Pandangan Prof. Habib Quraish Shihab Tentang Nikah Sirri

 
Pandangan Prof. Habib Quraish Shihab Tentang Nikah Sirri

LADUNI.ID, Jakarta – Tulisan ini merupakan tanya jawab dari 101 persoalan perempuan yang tulis oleh Prof. Habib Quraish Shihab. Di dalam tulisan ini akan menjelaskan pandangan Prof. Habib Quraish Shihab tentang nikah sirri.

***

Dalam sebuah pernikahan sirri apabila seorang perempuan tidak lagi diberi nafkah lahir dan nafkah batin selama 3 bulan berturut-turut apakah pernikahan sirri tersebut masih sah, Pak ustadz? Dalam pernikahan sirri bagaimanakah batasan-batasannya? Apa saja yang membuat pernikahan sirri tersebut tidak sah lagi?

Tarita, Staf Marketing, Kuningan

Pernikahan sirri selama ia benar-benar sirr/rahasia menurut hukum tidak dibenarkan agama. Pernikahan ini tidak sah, karena itu tidak ada sesuatu yang membuat pernikahan itu “tidak sah lagi” sebab ia tidak pernah sah sebelumnya.

Kalaulah kita mempersamakan nikah sirri dengan “kumpul kebo” maka kumpul kebo tidak pernah menjadi sah. Paling kita katakan bahwa “kumpul” mereka harus dengan meninggalkan “kebo”nya dengan jalan menikah secara sah sambil bertaubat dari apa yang telah dilakukannya.

Memang ada kerancuan tentang pengertian nikah sirri (nikah rahasia) sehingga ada yang menduga bahwa semua pernikahan yang dirahasiakan otomatis menjadi nikah sirri yang terlarang, padahal tidak otomatis demikian. Karena ada syarat bagi makna kerahasiaan itu, yang jika terpenuhi barulah ia dinamai nikah sirri secara hukum, sedang bila tidak terpenuhi, ia bukanlah nikah yang terlarang, walau ada unsur kerahasiannya. Misalnya, jika wali sendiri atau bersama calon istri sepakat untuk merahasiakannya tanpa meminta kepada saksi untuk merahasiakan, maka ini tidak dinamai-secara hukum-nikah sirri.

Pernikahan hendaknya diumumkan dan harus dihadiri oleh wali, minimal dua orang saksi yang tidak dilarang merahasiakan perkawinan itu, atau paling tidak, jika ia ditanya bila terjadi perselisihan antar-keduanya-mereka menyampaikan kesaksiannya secara baik dan benar. Kalau tidak ada persyaratan bahwa kedua saksi harus merahasiakannya, namun perkawinan itu dirahasiakan, maka selama dihadiri oleh wali dan dua saksi, maka ia tidak dinamai-secara hukum-sebagai nikah sirri. Dengan kata lain, pernikahan itu tetap sah.

Jika suami bersedia menerima syarat apa pun yang tidak bertentangan dengan substansi pernikahan maka syarat tersebut harus dipenuhinya, dan bila melanggarnya jatuh sanksi yang ditetapkan atasnya. Tetapi kalau dia tidak menyetujui syarat apa pun, maka dia tidak terikat dengannya, kendati dia meninggalkan istrinya, selama apa pun. Ini pendapat Mazhab Syafi'i.

Sedangkan Mazhab Malik menetapkan masa setahun, dan jika masa itu berlalu tanpa kehadiran suami, maka hakim boleh menceraikan mereka atas nama hukum. Ini kalau tidak diketahui alamat suami, tetapi jika diketahui, hakim menyurati kepadanya dengan memberi altenatif: meminta kedatangannya, atau menceraikan istrinya, atau memberi nafkah. Mazhab Hanbali menetapkan masa enam bulan.

Di Indonesia, saat akad nikah sering kali disodorkan apa yang dinamai “Taliq Thalaq” di mana suami membaca/menyetujui syarat yang menyatakan: “Jika ia tidak memberi nafkah lahir atau nafkah batin selama 3 bulan berturut-turut, maka jatuh talaknya satu terhadap istrinya.” Tapi syarat ini hanya berlaku terhadap yang menyetujuinya. Demikian, wa Allah A'lam.

Sumber: M. Quraish Shihab. M. Quraish Shihab​ Menjawab 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui. Ciputat Tanggerang: Lentera Hati, 2011.