Biografi KH. Iskandar Umar Abdul Latif, Pendiri Pesantren Darul Falah Pusat, Sidoarjo

 
Biografi KH. Iskandar Umar Abdul Latif, Pendiri Pesantren Darul Falah Pusat, Sidoarjo

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Mendirikan Pesantren

4.    Teladan
 

 

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
KH. Iskandar Umar Abdul Latif lahir pada hari kamis, 1 Ramadhan atau 10 November 1956. Beliau adalah putra petani biasa, hampir tak ada yang istimewa kalau di lihat dari nasab beliau. Hanya saja kakek beliau yang terkenal kaya itu suka menolong dan dermawan. Beliau sendiri sedari kecil sudah mendapat pengajaran agama dan sempat menamatkan MI di desanya.

1.2 Riwayat Keluarga
Sebenarnya banyak sekali calon-calon mertua yang ingin mengambil calon menantu pada KH. Iskandar, tapi setelah istikhoroh dan pertimbangan dengan KH. Idris Marzuki dan Abuya, maka terpilihlah gadis khafidhoh putri KH. Mustofa dari Waru Sidoarjo yang bernama Umi Habibah dan di nikahkan langsung oleh Abuya di Waru Sidoarjo pada hari Kamis, 27 Oktober 1983/20 Muharrom. Dengan dihadiri oleh teman-teman beliau Abna’ul Abuya dari beberapa provinsi di Indonesia.

1.3 Wafat
Romo KH. Iskandar Umar Abdul Latif wafat pada hari Minggu, 19 September 2010 dan dimakamkan di tempat Pesantren Darul Falah pusat, Sidoarjo.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
Setamat dari MI, beliau masih sangat kecil, hingga ibunya berniat mengundurkan mondok hingga tamat SMP saja. Memang benar di sana beliau tidak bisa menimba air dengan timba yang besar itu. Berbekal ketawakalan semua cobaan beliau hadapi tanpa rasa putus asa bahkan berpacu terus dalam menangkis beribu rintang yang menghadang.

2.1 Pendidikan
Mulailah beliau menekuni ilmu pada KH. Marzuki (Almarhum) dan guru-guru lainnya. Tak di hiraukan lagi betapa jauh perbedaan hidup di Pesantren bila di banding di rumah. Kalau waktunya makan, beliau paksakan walau rasanya ingin muntah, ikan asin yang dulunya melihat saja jadi pusing setelah di pesantren semua jadi tak asing.

Di sana beliau termasuk santri yang tekun, salah satu bukti dalam waktu lima belas hari sudah berhasil menghafal imriti. Suatu ketika beliau di utus oleh gus Kholil Ya’kub mengaji Ihya’. Semula merasa takut dan sungkan sebab pengajian itu di peruntukkan untuk ustadz-ustadz tapi karena perintah guru, akhirnya beliau ikuti dengan ikhlas.

Prinsip yang beliau pakai adalah “menjalankan sesuatu dengan ikhlas, istiqomah dan tawadhu’ pada guru”. Seperti dalam Shalat jama’ah terutama dalam masalah belajar kemana dan dimanapun berada kitab dan buku aktif sebagai teman duduknya. Di rumahpun prinsip itu diterapkan juga. Saking senangnya dengan kitab-kitab, suatu waktu ke Ampel membeli kitab besar-besar meskipun belum dapat membacanya. Karena kelebihan itulah beliau banyak di senangi teman-teman dan guru-gurunya, sehingga banyak teman yang suka bergaul dengan beliau namun beliau selektif memilihnya.

Setelah enam tahun menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo dengan dua tahun masa pengekalan. Hatinya muncul ambisi untuk mencari ilmu di negara Timur Tengah, tepatnya di Makkah Al-Mukarromah. Meskipun sebanyak apapun halangan beliau tetap ingin menjalaninya. Beliau merasakan banyak sekali godaan-godaan yang dihadapi, terutama dari kawan-kawan setanah air yang sudah terlebih dahulu menetap disana. Beliau juga bekerja sebagai kuli bangunan karena waktu itu upah buruh bangunan lumayan besar. Sehingga beliau belum mampu mewujudkan keinginan awalnya.

Selama dua tahun bekerja, KH. Iskandar merasa upah yang didapatkan selama itu tidak barokah atau tidak manfaat, sehingga menyadari niat awalnya pergi ke Timur Tengah, yaitu menimba ilmu. KH. Iskandar kemudian menata niatnya kembali dan pergi kepada Sayyid Muhammad untuk meminta izin menimba ilmu kepada beliau. Sayyid Muhammad menerima keinginannya disertai satu syarat yaitu segala peluang (waktu) harus dihabiskan untuk berlatih.

Selama dua setengah tahun beliau belajar sangat rajin, dan jujur dalam menimba ilmu kepada Sayyid Muhammad, beliau berencana menimba ilmu selama delapan tahun, namun keinginan itu belum bisa tercapai karna gurunya, Sayyid Muhammad memerintahkan untuk kembali ke Indonesia. Namun KH. Iskandar ragu akan perintah Sayyid Muhammad karena merasa jika menuntut ilmu selama dua setengah tahun belumlah cukup untuk mempelajari ilmu di Makkah.

Pada akhirnya KH. Iskandar menemui Syekh Yasin al-Fadani untuk mengutarakan keresahannya, namun sebelum mengutarakannya, Syekh Yasin al-Fadani menghujani beberapa pertanyaan, yaitu “apa kau tau KH. Hasyim Asy’ariKH. Mas Faqih KumambangKH. Wahab HasbullahKH. Ma’sum LasemKH. Baidhowi Lasem?” dari pertanyaan beliau sudah memantapkan hati KH. Iskandar Umar agar kembali ke Indonesia guna mengamalkan Ilmu yang didapat. Beliau pun percaya atas keikhlasan dan ridho dari gurunya dapat mengamalkan Ilmu di tanah airnya.

2.1 Guru-Guru

  1. KH. Marzuki Dahlan
  2. KH. Kholil Ya’kub
  3. Sayyid Muhammad
  4. Syekh Yasin al-Fadani

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Mendirikan Pesantren
Seiring berjalannya waktu, beliau berdua merintis perjuangan dari nol, bukan warisan. Mulailah dari bangunan mushollah kecil di tambah ruangan tamu bekas gudang, beliau bikin kamar buat pemukiman santri putra.

Awal tahun 1985 santri mukim putri datang yang saat itu baru saja santri putra menempati gedung baru. Di buatlah kamar triplek sebagai tempat istirahat putri dan bekas kamar putra buat mushollah putri. Saat kemajuan nampak begitu pesat mulai akhir 1984 hingga kini sudah tertampung lebih dari seribu santri putra-putri mukim. Menamatkan siswi Tsanawiyah 2 kali, mewisudah santri tahfidz 3 kali, dan sekali putra serta menamatkan siswi Ibtida’iyah 5 kali.

Agar perjuangan pesantren ini bisa mencapai puncaknya kini sudah banyak di persiapkan kader-kader penerus baik dari kalangan keluarga sendiri maupun santri-santri. Cita-cita Kyai, hendaklah setiap santri mampu dan mau berjuang dimana saja untuk mengisi dan memenuhi kekurangan yang ada. Di antara kader-kader tersebut yaitu munculnya beberapa pondok pesantren cabang, yang mungkin sampai sekarang berjumlah 60 cabang yang berada di wilayah Jawa Timur sampai luar Jawa.

Pondok salafiyah Darul Falah  pusat yang berada di Dusun Bendomungal Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo sampai saat ini masih exis dalam dunia pendidikan, asuhan KH. Iskandar Umar Bin Abdul Latief (santri al mukarrom As Syech Abuya Sayyid Muhammad Alawi al Maliki dari Mekkah al Mukarromah) yang alhamdulillah sampai saat ini berhasil memunculkan ustadz-ustadz baru untuk memperjuangkan agama islam dengan bantuan dan dukungan dari masyarakat sekitar, sehingga Ponpes Darul Falah  (pusat) ini mempunyai kurang lebih 100 Ponpes Cabang yang ditempat kan di berbagai daerah di pulau jawa bahkan pulau Sumatra dan yang lainnya.

4. Teladan
Setelah menginjak dewasa beliau terserang penyakit kudis yang tak kunjung kikis, beliau begitu tabah menghadapinya hingga tak beranjak dari tempat tinggalnya. Setelah tamat Tsanawiyah IV tahun beliau di angkat menjadi bendahara. Saat menghitung uang, sepertinya hilang 50.000,- lantas izin pulang untuk minta ganti pada kakeknya, dirumah langsung di kasih uang sebesar itu.

Setelah memperoleh uang beliau langsung bertolak ke pesantren lagi. Sesampai disana uang dihitung lagi ternyata sudah betul hanya terselip. Maka ketika itu pula beliau pulang lagi untuk mengembalikan uang dari kakek tersebut. Namun karena kejujurannya, kakek menolak bahkan menghadiahinya Rp. 30.000,-.

Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 10 November 2022, dan terakhir diedit tanggal 10 November 2023.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya