Shalat yang Sanadnya Sampai pada Baginda Rasulullah SAW

 
Shalat yang Sanadnya Sampai pada Baginda Rasulullah SAW

LADUNI.ID, Jakarta - Shalat lima waktu adalah ibadah yang sangat diwajibkan, karena shalat serupa tiang yang akan menyangga segala hal dalam aktivitas kehidupan kita. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam potongan ayat Al-Qur’an Surat Al-‘Ankabut ayat 45,

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ

Innasshalaata tanhaa ‘anil fakhsyaa’I wal munkar

Artinya: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar”.

Namun demikian, banyak umat Islam yang sudah melaksanakan shalat lima waktu akan tetapi masih melakukan hal yang dilarang oleh agama, bahkan tidak sedikit mereka yang shalat tetapi masih berlaku keji dan munkar, seperti korupsi dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang oleh agama. Mengapa demikian?

Bisa jadi, shalat yang dikerjakan belum masuk ke dalam kategori shalat yang sesungguhnya atau shalat yang sudah mencapai tingkatan hakikat shalat. Bisa jadi shalat yang dikerjakan masih sebatas shalat ritual tanpa memiliki makna yang secara praktik shalatnya masih jauh dari shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita memang merupakan generasi yang jauh dari generasi ketika zaman Rasulullah SAW. Otomatis, shalat kita pun berpotensi tidak sama dengan shalat yang dipraktikkan Rasulullah SAW. Padahal Rasulullah SAW sudah bersabda,

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari dari Malik bin al-Huwairits)

Dalam hal ini, K.H.R. Ahmad Azaim Ibrahimy mengatakan bahwa ketika seseorang melaksanakan shalatnya tidak sama, antara orang yang shalat hanya karena sebatas dengar, shalat yang hanya sebatas membaca dari buku. Itu tidak sama dengan orang yang shalat mengikuti ajaran gurunya, dan mempraktikkan langsung gerakan shalat dari gurunya.

Itulah pentingnya belajar kepada guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas. Praktik shalat guru yang telah berguru kepada guru-gurunya, yang guru-gurunya itu telah sampai pada Baginda Nabi Muhammad SAW. Di mana shalat tersebut telah sampai silsilahnya kepada Rasulullah yang sudah bersabda shallu kama ra aitumuni ushalli. Ketika kita shalat dengan meniru gerakan shalat guru kita yang keilmuannya telah sampai kepada Baginda Nabi, kita seolah bershalat di belakang Baginda Nabi Muhammas SAW.

Ketika kita shalat disertai rasa kerinduan dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW, maka kita akan merasa hanyut dalam perintah beliau, dalam ajakan beliau tentang shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.

Dengan begitu maka takbirnya kita bagaikan takbirnya baginda Nabi Muhammad SAW. Bacaan iftitah kita bagaikan bacaan iftitah Baginda Nabi Muhammad Saw. Fatihahnya adalah fatihah Baginda Muhammad SAW., ayat-ayatnya adalah ayat Baginda Nabi Muhammad SAW. Rukuknya adalah rukuk Nabi Muhammad SAW, tasbihnya itu adalah tasbih Nabi Muhammad SAW. Takbir intiqal-nya adalah takbir intiqal Baginda Nabi Muhammad SAW, I’tidal-nya adalah I’tidal Nabi Muhammad, sujudnya juga sujud Nabi Muhammad, tahiyatnya juga tahiyat Baginda Nabi Muhammad, bahkan ketika usai salam adalah salamnya Baginda Nabi Muhammad. Seluruh shalatnya mengikuti Baginda Nabi Muhammad, yang menembus ruang dimensi mengikuti ittiba’ shalat Baginda Nabi Muhammad SAW.

Oleh karena itulah, setiap orang-orang shaleh yang telah mencapai derajat kemuliaan, dia sedang berada dalam keteladanan Sayyidina Muhammad SAW. Tidak ada di dunia ini wali yang paling hebat, ahthab, anjab, syadad, ahbab, kecuali melebur dalam makna insan kamil Baginda Nabi Muhammad SAW. Maka insan kamil itu hanya satu, tidak ada duanya. Yang lain hanya mengikuti dan larut tenggelam dalam keteladanan ilmu Sayyidina Muhammad SAW.

Semoga kita senantiasa bersama Baginda Nabi Muhammad Saw dalam kehidupan kita, keseharian kita, setiap nafas kita, pikiran kita, sehingga dengan itulah kita mendapatkan ridha Rabbu-nya Muhammad, Tuhannya Baginda Nabi Muhammad SAW, Rabbul ‘aalamiin, Allah subhanahu wa ta’ala. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin.