Belajar Moderasi Beragama Dari AG. KH. Abd. Muin Yusuf

 
Belajar Moderasi Beragama Dari AG. KH. Abd. Muin Yusuf
Sumber Gambar: Facebook Dr. Wahidin Ar-Raffany., MA

Laduni.ID, Jakarta – Hari Rabu bertepatan dengan tanggal 23 Juni 2004 telah dipanggil Sang Khaliq seorang ulama yang menurut saya pantas disebut sebagai seorang wali Allah, yakni allahuyarham AG. KH. Abd. Muin Yusuf yang lebih dikenal dengan sebutan Kali Sidenreng. Betapa tidak, Allah menyampaikan bahwa ciri-ciri wali-Nya dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ

Artinya: “Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Yusus: 62)

Allahyarham AG. KH. Abd. Muin Yusuf memang jelas terlihat bahwa beliaulah salah satunya yang ditunjukkan dalam ayat tersebut, karena saya menyaksikan betul pada diri beliau bahwa kedua cirri itu tercermin betul dalam kesehariannya. Dan Bersamaan dengan hari Rabu, 23 Juni 2021, waliyullah tersebut genap sudah 17 tahun kepergiannya.

Kepergian Anregurutta menyimpan sejuta kenangan. Dan tulisan yang singkat ini saya ingin melukiskan sedikit kenangan tentang betapa moderatnya seorang Sang waliyullah dalam menapaki usia yang telah Allah anugrahkan padanya. Tentu dengan sebuah harapan bahwa qudwah (teladan) yang beliau contohkan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI.

Diantara sikap moderat Anregurutta tercermin dari prilaku kesehariannya yang dikemukakan beberapa tokoh antara lain:

1. Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta dalam wawancara saya dengan beliau di Pondok pesantren Al Ikhlas Ujung Kab. Bone pada tanggal 7 januari 2008 silam, beliau mengatakan bahwa Anregurutta adalah ulama pluralis. Beliau adalah tokoh yang lembut dan menghargai pluralitas. Beliau adalah sosok ulama yang dekat dengan tokoh-tokoh dan penganut agama lain.

Salah satu bentuk kedekatan beliau dengan pemeluk agama lain tercermin dari pola komunikasinya dengan banyak kalangan lintas agama. Dalam salah satu dokumen Pesantren Al Urwatul Wutsqaa, beliau pernah membantu seorang peneliti yang berkebangsaan Belanda untuk melakukan penelitian di Kabupaten Sidrap. Berkat bantuannya, sang peneliti merasa sangat berhutang budi pada beliau dan ia menawarkan untuk membantu menjembatani Anregurutta dengan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkedudukan di Belanda, bernama “NOVIB” agar bisa membantu mengembangkan pesantren yang beliau bina. Setelah proposal tersebut disusun dan dikirim ke NOVIB, Pesantren Al Urwatul Wutsqaa pun mendapat sejumlah dana dari lembaga donor tersebut. Dana bantuan dari NOVIB inilah yang kemudian dipakai untuk membebaskan beberapa hektar tanah untuk pengembangan pesantren. Sehingga luas tanah yang dimiliki pesantren saat ini sekitar 8 ha dari luas sebelumnya hanya 20 x 40 m2.

2. Suparman Idrus, B.A, Sekretaris Yayasan PPUW 1974 – 2011 (Pesantren yang didirikan dan dibina langsung Anregurutta), beliau menguraikan bahwa pandangan-pandangan Anregurutta KH. Abd. Muin Yusuf banyak sekali yang bisa dijadikan rujukan, baik dalam masalah sosial maupun politik, terlebih lagi urusan agama. Wawasannya sangat luas dan mencakup berbagai macam disiplin ilmu, baik ilmu politik, ekonomi, dan sosial budaya. Menurutnya bahwa Anregurutta adalah ulama multi dimensi. Hal ini disebabkan oleh kegemarannya menghabiskan waktunya untuk membaca berbagai macam dan ragam buku, termasuk buku yang bertolak belakang dengan pemikirannya.

Kegemarannya menghabiskan waktunya untuk membaca berbagai macam jenis buku itulah membuatnya tidak mudah menyalahkan orang, apalagi mencap orang sesat dan kafir. Sebaliknya justeru membuatnya semakin toleran dan moderat. Siapa pun orangnya, dan apa pun latar belakangnya, semua menghargai Anregurutta sebagai seorang ulama yang patut diteladani termasuk dua Ormas keagamaan terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Anregurutta orang NU tapi sangat dekat juga dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah.

3. Dr. H. Muh. Ali Ngampo, Dosen Senior di UIN Alauddin Makassar beliau menuturkan bahwa jika dibandingkan dengan ulama-ulama lainnya, sikap moderat yang dimiliki Anregurutta merupakan salah satu kelebihannya dari yang lain. Fatwa-fatwanya sama sekali tidak menunjukkan keberpihakan pada satu golongan dengan merugikan golongan lain, meskipun secara kultural ia lebih cenderung pada ideologi dan Mazhab Syafi’i. 

Dalam sisi pemikiran, Anregurutta tidak pernah mengajak muridnya untuk fanatik pada salah satu mazhab.  Prinsip seperti inilah yang saya kira masih sangat up to date untuk terus dikembangkan di tengah kuatnya pertarungan ideologi pemikiran saat ini. 

Pandangan ketiga tokoh yang telah dijelaskan diatas adalah cerminan dari sikap moderat Rasulullah SAW yang Anregurutta jabarkan dalam kesehariannya sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi; Khairul Umuuri Au satuhaa (sebaik-baik sesuatu adalah yang sederhana).

Sebagai salah satu Ulama Nusantara, Anregurutta sangat pantas disebut sebagai peletak dasar moderasi beragama di indonesia lebih khusus di Sulawesi Selatan. Dan paradigma seperti inilah yang cocok dilestarikan di bumi Nusantara untuk kejayaan NKRI.

Benteng, 23 Juni 2021.

Oleh:  Dr. Wahidin Ar-Raffany., MA – Sekretaris Yayasan Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap/Katib Syuriyah PCNU Kab. Sidrap


Editor: Daniel Simatupang