Pesan-pesan Penting Kyai Sahal Mahfudz untuk Para Santri

 
Pesan-pesan Penting Kyai Sahal Mahfudz untuk Para Santri
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Barangkali cukup banyak "wasiat" Mbah Sahal Mahfudz, Allahu yarham, lebih-lebih pesan secara implisit melalui tindakan (haliyah) beliau. Namun, setidaknya ada lima pesan atau wasiat penting dari beliau yang masih saya ingat. Kelima pesan tersebut adalah sebagaimana berikut:

1. Seorang santri harus berprinsip

Pesan tersebut saya dapatkan pada tanggal 7 September 2009. Tepatnya disampaikan pada khataman pengajian "posonan" (Pengajian Puasa) malam 17 Ramadhan yang bertepatan dengan malam Nuzulul Qur’an.

Berikut pesan Al-Alim Al-'Allamah Mbah Sahal Mahfudz saat Pembacaan Sanad di acara Khataman ngaji Posonan di Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen tanpa saya ubah sedikitpun;

Ning kene aku mung ape ngomong sitik wae. Ne’ sa’iki kuwi urip tambah repote, serba tidak jelas, mulo iku kudu nduwe sikap. Kuwe kabeh ingdalem ngadepi urip saiki kudu nduwe prinsip. Wes arep ning opo wahe kudu nduwe prinsip. Terserah aku ora ngarahake kuwe kabeh ning satu prinsip, ning nek ora nduwe prinsip iku dadine morat-maret. Ono ijo melu ijo, ono abang melu abang, ono kuning melu kuning, ono ireng melu ireng, ono putih melu putih, mergo gak nduwe prinsip. Ning nek nduwe prinsip, lha prinsip iku sing kudu di gendoli, sekali temenan nduwe prinsip yo prinsip iku. Dene usahane tergantung sifate, lan ojo nganti ngorbanake prinsip. Aku ora ngarahaken nik nggone prinsip opo wae, mergo sampean kabeh iki, sitik akeh nduwe ilmu, wes ngaji paling ora sak poso iki wes ngaji, sak durunge yo wes ngaji, neng ndi-ndi wes ngaji, ning sekolahan yo wes ngaji, ben iso mbeda’-mbeda’ake antarane sing prinsip lan sing dianggep ora prinsip. Zaman sa’iki gak punya prinsip repot uripe, nututi perkembangan, nututi perubahan, nututi pendapate wong seng bedo-bedo seng luar biasa, opo maneh pendapat-pendapate wong seng pancen ora nduwe latar belakang agama Islam, ora nduwe latar belakang pesantren. Senajan Islam iku ugo bedo-bedo. Lha kuwe sebagai santri pesantren tak pesen kudu bedo karo liyane, dengan cara nyekel prinsip. Wes iku pesenku, ora dowo-dowo, yo wes iku tok, ora maneh liyane.

Artinya kurang lebih begini:

“Di sini saya hanya mau bicara sedikit saja. Kalau zaman sekarang itu hidup itu semakin susah, serba tidak jelas. Maka dari itu harus punya prinsip, kalian semua dalam menghadapi hidup sekarang ini harus punya prinsip, mau dimana saja mesti punya prinsip. Terserah saya tidak akan mengarahkan anda semua pada satu prinsip. Tapi kalau tidak berprinsip hidupnya jadi amburadul. Ada hijau ikut hiaju, ada merah ikut merah, ada kuning ikut kuning, ada hitam ikut hitam dan ada putih ikut putih, sebab tidak punya prinsip. Jika punya prinsip maka prinsip itulah yang harus dipegang teguh. Sekali berprinsip ya serius dengan prinsip itu. Sedangkan usahanya itu tergantung sifatnya dan jangan sampai mengorbankan prinsip. Saya tidak mengarahkan prinsip itu apa saja sebab kalian semuanya itu sedikit banyak sudah berilmu, sudah pernah mengaji paling tidak dalam satu bulan puasa ini ikut mengaji, sebelumnya juga sudah mengaji, di mana-mana sudah mengaji, di sekolah juga sudah mengaji, agar bisa membedakan antara yang berprinsip dan yang bukan prinsip. Zaman sekaran ini jika tidak berprinsip akan susah hidupnya. Menuruti perkembangan, peribahan, dan pendapat orang yang berbeda-beda. Apalagi mengikuti pendapat orang yang tidak punya latar belakang agama Islam, tidak punya latar belakang pesantren meskipun Islam. Itu semua berbeda-beda. Nah, kalian semua sebagai santri pesantren saya pesan kepada kalian agar beda dengan lainnya melalui memegah teguh prinsip. Sudah itu pesan saya, tidak usah panjang lebar, sudah itu saja, tidak ada yang lain”.

