Soekarno dan Kota Surabaya #2: Bagai Dua Sisi Mata Uang

 
Soekarno dan Kota Surabaya #2: Bagai Dua Sisi Mata Uang
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Tulisan ini adalah serial dari tulisan sebelumnya tentang Soekarno dan Kota Surabaya. Apalagi sekarang masih di bulan Juni, yang disebut sebagai Bulan Soekarno. Soekarno lahir dan wafat di bulan Juni.

Soekarno lahir 6 Juni 1901 dan meninggal 21 Juni 1970. Soekarno lahir di Kota Surabaya di Kampung Pandean IV/40 dan meninggal di Jakarta, lantas dimakamkan di Kota Blitar. Demikian penuturan Cindy Adam, sahabat karib Soekarno, dalam bukunya "Penjambung Lidah Rakyat" tentang tempat lahir Soekarno.

Soekarno dan Kota Surabaya bagai sekeping mata uang koin yang selalu berdekatan. Bahkan riwayat Soekarno dapat dipakai sebagai ilustrasi yang memudahkan kita untuk memahami riwayat Kota Surabaya.

Saat ini kita dihadapkan pada persoalan mencari hari lahir (hari jadi) Kota Surabaya, yang harapannya bisa diterima akal sehat hingga masa-masa mendatang.

Belum lama ini, melalui sebuah Diskusi Publik, hari jadi Kota Surabaya, yang sudah diperingati setiap 31 Mei sejak tahun 1975, dinyatakan lemah dasar kesejarahannya dan karenanya hari jadi itu digugat. Sebagai konsekwensinya maka perlu dicari penggantinya kapan hari jadi Kota Surabaya yang benar dan dapat diterima.

Nah, dalam rangka mencari hari jadi kota Surabaya yang benar, masuk akal, obyektif, faktual, tidak tendensius, tidak dipengaruhi kepentingan dan kekuasaan serta bisa diterima hingga masa masa mendatang, maka siapapun yang ditugaskan untuk mencari hari jadi Kota Surabaya harus jernih dalam memandangnya. Jika tidak, maka hasilnya kelak akan menuai protes dan penolakan.

Lantas, apa kaitannya dengan Soekarno dengan Kota Surabaya?

Memahami riwayat singkat Soekarno adalah jembatan untuk memudahkan langkah dalam rangka mencari dan menentukan hari jadi Kota Surabaya. Riwayat singkat Soekarno menjadi analogi Riwayat singkat Kota Surabaya.

Kita menghitung hari lahir Soekarno, sejak Soekarno dilahirkan dimuka bumi atau sejak keluar dari rahim sang ibunda. Soekarno keluar dari rahim sang ibunda pada 6 Juni 1901. Kelahiran Soekarno adalah kelahiran fisik (hardware) yang disertai nyawa dan jiwa (software) yang berfungsi menggerakkan sistim motorik anggota badan untuk beraktivitas.

Hari lahir Soekarno sudah jelas, 6 Juni 1901. Sementara pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Jadi sejak itu Soekarno memiliki fungsi administratif sebagai Presiden untuk menjalankan roda pemerintahan Indonesia.

Artinya ketika Soekarno dilantik menjadi Presiden RI pada 18 Agustus 1945, tentu saja Soekarno sudah memiliki alat kelengkapan anatomi, yang terdiri dari hardware dan software, untuk mengemban amanah sebagai presiden RI dalam menjalankan tugas tugasnya.

Bagaimana dengan Kota Surabaya?

Tanggal 1 April 1906 Kota Surabaya memang ditetapkan menjadi Gemeente (Pemerintah Kotapraja) oleh pemerintah Hindia Belanda, yang selanjutnya berfungsi menjalankan roda pemerintahan otonomi. Tanggal 1 April 1901 juga bisa disebut sebagai hari desentralisasi sebagaimana tertulis pada buku "25 Jaaren Decentralisatie in Nederlandsch Indie 1905-1930".

Kota Surabaya menjadi (memiliki) fungsi administrasi (gemeente) pada 1 April 1901 ini bagaikan ketika Soekarno mendapat mandat untuk menjalankan fungsi administrasi sebagai presiden pada 18 Agustus 1945, yang mana hari jadi (lahir) Soekarno sendiri jatuh pada 6 Juni 1901.

Kalau Kota Surabaya, secara administratif pernah ditetapkan sebagai Gemeente atau Kotapraja pada 1 April 1906, lantas kapan Kota Surabaya secara fisik (anatomi = kelengkapan Kota) ini ada atau terlahir seperti Soekarno yang secara fisik terlahir di bumi (keluar dari rahim ibunya)?

Sebenarnya ada data dan sejarah yang bisa dilacak baik yang berbentuk sumber-sumber literasi maupun bukti bukti otentik yang berupa peninggalan peninggalannya yang berbentuk infrastruktur dan bangunan.

Ketika melacak ke belakang, maka semua pihak harus jeli dan jernih dalam memandang. Bahwa yang dicari adalah bukti bukti pernah adanya Kota Surabaya, bukan cikal bakal Kota Surabaya, juga bukan proses menuju jadinya Kota Surabaya, kata Wicaksono Dwi Nugroho (arkeolog BPCB Trowulan).

Jika yang dicari itu adalah Cikal Bakal Kota Surabaya, maka bisa dipastikan akan terjadi perdebatan panjang seperti yang terjadi pada masa 1973-1975 yang hasil penelitian dari para ahli itu menggambarkan Cikal Bakal Surabaya atau bahkan Cikal Bakal Kota Surabaya, bukan jadinya Kota Surabaya.

Namun jika yang dicari adalah awalnya atau Lahirnya Kota Surabaya, maka insyaAllah akan mudah dan data-datanya baik, yang berupa literasi maupun bukti bukti otentik, peninggalan fisik (arkeologis), bisa digali dan didapat. Sehingga penemuan ini akan otentik adanya dan nyata.

Yang lebih menakjubkan lagi ternyata sebelum 1906, ketika Kota Surabaya teridentifikasi ada secara fisik, Kota ini secara de jure juga sekaligus mengantongi legalitas kekuasaan dalam menjalankan roda administrasi dan pemerintahan. Yaitu Surabaya sebagai ibukota wilayah Ujung Timur Jawa yang kepala daerahnya disebut Gezaghebber.

Hingga sekarang bukti adanya kepala daerah yang disebut Gezaghebber (orang lokal mengatakan Sakeber) masih ada di kota Surabaya. Yaitu berupa batu prasasti seorang Gezaghebber yang tersimpan di dalam gereja GPIB Immanuel di Jalan Bubutan Surabaya, yang bernama Abraham Christopher Courzs.

Fakta historis akan keberadaan mula Kota Surabaya ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Miriam Budiharjo dalam buku "Dasar Dasar Ilmu Politik" dimana sebuah negara atau Kota ada jika memiliki unsur: wilayah, penduduk, pemerintah dan kedaulatan. Kota Surabaya pada masa masa awalnya, bagai bayi yang baru lahir, ternyata sudah memiliki unsur unsur itu.

Kapankah itu? Nanti, Tim Peneliti yang akan mencarinya.

 

Oleh: Nanang Purwono

Seumber: https://www.facebook.com/groups/NusantaraJayati/permalink/4718663818163283