Khutbah Jum’at: Meredam Islamofobia dengan Kode Etik Dakwah Nabi Muhammad SAW

 
Khutbah Jum’at: Meredam Islamofobia dengan Kode Etik Dakwah Nabi Muhammad SAW

Khutbah Pertama

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ  أَمَرَنَا بِتَرْك الْمَنَاهِيْ وَفِعْل الطَّاعَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jama’ah Shalat Jum’at yang dirahmati Allah SWT

Dari atas mimbar ini Khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada kita semua untuk senantiasa berupaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sungguh-sungguh melaksanakan semua kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran.

Baca juga: Khutbah Jum’at: Agama Itu Nasihat

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Islamofobia adalah sebuah termin yang lahir karena ketakutan dan diskriminasi terhadap Islam. Adanya termin tersebut seolah-olah Islam disudutkan dan didiskreditkan. Hal itu timbul diakibatkan kesalahpahaman terhadap Islam itu sendiri. Islam itu damai dan cinta damai. Terbukti hal itu merujuk pada pengertian Islam secara bahasa bermakna ketundukkan, kepasrahan, atau kepatuhan. Didalam Al-Qur’an Islam disebut sebagai agama yang sempurna,

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu,” (QS. Al-Maidah [5]: 3)

Namun belakangan masalah yang mencuat di lapangan ketika oknum yang mengatasnamakan Islam membawa ajaran agama tersebut dengan keras dan menyimpang. Sehingga Islamofobia timbul menjadi produk untuk menghancurkan Islam itu sendiri. Sebagaimana Allah SWT menyinggung hal tersebut, Allah SWT  berfirman:

وَّاَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَمِنَّا الْقَاسِطُوْنَۗ فَمَنْ اَسْلَمَ فَاُولٰۤىِٕكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. (QS: Al-Jin [72]:14)

Baca juga: Khutbah Jum’at: Keutamaan Merayakan Maulid Nabi SAW

Ayat al-Quran di atas menunjukkan bahwa orang-orang Islam yang taat akan membawa maslahat bagi umat. Justru sebaliknya jika orang-orang Islam yang ketaatannya belum maksimal maka akan menimbulkan keresahan. Orang-orang yang ketaatannya masih setengah-setengah mudah dipengaruhi oleh sekte kanan atau kiri. Sehingga mereka akan terbawa kepada arus ekslusivitas dalam keberislaman, mereka membentuk wacana memaksakan dan mengkafirkan muslim lainnya.

Maka arus ekslusivitas tersebut yang akan menyampaikan metode dakwah yang tidak mengikuti Nabi Muhammad. Sampai hal tersebut menjadi pemicu konflik di masyarakat dan timbulah termin Islamofobia. Maka untuk meredam Islamofobia itu,  seorang pendakwah harus memperhatikan kode etik dakwah Nabi Muhammad. Kode etik dakwah Nabi Muhammad ialah cara-cara menyampaikan ajakan atau seruan kepada orang lain atau kepada pihak-pihak yang didakwahi dengan cara Nabi Muhammad yaitu amar ma’ruf bil ma’ruf dan nahi munkar bil ma’ruf. Mengajak kepada yang ma’ruf dengan cara yang baik, mencegah yang munkar dengan cara yang baik.

المعروف وهو اسم لكل ما عرف من طاعة الله عز وجل, والتقرب إليه والإحسان إلى الناس ,وكل ما ندب اليه الشرع

“Ma’ruf adalah nama bagi setiap perbuatan, ketaatan kepada Allah SWT, yang diketahui mendekatkan diri kepada Allah SWT, berbuat baik kepada manusia, dan setiap apa yang disunahkan oleh syara’. Sedangkan yang disebut dengan Munkar adalah perbuatan yang bertentangan dari ma’ruf.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Etika dakwah nabi Muhammad yang pertama yaitu tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan. Artinya apa yang beliau perintahkan maka beliau telah terlebih dahulu mengerjakannya. Sedangkan apa yang beliau larang terlebih dahulu beliau meninggalkannya. Maka hal tersebut sesuai dengan ayat Al-Quran,

يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ ,كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar murka di sisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan (QS al-Shaff [61]: 2-3).

Baca juga: Khutbah Jum’at: Menjadi Pemimpin Ideal dalam Prespektif Sifat Wajib Rasul

Etika dakwah Nabi yang kedua yaitu toleransi agama. Toleransi (tasamuh) memang dianjurkan oleh Islam. Tetapi dalam batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama (akidah). Dalam masalah akidah, Islam memberikan garis tegas untuk tidak berkompromi, bertoleransi dan sebagainya.

