Pendiskreditan Walisongo

 
Pendiskreditan Walisongo
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Naskah Babad Kadhiri dan Serat Darmagandhul sebagai bagian dari historiografi kolonial terbukti ditulis untuk tujuan pendiskreditan Wali Songo.

Shashangka bahkan menjadikan Naskah Kronik Cina dari Klenteng Sampokong Semarang sebagai rujukan. Dalam Kronik itu, Wali Songo digambarkan sebagai agen Kaisar Cina yang ditugasi untuk meruntuhkan Majapahit melalui dakwah Islam. Oleh karena utusan Kaisar Cina maka Wali Songo disebut ‘orang Cina’.

Sebenarnya, tidak ada persoalan dengan tokoh-tokoh Cina yang ada dalam banyak catatan perjalanan penyebaran Islam di Nusantara. Misalnya, kawan karib Sunan Kudus bernama Sunan Telingsing yang bernama asli Tai Ling Sing. Atau kakek Raden Patah dari pihak Ibu bernama Tan Ko Hwat, seorang ulama keturunan Tionghoa yang berdakwah di Gresik.

Hal yang tidak bisa diterima adalah pandangan bahwa Islam Tionghoa identik dengan gerakan ‘puritan’ atau ‘pemurnian’ yang ujungnya selalu disebut telah merusak tradisi adiluhung Jawa. Padahal, banyak dari kalangan ini kerap mengenakan pakaian khas Mataram Islam yang lahir dari rahim kerajaan Islam sebagai penerus kerajaan Islam sebelumnya, seperti Pajang dan Demak.

Dan juga kurang cermat jika Shashangka menyebut bahwa Hadiwijaya tidak meneruskan jalur Demak dari dari Sultan Trenggono dan Raden Patah, hanya karena ia bermusuhan dengan keturunan Demak yang lain bernama Harya Penangsang.

Hadiwijaya adalah menantu Sultan Trenggono dari putri keempatnya bernama Ratu Mas Cempaka. Apalagi Hadiwijaya disebut dekat dengan putri kedua Sultan Trenggono bernama Ratu Kalinyamat. Dari upaya membela Ratu Kalinyamat inilah, Hadiwijaya dan dua pengikutnya bernama Panjawi dan Pamanahan mendapat tanah perdikan di daerah Pajang, Pati, dan Mataram.

Berkat hubungan tersebut, lahirlah Kerajaan Mataram Islam yang megah itu. Lantaran ketidakcermatan beberapa kelompok, simbol-simbolnya justru dipakai untuk ‘menghantam’ Kerajaan Demak.

Pandangan salah kaprah yang menempatkan etnis tertentu sebagai biang dari banyak persoalan, dalam soal ini etnis Tionghua atau Cina, mengingatkan kita pada kejadian huru-hara tahun 1998. Mengerikan sekaligus melalaikan banyak ingatan.

Bagaimana tidak? Banyak orang menjadi gegabah melimpahkan segala penyebab persoalan pada etnis tertentu. Menempatkan mereka pada posisi kambing hitam yang dikorbankan untuk sarana penebusan dosa. Padahal, banyak sekali sumbangan dari beragam etnis yang diperoleh bangsa ini.

Terlebih bila sang pembenci tak tahu atau tak mau tahu tentang sejarah penyebaran Islam di Cina atau negeri Tiongkok.

 

Oleh: Bagus Sigit Setiawan

Sumber: https://www.facebook.com/A.Fachrurrozi/posts/894283554643364