, tiba-tiba ada orang tak dikenal latar belakang pendidikan keilmuannya yang meracau mengharam-haramkan adzan di luar panggilan shalat.

2. Kalau pun tidak sependapat, bukan dengan menuduh bid'ah atau merasa diri paling benar. Tapi dengan menyampaikan baik-baik bahwa ada khilafiyah dalam urusan ini di tengah para ulama.

3. Sayangnya mereka ini dikader jadi militan oleh tokoh-tokoh siluman tak bertanggung jawab yang tidak berani menampakkan diri di muka publik. Tapi diam-diam mengkader anak muda miskin ilmu untuk menyuarakan pendapat kontroversialnya

4. Kacaunya lagi mereka ini rajin posting materi sesatnya itu dan menggunakan berbagai media untuk menimbulkan keresahan di tengah umat Islam.

5. Korban banyak berjatuhan khususnya di kalangan muslim perkotaan yang basic ilmu agamanya NOL BESAR. Kebetulan mereka lagi semangat 45 dalam berislam, lalu keracunan materi-materi menyesatkan macam ini.

6. Racun-racun kotor itulah yang menggemukkan tubuh mereka saat teriak dan memberondong tuduhan bid'ah ke segala arah.

(By. Ahmad Sarwat, Lc.MA)