Ketika Nabi Muhammad masih tinggal di Mekkah, orang-orang musyrikin mencoba mengajak Nabi Saw. untuk melakukan kompromi keagamaan. Kata mereka, “Wahai Muhammad ikutilah agama kami, kami pun akan mengikuti kamu. Kamu menyembah Tuhan-Tuhan Kami selama satu tahun nanti kami juga menyembah Tuhanmu satu tahun pula. Apabila ternyata agamamu yang benar maka kami pun sudah memperoleh kebenaran tersebut. Apabila agama kami yang benar, maka kamu pun telah memperoleh kebenaran itu.”

Mendengar ajakan tersebut maka Nabi Saw berkata, “Saya mohon perlindungan Allah agar tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain.” Kemudian surat al-Kafirun sampai kepada Nabi, yang intinya orang-orang muslim tidak diperkenankan menyembah sesembahan orang-orang non-muslim. Sedangkan orang-orang yang diluar Islam tidak perlu menyembah sesembahan orang-orang muslim.

Demikian ajaran dan ajakan Nabi SAW dengan cara yang baik, santun, tanpa harus memaksa dengan cara-cara yang tidak baik. Dalam Al-Qur’an  juga disebutkan pada surat Al Baqarah ayat 256:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

“Bahwa dalam beragama tidak ada paksaan.”

Etika dakwah Nabi yang ketiga yaitu tidak mencerca sesembahan lawan. Artinya biarlah orang-orang non muslim menyembah sesembahannya asalkan tidak mengganggu muslim. Hal ini senafas dengan ayat berikut;

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍۗ

“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah Swt, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”(QS. Al-An’am [6]:108)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Etika dakwah Nabi yang keempat yaitu Nabi Muhammad tidak melakukan diskriminasi sosial di antara orang-orang yang didakwahi. Beliau tidak mementingkan orang-orang kelas elit saja, sedangkan orang-orang kelas bawah dinomorduakan.

Bahkan Nabi Muhammad pernah ditegur oleh Allah Swt, tatkala beliau hanya berdakwah di kalangan elit. Yang saat itu datang Abdullah bin Ummi Maktum, seseorang dari kalangan menengah ke bawah,  yang saat itu tidak tahu bahwa Nabi Muhammad sedang menerima tamu pembesar-pembesar Quraisy yaitu Utbah bin Rabiah, Abu Jahl, Abbas bin Abd al-Muthalib, Ubay bin Khalf, dan Umayyah bin Khalf.

Abdullah bin Ummi Maktum yang saat itu bertanya berkali-kali kepada Rasulullah. Namun nabi tidak memberikan respon atau jawaban atas pertanyaan tersebut. Akhirnya Nabi Muhammad merasa kesal, mukanya cemberut, dan berpaling tidak mau melayaninya dan hanya melayani pembesar-pembesar Quraisy. Sikap Nabi langsung dikritik oleh Allah swt,

عَبَسَ وَتَوَلّى ٰ اَن جَاءَهُ الاَعمٰىؕ

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.” (QS ‘Abasa [80]:1-2)

Maka sejak saat itu apabila Abdullah bin Ummi Maktum menghadap Nabi Muhammad, beliau selalu menyambut dan menghormatinya, seraya berkata “Selamat datang wahai orang yang telah menyebabkan diriku ditegur oleh Allah swt.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Etika dakwah nabi yang kelima yaitu tidak karena materialistis. Suatu hal yang penting dalam dakwah nabi Muhammad dan nabi-nabi sebelumnya. Sebagaimana Allah berfirman,

قُلْ مَا سَاَلْتُكُمْ مِّنْ اَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْۗ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ ۚوَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ

“Katakanlah, Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka hal itu untuk kamu (karena aku tidak minta upah apapun kepadamu). Upahku hanyalah dari Allah, Dia mengetahui segala sesuatu. (QS: Al-Saba [34]:47).

Melihat kenyataan hari ini menjadi sangat penting untuk terus menyebarkan metode dakwah yang sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah kedua:

الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر،ٌ

 عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

-----------------------------------------------------
*Artikel ini disunting oleh Ustadz Syarifudin Cahyono
 Sekjend PCNU Jakarta Timur