Khutbah Jumat: Corona, Solidaritas dan Rekonsiliasi Antar Anak Bangsa

 
Khutbah Jumat: Corona, Solidaritas dan Rekonsiliasi Antar Anak Bangsa

LADUNI.ID, Jakarta - Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang ikut terjangkit Virus Corona atau Covid-19. Kepanikan sebenarnya sudah dimulai semenjak virus ini menyebar dari Wuhan, Tiongkok ke seluruh dunia. Di Indonesia juga sudah ditemukan kasus positif Covid-19. Dalam semangat yang sama bangsa Indonesia harus berbenah nyata karena dampak Covid-19 sangat serius terutama terhadap roda perekonomian. Sebagai wabah, di samping menghadirkan rasa pilu dan kesedihan, menjadi ajang menumbuhkembangkan empati dan solidaritas sosial. Di tengah wabah kita menyaksikan tumbuhnya tunas-tunas solidaritas.

Aksi solidaritas tersebut tampak dalam beragam aksi kemanusiaan, mulai dari mengalirnya dukungan sosial terhadap mereka yang menjadi korban, selain kesungguhan pemerintah mengatasi masalah ini. Meski jika kita amati tidak semua masyarakat memiliki solidaritas dan kepekaan yang tinggi dalam menghadapi wabah ini. Faktanya masih ada saja individu-individu atau kelompok yang saling menghujat dan menghina terkait kasus covid-19. Saling hujat dan menghina ini terjadi di media sosial.

Di era modern seperti sekarang ini, kebencian, saling hujat dan menghina tidak hanya menyebar dari mulut ke mulut. Tapi juga bisa menyebar melalui dunia maya atau media sosial. Seperti kita ketahui, media sosial yang berkembang saat ini begitu banyak penggemarnya. Hampir semua aktifitas manusia bisa dilakukan di media sosial.

Awalnya, media sosial hanya digunakan sebagai media untuk bertukar informasi, mencari teman, ataupun mengungkapkan ekspresi, media sosial telah berubah menjadi segalanya. Bahkan, hari ini tidak sedikit masyarakat yang lebih percaya informasi di media sosial dibandingkan media mainstream. Kuatnya provokasi di media sosial, juga menjadi pemicu semakin banyaknya masyarakat yang menjadi pelaku dan juga korban.     

Kondisi saat ini polarisasi masyarakat sangat nampak, ekses Pasca Pilpres masih sangat terasa dan belum berakhir hingga saat ini. Hal ini sangat melelahkan dan menguras enegi. Hampir tiap hari khususnya di media sosial kita disuguhi parade saling caci maki, saling menjatuhkan, saling hujat dan menghina satu sama lain, semua menganggap paling benar tidak peduli kondisi Negara yang sedang dilanda wabah covid-19. Al-Qur’an melarang keras perilaku yang suka mencaci atau mengolok-olok itu. Dalam Surat Al Hujurat ayat 11 Dijelaskan:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Janganlah wanita mengolok-olok wanita yang lain karena boleh jadi wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling mencaci dan memberi nama ejekan…. ” (QS.AL-Hujurat :11).

Allah SWT melarang kita untuk menghina orang lain yakni dengan meremehkan dan saling mengolok-olok satu sama lain. Sebagaimana yang disebutkan Hadits shahih dari Rasulullah SAW beliau bersabda:“Takabbur adalah menentang kebenaran dan meremehkan (merendahkan) manusia,” (HR Muslim)

Problem masyarakat kita yang sudah gemar saling menghina dan mencaci ini harus segera diakhiri karena berpotensi memecah NKRI, perlu adanya rekonsiliasi nasional, adanya wabah covid-19 seharusnya dimanfaatkan untuk menumbuhkembangkan kepekaan dan solidaritas juga mempersatukan bangsa menghilangkan sekat-sekat perbedaan, agar wabah yang sedang menjangkit di negeri ini dapat berakhir.

Dalam menghadapi wabah global ini kita seharusnya memunculkan kepekaan nurani sebagai manusia yang beradab, yakni solidaritas dan kepekaan yang tinggi. Sebagai nilai dasar kesejahteraan sosial, solidaritas perlu terus direvitalisasi sesuai dengan konsep kemanusiaan yang berkembang. Pierre Bourdieu (1986), dalam bukunya The Forms of Capital membedakan tiga bentuk modal, yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Dia mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya yang aktual atau potensial terkait dengan hubungan yang yang erat antar masyarakat.

Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial terus teruji dalam beragam peristiwa sejarah, termasuk dalam situasi pandemi yang menelan banyak korban. Sebagai bangsa besar dan menjunjung tinggi solidaritas kita mempunyai pengalaman mengatasi beragam musibah besar. Sebut saja tsunami Aceh, gempa Yogya, gempa Lombok, serta aksi kekerasan di Papua dan Sampit.

Islam sendiri memiliki pandangan tersendiri mengenai tindakan sosial yang berupa tolong-menolong dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman dalam Surat al-Mâidah ayat 2 yakni:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong (kerjasama) dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya

Perintah tolong-menolong dalam agama ini kerap direpresentasikan dalam aksi kepedulian dan solidaritas sosial antar sesama, apalagi dalam menghadapi wabah pandemic yang entah kapan akan berakhir.

Dalam pandemic dan musibah apapun selalu ada jalan untuk keluar dari kesulitan. Mestinya belajar dari musibah dan tragedi di masa lalu,  hal ini agar kita mampu melampui wabah Covid-19 ini dengan baik. Solidaritas sosial pada masa lalu telah berfungsi dengan sangat baik pada berbagai musibah di Tanah Air. Solidaritas sosial telah merekatkan persatuan dan melepaskan status siapa kawan dan siapa lawan. Covid-19 seharusnya jangan dipandang sebagai ancaman yang tidak teratasi. Waspada tetapi tidak panik. Siaga tetapi tetap fokus. Di masa lalu aneka cobaan di tengah perbedaan pandangan politik sekalipun seakan meluruh ketika dihadapkan persoalan kemanusiaan. Solidaritas sosial berfungsi sebagai jaring pengaman sosial pada saat berbagai kesulitan hidup mendera.

Hadirnya wabah menumbuhkan ingatan akan kesadaran kolektif bahwa melakukan sekecil apapun aksi untuk mereka yang menjadi korban dirasa relevan. Perbuatan sekecil apapun sangat berarti bagi orang yang membutuhkan. Termasuk tidak menyalahkan mereka yang menjadi korban. Kita hadapi wabah ini dengan kepala tegak bahwa bangsa ini mampu melampui kesulitan. Semua harus diajak untuk menghadapi kenyataan bahwa musibah sudah di depan mata dan siapapun dapat kena. Tidak ada alasan saling menyalahkan karena sejatinya kita adalah makhluk sosial yang selalu solider pada yang lain. Dengan solidaritas sesama sejatinya merupakan modal sosial yang ampuh untuk menghadapi musibah global ini. Modal sosial adalah modal dahsyat bangsa ini untuk bangkit bersama dari keterpurukan.

Oleh: Ahmad Baedowi, M.Si.