Kebijaksanaan Almaghfurlah KH Chudlori Tegalrejo

 
Kebijaksanaan Almaghfurlah KH Chudlori Tegalrejo
Sumber Gambar: Facebook Muhammad AS

Laduni.ID, Jakarta - Dulu ada alumni sowan Almaghfurlah. Di situ ada tamu yang kebetulan juga sowan bertanya kepada Kyai.

“Mbah Kyai, Bapak saya sudah meninggal dan mempunyai hutang salat dan puasa Romadhon. Yang baik itu difidyahi apa diqodzoni?”. Jawaban Almaghfurlah, "difidyahi wae". Lalu tamu tadi bilang, “geh mpun, matur nuwun Permisi kyai.”

Lalu di lain waktu, alumni yang tadi sowan lagi kepada Almaghfurlah. Kebetulan juga ada tamu yang bertanya hal yang sama dengan saat sowan dulu. Jawabannya, “diqodzoni saja” (berbeda dengan jawaban yang pertama, yang disuruh fidyah).

Akhirnya alumni tadi batin, “kok beda ya dengan jawaban yang dulu,” selanjutnya dia beranikan bertanya, "ngapunten jawaban soal tadi sama yang dulu kok beda, kan soalnya sama? "

KH Chudlori memberi penjelasan, “Yang dulu aku memberi jawaban untuk menfidyahi saja karena sholat ayahnya lebih baik daripada sholat anaknya tadi, apalagi kaya. Jadi kalau untuk fidyah enteng, sedangkan sholat anaknya kurang bagus. Jadi tidak qodzoni.”

“Yang jawaban sekarang, itu sebaliknya. Sebab anaknya Alim sholatnya lebih baik daripada ayahnya. Tapi dia faqir, maka kalau disuruh fidyah dia keberatan tapi kalau sholat enteng tanpa biaya. Jadi qodzoni.”

Ada cerita lagi dari 2 alumni, yang satu Mulang ngaji mempunyai santri, yang satunya menjadi tokoh masyarakat tetapi tidak punya santri.

Alumni yang memiliki santri tersebut bercerita bahwa dia didatangi pegawai Kemenag, diminta untuk ikut menjabat di kantor pengadilan agama. Lalu alumni tadi bertanya kepada Almaghfurlah soal tawaran tersebut. Jawaban beliau "kamu itu udah punya santri, yang mantap dalam mendidik santri, walaupun tidak jadi pegawai nanti lebih enak daripada yang jadi pegawai. Seumpama omonganku tidak pas, kamu ke sini lagi bawa Istri dan anakmu, pokoknya ikut ngajar di sini. Soal kebutuhan 'bismillah' saya cukupi. Kalau kamu khawatir tidak bisa hidup normal.”

Sedangkan alumni yang kedua bercerita bahwa Almaghfurlah membuat surat kepada KH Showam (kepala kantor Depag provinsi), lalu alumni tadi dipanggil "sini, surat ini antar ke Kyai Showam. Lalu apa yang beliau haturkan bilang kesini." Karena ketaatannya, Alumni tadi tidak berani membuka isi surat tersebut. Karena hanya didhawuhi menyampaikan. Akhirnya sampai ke Semarang. "Assalamualaikum Kyai, ini ada surat dari Kyai Chudlori.” Beliau tidak bilang apa-apa, dan hanya menjawab Nggeh. “Besok Kemis ke sini lagi ya” (lah pas hari itu hari Senin).

Lalu tiba waktunya hari Kamis ke Semarang lagi, "Kanggo genep-genep, ini coba kamu baca kitab Fathul Qorib bab nikah.” (setelah dibaca) cukup cukup, besok Senin ke sini. Intinya kamu diterima menjadi pegawai di kantor departemen agama.”

Alumni ini pinter, alim, bisa ngadili wong pegatan (mengadili perceraian, red), dan mengatur masyarakat. Sedangkan alumni pertama karena kepandaiannya maka disuruh untuk ngajar saja, karena kemampuannya berbeda dengan alumni yangkedua.

Monggo disimpulkan sendiri sendiri, dan semoga bermanfaat.

 

Cerita dari Alumni KH Raden Mu'tiqun, PP Al Anwar Mojotengah Wonosobo.