Aristoteles Santri Nabi Khidhir

 
Aristoteles Santri Nabi Khidhir

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam kitab Al-Insanul-Kamil karya Syekh Abdul Karim al-Jili, terdapat sebuah pernyataan beliau (sebagaimana dikutip oleh KH. Husein Muhammad dalam Khidir dan Aristoteles) bahwa, Aristoteles yang merupakan murid Plato itu pernah belajar kepada Nabi Khidir. Berikut ulasannya.

Abdul Karim Al-Jili menulis:

ان أرسطو تلميذ أفلاطون لزم خدمة الخضر، واستفاد منه علوماً جمة، وكان من تلامذته). (الإنسان الكامل 117/2)

“Aristo, murid Plato, mengabdi dan belajar banyak sekali ilmu pengetahuan pada Nabi Khidhir. Ia adalah salah satu santrinya,” (Insan Kamil, 2/117).

Nabi Musa diminta Tuhan menemui seseorang (Nabi Khidir) di sebuah pantai “Majma’ al-Bahrain”, dua lautan dengan rasa air yang berbeda: tawar dan asin. Keduanya bertemu tetapi tidak bercampur. Di antara keduanya ada ruang (barzakh). Di situ ada air yang disebut “Ma al-Hayah”, air kehidupan.

Tentang hal ini Platon, filsuf Yunani terbesar mengatakan:

ان من شرب من ماء الحياة فانه لا يموت

“Siapa saja yang minum air dari “air kehidupan ini tak akan mati selamanya”.

Menurut Abdul Karim al-Jili, Platon telah sampai ke tempat ini dan minum air tersebut. Dia hidup sampai hari ini. Aristoteles, atas saran Platon, gurunya itu, berangkat menuju “Majma’ al-Bahrain”. Iskandar Agung, muridnya ikut serta dengan diiringi para pengawal.

Dalam perjalanan menuju pantai itu, mereka bertemu seorang pemuda yang di kemudian hari dikenal sebagai Khidhir. Ia bergabung bersama mereka.

Dalam perjalanan, Aristo dan Khidhir memisahkan diri. Iskandar dan para pengawalnya terus berjalan sampai melewati “Maraj al-Bahrain”. Mereka tidak mengetahui tempat itu, padahal itu yang dituju. Mereka terus berjalan tanpa arah, dan kebingungan, lalu berhenti.

Sedangkan Khidhir berhenti yang diikuti oleh Aristo di "Maraj al-Bahrain" (pertemuan dua lautan). Tiba-tiba Aristo melihat Khidhir minum “Ma al-Hayat” (air kehidupan). Ia pun ikut minum. Filsuf besar ini juga menyaksikan Khidhir berjalan di atas air laut, mandi dan berenang serta keanehan-keanehan lainnya.

Aristo menyimpan dan merahahasiakan keanehan-keanehan itu. Ia tak pernah menceritakannya kepada muridnya: “Alexander the Great”, raja Macedonia itu, kecuali sesudah Iskandar kembali ke istananya.

Al-Jili selanjutnya mengatakan :

فلزم الخضر واستفاد منه علوما جمة

“Aristo berhari-hari bersama Khidhir. Ia belajar banyak sekali ilmu pengetahuan dari sang Nabi”. Seperti gurunya Aristo juga masih hidup hingga hari ini, berkat minum “air kehidupan” itu.(*)

***

Penulis: KH. Husein Muhammad
Editor: Muhammad Mihrob