2. Jangan pernah berhenti belajar

Pesan kedua saya tidak sempat untuk mencatat secara menyeluruh “ngendikan” (ucapan) beliau. Pesan untuk senantiasa belajar tanpa henti kami dapatkan ketika acara pelepasan mutakhorrijin Perguruan Islam Matholi’ul Falah Kajen. Tepat tanggalnya saya lupa, namun yang saya ingat bertepatan dengan bulan “Ruwah/Sya’ban” tahun 2008.

Inti dari Pesan beliau pada waktu itu adalah untuk tidak berhenti tholabul ilmi. Walaupun sudah selesai dari pendidikan formal sekalipun, tetap harus meneruskan, baik melalui pendidikan formal lagi atau non-formal.

“Sebab orang akan mulai bodoh ketika berhenti belajar,” ngendikan (kata) Mbah Sahal Mahfudz . Dan juga beliau menuqil maqolahnya Imam Syafi’i Radliyallahu 'anhu:

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمنْ أَرَادَ عَلَيْهِمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ.

"Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka dia harus meraihnya dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki akhirat, maka hendaknya dia harus memiliki ilmu. Barangsiapa yang menghendaki keduanya, maka hendaknya dia harus meraihnya dengan ilmu."

Pesan tersebutlah yang membangkitkan gairah keilmuan santri Matholi’ul Falah.

3. Seorang santri harus kritis

Pesan ini menyiratkan makna bahwa  santri harus mampu membaca keadaan baik tekstual ataupun kontekstual.

4. Seorang santri harus berani, tidak "minderan"

Seorang santri itu harus berani melakukan sesuatu, namun apapun itu harus diimbangi dengan ilmu. Pesan ini disampaikan oleh Mbah Sahal Mahfudz pada waktu ngaji posonan (pengajian puasa) pada tahun 2011.

“Kalau ada kesalahan dlm kitab saya ini, maka tolong saya diingatkan dan dibenarkan, namun harus dengan cara yang ilmiah.”

5. Santri jangan sampai lupa dengan para gurunya

Setiap selesai shalat, para santri hendaknya selalu mendoakan gurunya, minimal membacakan Al-Fatihah untuk mereka itu. Pesan ini saya catat pada tahun 2008. Sampai sekarang masih selalu membekas dan tidak akan pernah lupa untuk selalu mengirimkan doa kepada para guru.

Demikianlah pesan-pesan penting dari Mbah Sahal Mahfudz tersebut yang masih terekam dalam memori ingatan, seolah tidak bisa hilang. Barangkali itulah bentuk bukti dari maqolah “sesuatu yang datang dari hati, akan terpatri juga dalam hati”. Di sisi lain, pesan di atas tidak hanya lisanul maqol (perkataan lisan), melainkan juga lisanul hal (perkataan laku). Artinya pesan yang disampaikan secara lisan oleh Mbah Sahal Mahfudz, juga telah dilakukan sendiri oleh beliau. Lisan dan tindakan terpadu selaras. Beliau adalah pribadi yang Berprinsip, Pembelajar, Kritis, Pemberani, dan tidak pernah melupakan guru-gurunya. Lahul Fatihah. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 16 Oktober 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Gus Taufiq Zubaidi

Editor: Hakim