Hukum Menjamak Shalat tanpa Perjalanan Jauh

 
Hukum Menjamak Shalat tanpa Perjalanan Jauh

LADUNI.ID, Jakarta - Ngaji online Kitab Tazhib bersama Jamaah Masjid Wal Ashri Pertamina Surabaya telah sampai pada waktu-waktu Shalat. Nabi shalallahu alaihi wasallam memberi tahu waktunya Shalat menggunakan tanda-tanda alam (lihat gambar di bawah ini).

Cara seperti ini tetap berlaku sepanjang masa, di mana saja dan oleh siapa saja, walaupun saat ini sudah ada jam digital dan pengingat waktu Shalat. Berikut adalah hadisnya:

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: - وَقْتُ اَلظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ اَلشَّمْسُ, وَكَانَ ظِلُّ اَلرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ اَلْعَصْرُ, وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ اَلشَّفَقُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ اَلْأَوْسَطِ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ اَلْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ اَلشَّمْسُ - رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Waktu Dhuhur ialah jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang sama dengan tingginya selama waktu Ashar belum tiba, waktu Ashar masuk selama matahari belum menguning, waktu shalat Maghrib selama awan merah belum menghilang, waktu shalat Isya hingga tengah malam, dan waktu shalat Shubuh semenjak terbitnya fajar hingga matahari belum terbit.” (Hadis Riwayat Muslim).

Ada pertanyaan dari Mas Hifdhi Fedik Ahmad tentang rias pengantin yang harus memasang hiasan sejak sebelum shalat sampai malam, apakah bisa dijamak?

Sebelum menjawab, saya memberi beberapa contoh, misalnya seorang dokter yang akan mengoperasi pasien dan harus berada di ruang operasi berjam-jam dan tidak bisa melakukan shalat di waktunya, atau pengantar pengantin yang biasanya hendak berangkat jam 14.00 WIB namun menunggu famili yang lain serta macet di jalan, maka contoh seperti ini diperbolehkan melakukan Jamak Shalat, asalkan tidak dilakukan terus menerus, hanya saat keperluan mendesak saja.

Imam Nawawi berkata:

ﻭﺫﻫﺐ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ اﻷﺋﻤﺔ ﺇﻟﻰ ﺟﻮاﺯ اﻟﺠﻤﻊ ﻓﻲ اﻟﺤﻀﺮ ﻟﻠﺤﺎﺟﺔ ﻟﻤﻦ ﻻ ﻳﺘﺨﺬﻩ ﻋﺎﺩﺓ

Segolongan ulama memilih pendapat yang membolehkan jamak saat mukim (tidak dalam perjalanan jauh) karena ada hajat tertentu, bagi orang yang tidak menjadikan shalat Jamak sebagai kebiasaan (dilakukan jarang-jarang).

ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ اﺑﻦ ﺳﻴﺮﻳﻦ ﻭﺃﺷﻬﺐ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺣﻜﺎﻩ اﻟﺨﻄﺎﺑﻲ ﻋﻦ اﻟﻘﻔﺎﻝ ﻭاﻟﺸﺎﺷﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺇﺳﺤﺎﻕ اﻟﻤﺮﻭﺯﻱ ﻋﻦ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭاﺧﺘﺎﺭﻩ اﺑﻦ اﻟﻤﻨﺬﺭ

Ini adalah pendapat Muhammad bin Sirin dan Asyhab dari ulama Malikiyah, disampaikan pula oleh Khattabi dari Qaffal dan Syasyi Kabir dari ulama Syafi'iyah, dari Abu Ishaq Al-Marwazi dari segolongan ulama ahli hadits dan dipilih oleh Ibnu Mundzir.

ﻭﻳﺆﻳﺪﻩ ﻇﺎﻫﺮ ﻗﻮﻝ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﺭاﺩ ﺃﻥ ﻻ ﻳﺤﺮﺝ ﺃﻣﺘﻪ ﻓﻠﻢ ﻳﻌﻠﻠﻪ ﺑﻤﺮﺽ ﻭﻻ ﻏﻴﺮﻩ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

Hal ini diperkuat oleh pendapat Ibnu Abbas untuk tidak memberatkan umat Nabi. Beliau tidak memberi uzur sakit atau lainnya, (Syarah Muslim 5/219).(*)

***

Penulis: Ustadz Ma’ruf Khozin
Editor: Muhammad Mihrob


Aktifkan NSP Tausiyah Ustadz Makruf Khozin "Dzikir Solusi Musibah"
Ketik DSMUA Kirim SMS ke 1212
Tarif: Rp. 9.900/bulan