Kisah Mbah Kiai Idris Menangkal Wasiat Ekstrem Setan Mengaku Nabi

 
Kisah Mbah Kiai Idris Menangkal Wasiat Ekstrem Setan Mengaku Nabi

LADUNI.ID, Jakarta - Saya adalah santri biasa, tidak banyak berinteraksi dengan beliau. Tulisan ini hanya dimaksudkan untuk mengenang dan mengambil teladan dari jejak langkah orang-orang sholeh.

Suatu malam di pesantren, sehabis menjalani rutinitas yang padat, saya tertidur di geladak kayu gedung LBM. Saya bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. Juga dengan banyak sahabat termasuk al-Khulafa al Rasyidun.

Sang nabi memperkenalkan dirinya berikut para tamu yang ikut serta. Saya sangat terkejut ternyata di antara rombongan yang bertamu juga terdapat Abu Jahal. Saya menjamu mereka dengan sebaik-baik jamuan. Saya merunduk ta'zhim. Nabi memberikan wasiat:

1. Sholat itu hanya dilakukan di waktu senggang saja. Sejarah sekarang telah keliru merumuskan, Sehingga dengan segala dalil seolah-olah shalat itu wajib 5 waktu.

2. Abu Jahal sudah masuk Islam, dan baik Islamnya. Sejarah juga telah keliru menghukumnya dengan segala keburukan. Maka sampaikanlah kepada khalayak, bersihkanlah namanya.

Selang berapa lama, kemudian mereka semua berpamitan.

Bangun dari mimpi itu, saya terasa pening. Bukankah setan tidak bisa menjelma menjadi Rasulullah? Lalu bagaimana dengan wasiat-wasiat yang ekstrem itu?

Pagi hari, saya bawa mengaji ke pengajian mbah Kiai idris. Sejak semalam pikiranku tidak tenang memikirkan ini. Hingga kemudian di tengah-tengah maknani, beliau si mbah Kiai Idris menjelaskan banyak hal tentang mimpi bertemu Kanjeng Nabi.

Seingat saya, tulisan yang dimaknani tidak sedang menjelaskan ini. Beliau menyampaikan yang isinya:

1. Mimpi bertemu nabi itu akan langsung mengenali beliau, tanpa perkenalan.

2. Setan tidak bisa menjelma menjadi Nabi. Tetapi setan bisa menjelma menjadi orang lain yang tidak dikenali, lalu dia mengaku sebagai Nabi Muhammad SAW. Banyak orang tertipu dengan ini, baik dari perjumpaan lahir maupun mimpi.

3. Banyak tanda- tanda perjumpaan masih hadir di alam nyata. Termasuk wangi tangan sehabis salim sama beliau di dalam mimpi, masih tercium di alam nyata sampai berhari-hari.

Penjelasan itu terasa untuk umum sebagai pelajaran untuk semua yang mengaji. Tetapi terasa menjadi sebuah nasihat khusus bagi saya. Saya tidak berhenti gerimis air mata. Untuk beliau si Mbah kiai, lahul fatihah...

***

Tulisan di atas merupakan cerita dari salah seorang santri Mbah Kiai Idris yang pernah mengaji kepada beliau. Melalui cerita tersebut, kita dapat mengetahui bahwa bermimpi seorang yang mengaku Nabi padahal setan berbeda dengan bermimpi Nabi.

Oleh karena itu, jika ada orang mengaku bermimpi Nabi maka perlu ditanyakan apakah dalam mimpi tersebut benar-benar Nabi atau hanya setan yang mengaku Nabi. Bila bermimpi Nabi, maka kita (orang yang bermimpi) langsung mengerti bahwa itu Nabi tanpa kita tanyakan atau dia yang mengaku. Namun, bila orang yang kita temui di dalam mimpi mengaku Nabi, maka dapat dipastikan bahwa itu hanya setan belaka.

Wallahu a’lam.

 

Editor: Muhammad Mihrob