Karomah Mbah Syaiban #2: Petilasan Watu Bantal Nyai Endang Sukati

 
Karomah Mbah Syaiban #2: Petilasan Watu Bantal Nyai Endang Sukati
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Sejarah akan tenggelam dalam bergulirnya waktu tanpa adanya bukti peninggalan, bukti peninggalan tersebut adalah saksi bisu atas terjadinya sebuah pristiwa di masa lampau.

Tak heran jikalau benda-benda kuno, tapak tilas leluhur, dan warisan budaya dijaga dengan baik secara turun-temurun oleh setiap generasi-regenerasi demi menjaga utuhnya bukti sejarah.

Entah itu berupa benda pusaka, peninggalan kraton, ataupun batu prasasti. Di mana pun ada saksi sejarah maka di situlah sejarah tersebut benar adanya.

Di Dusun Wonorojo, Tamanrejo, Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah terdapat sebuah batu tapak tilas seorang Waliyullah bernama 'Nyai Endang Sukati' yang menjadi bukti sejarah, lebih tepatnya terletak di area makam Mbah Syaiban Kendal.

Sejarah mengatakan bahwa, Nyai Endang Sukati adalah menantu daripada Sri Praduga Prabu Siliwangi, yakni Istri daripada Pangeran Cakra Buana atau Raden Walang Sungsang atau Mbah Kuwu Sangkan Cirebon, Putera mahkota kerajaan Pakuan Pajajaran (Dalam riwayat lain: Endang Ayu/Geulis, putri dari Sang Hyang Danuwarsih.) Itu berarti beliau juga Uak (Kakak dari ibu) daripada Kanjeng Sunan Gunung Djati, Syaikh Umdatuddin Syarif Hidayatulloh.

Dikatakan lagi bahwa, Nyai Endang Sukati adalah seorang waliyulloh sakti, guru daripada Nyai Rara Santang dan Raden Walang Sungsang.

Menurut sejarah Cirebon yang ditulis oleh H. Mahmud Rais bahwa, Nyai Rara Santang (Ibunda Sunan Gunung Djati, Syaikh Umdatuddin Syarif Hidayatillah) pergi dari keraton menyusul kakaknya, Raden Walangsungsang.

Nyai Rara Santang meninggalkan keraton Pakuan Pajajaran pergi ke arah selatan. Saat di Gunung Tangkuban Perahu, Nyai Rara Santang bertemu dengan seorang Perempuan bernama 'Nyai Endang Sukati'.

Keluarnya Nyai Rara Santang dari keraton ayahandanya dikarenakan mendapat petunjuk dari Nabi Muhammad SAW melalui mimpi agar menyusul kakaknya.

Ketika perjalanannya sampai di Gunung Tangkuban Perahu dan bertemu dengan Nyai Endang Sukati. Nyai Endang Sukati kemudian menyuruh Rara Santang pergi ke Argaliwung untuk bertemu Ki Ajar Sekti.

Nyai Endang Sukati memberi pusaka berupa pakaian bernama 'Hawa Mulia'. Pakaian itu jika dipakai berjalan, kaki tidak akan menyentuh tanah, bisa berjalan di atas air, tidak akan terbakar jika terkena api, bisa berjalan lebih cepat dari angin.

Pada saat tiba di Angaliwung, Ki Ajar Sekti sudah menunggu dan menyarankan agar berangkat lagi ke gunung merapi untuk

menemui Raden Walangsungsang yang telah menikah dengan Nyi Endang

Ayu/Geulis, putri Sang Hyang Danuwarsih. Rara Santang menuruti petunjuk Ki Ajar Sekti dan berangkat ke Gunung Merapi dan bertemu dengan kakaknya, Raden Walang Sungsang.

***

Endang Sukati mendapat misi Syi'ar Islam di tanah Jawa, di tengah rihlah dakwahnya, dari Barat menuju Selatan (Gunung merapi), entah mengapa beliau melewati sebuah hutan (kala itu dusun Wonorojo masih berupa hutan belantara).

Nyai Endang Sukati kelelahan kemudian beristirahat di atas sebuah batu besar yang berada di atas sungai (Sungai Planangan, namanya) konon, batu besar tadi dijadikan sebuah bantal oleh beliau tatkala istirahat sekaligus dijadikan tempat untuk melakukan salat, sekarang batu itu oleh masyarakat setempat dinamai 'Watu Bantal'.

***

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa, tujuan Nyai Endang Sukati datang ke Dusun Wonorojo adalah mencari batu bekas tapak kaki Sulthon Khut bani isroil yang ada di sebelah barat masjid Baitul Muttaqin Wonorojo. Karena kurangnya pengetahuan dari penduduk, batu tapak kaki Sultan Khut Bani Israil tersebt dipendam di sekitar area pengimaman Masjid

Jadi Watu Bantal adalah sebuah tapak tilas dari salah satu tokoh besar penyebar Islam di Pulau Jawa, Nyai Endang Sukati.

Itulah sepenggal sejarah dari Petilasan Watu Bantal. Meski masih terdapat kesimpang-siuran dalam periwayatnya.

Hingga saat ini batu tersebut masih ada dan terus dirawat dan menjadi prasasti atas saksi sejarah penyebaran Islam di Tanah Jawa. Tidak sedikit orang yang berkunjung untuk tabarruk (Ngalap berkah) ke tempat itu atau sekadar ingin menyaksikan bukti sejarah tersebut sekaligus berziarah ke makam Mbah Syaiban. Sebab, posisi Watu Bantal sangat dekat, bersebelahan dengan makam Mbah Syaiban.

Dikatakan bahwa, Mbah Syaiban diutus oleh 'Auliya' Cirebon untuk menjaga Watu Bantal. Maka, tak heran bila takdir memutuskan Mbah Syaiban harus dimakamkan di sebelah Watu Bantal untuk terus menjaga petilasan Nyai Endang Sukati.

Mbah Syaiban sangat dominan dengan Cirebon dan Syaikh Syarif Hidayatillah. Beliau kerap mengatakan kepada anak-anaknya, "Ziaroho teng Gunung Djati, Paling ora ping tigo, sebab Ziaroh ning Gunung Djati Dugi Telung kali iku Hajine Tiang-tiang Fakir” (Berziarahlah ke Makam Sunan Gunung Djati minimal tiga kali, sebab itu adalah ibadah hajinya orang-orang Fakir).

***

Wallahu 'a'lam bisshowaab.

 

Oleh: Nur Fuad As-syaiban.