Meneladani Hubungan antara Gus Dur dan Guru Sekumpul

 
Meneladani Hubungan antara Gus Dur dan Guru Sekumpul
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Baik Guru Sekumpul maupun Gus Dur, keduanya adalah ulama berpengaruh dan masyhur diyakini sebagai bagian dari sekian waliyullah, kekasih Allah. Namun, keduanya tampil sebagai ulama dalam pola dan lapangan pengabdian yang berbeda, meski dasar ajaran yang dikemukakan pada dasarnya sama.

Guru Sekumpul adalah ulama par excellent. Beliau menempuh pendidikan dalam lingkungan keagamaan tradisional yang ketat, hampir tanpa persentuhan sedikit pun dengan pendidikan modern.

Lalu pada masanya, kemudian beliau dipercaya oleh guru-gurunya untuk memberikan pengajian sendiri. Mula-mula di kampung Keraton. Namun karena pengajiannya makin membesar, dan kampung Keraton tak bisa menampung lagi, beliau pindah ke sebuah kawasan yang relatif masih sepi, yakni Sekumpul.

Pengajian-pengajian Guru Sekumpul berisi pengajaran-pengajaran tasawuf, baik tasawuf akhlaqi maupun falsafi. Selain itu, beliau juga menggelar pembacaan Kitab Maulid Simtut Durar, yang dua dekade kemudian populer di seluruh Jawa maupun di luar Jawa, bahkan di negeri tetangga, melalui pengasuhan Habib Syech Abdul Qodir Assegaf (Habib Syech), sosok yang bersuara khas nan empuk itu.

Demikian pula dengan Gus Dur, beliau juga adalah ulama par excellent. Tapi berbeda dengan Guru Sekumpul, Gus Dur merupakan sosok yang tumbuh sebagai ulama dengan kombinasi pendidikan keagamaan tradisional dan pendidikan modern. Beliau menulis esai-esai dan mengulas berbagai permasalahan kehidupan, mulai agama hingga sepakbola, bahkan juga tentang isu nasional dan internasional, yang semuanya diulas gamblang dalam tulisannya yang beredar berbagai media.

Gus Dur adalah sosok yang boleh dikata telah menjelajahi berbagai profesi, dari pekerja LSM, dosen, penulis, konsultan, politisi, dan lain-lain. Gus Dur bertemu dengan banyak kalangan yang berbeda latar belakang, mulai dari berbeda agama, etnis, bangsa, budaya, profesi dan berbagai perbedaan lainnya. 

Namun, kedua ulama tersebut seakan berjalan saling beriringan. Keduanya saling menaruh hormat dan kepercayaan dalam menuntun umat. Gus Dur memandang tinggi Guru Sekumpul, dan karena itu meminta beliau untuk masuk ke jajaran Dewan Mustasyar, Dewan Penasihat, himpunan sembilan ulama yang layak memberikan nasihat di dalam tubuh Nahdlatul Ulama. Demikian pula, Guru Sekumpul sendiri juga memandang Gus Dur sebagai sosok ulama dan pemimpin yang sangat peduli kepada umat. Apa yang dilakukannya selama ini tidak lain adalah untuk kebaikan umat semata. 

Tidak hanya itu, hubungan antara keduanya kental terletak pada konsistensi untuk memperkenalkan Islam sebagai agama tauhid dengan nilai-nilai yang universal; kasih sayang, perdamaian, kesetaraan dan pembebasan. Sebab, Islam sendiri menyiratkan makna konotatif yang berarti berserah diri dan damai.

Meski medan dakwah keduanya berbeda, namun tujuan keduanya sama. Keduanya mengabdikan diri untuk membimbing umat dan sama-sama menebarkan kasih sayang, persis dengan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW; "Berkasih sayanglah kalian pada pendudukan dunia, maka pendudukan langit akan merahmati kalian."

Ketika Tuan Guru Haji Zaini Ghani atau Guru Sekumpul wafat pada 10 Agustus 2005, lautan manusia melepaskan kepergian beliau. Demikian pula, tak beda jauh, ketika Gus Dur wafat pada 30 Desember tahun 2009, ribuan orang juga turut juga melepasnya. Banyak ulama bersaksi bahwa keduanya adalah benar-benar orang yang penuh kasih sayang, maka tak ayal jika keduanya adalah merupakan kekasih Allah, atau disebut juga Waliyullah. Lahumal Fatihah. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 30 Juni 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim