Mengenang Kiai Zainuddin Djazuli, Permata Pesantren Ploso Kediri

 
Mengenang Kiai Zainuddin Djazuli, Permata Pesantren Ploso Kediri
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Sesuai dengan nama beliau, Mbah Yai Din adalah perhiasannya agama. Putra kinasih Kiai Djazuli dan Nyai Rodliyah, orang tuanya. Putra tertua kiai Djazuli yang hidup hingga dewasa. Pengatur ritme Pesantren Al Falah Ploso Kediri, pengayom bagi adik-adiknya. Kiai Huda, Kiai Hamim (Gus Miek), Kiai Fu'ad, Kiai Munif dan Nyai Lailatul Badriyah.

Kiai Zainuddin Djazuli, nama yang diberikan Kiai Djazuli padanya. Tafa'ulan kepada Kiai Zainuddin Mojosari Nganjuk, guru utama sekaligus mertua Kiai Djazuli. Berharap agar Kiai Din, mampu seperti Kiai Zainuddin Mojosari, yang terkenal alim, arif bijaksana serta welas asih.

Sifat inilah yang akhirnya dimiliki oleh Kiai Din, seluruh orang yang pernah berinteraksi dengan beliau, akan merasakan keramahannya, keluwesannya, pengayomannya, welas asihnya. Kedalaman ilmunya dipraktekkan dalam tindakan nyata, kedisiplinannya mengimami jama'ah, keajegannya membina pesantren Al-Falah, tidak ada yang meragukannya.

Sifat Disiplin tertancap kuat pada diri Kiai Din. Disiplin muncul dari keistiqomahan diri sesuai ajaran Ayahandanya, Al Istiqomah khoyrun min alfi karomah. Benar-benar diwujudkan oleh Kiai Zainuddin dalam tindakan nyata.

Sholat maghrib di masjid pesantren Al Falah ploso, selalu diimaminya. Beliau datang kala senja, tepat ketika iqomah berkumandang, selalu didampingi dewan Guru Pesantren Ploso dibelakangnya. Para santri sudah siap semua setelah sebelumnya bersama membaca surat Al Waqi'ah menyambut datangnya waktu maghrib.

Surat Al Kafirun di roka'at pertama, Surat Al Ikhlas di roka'at kedua. Ajeg beliau membacanya dengan suara yang tegas, khusyu' dan makhroj yang fasih.

Bacaan wirid Kiai Din sangat berwibawa semua santri mengikuti bacaannya. Ayat Kursi 3x sebakda sholat maghrib, juga suara Kiai Din membaca do'a, agaknya semua santri Al Falah tak kan mampu melupakannya.

Allahumma tsabbit ilaynal iimaan

wa karrih ilaynal kufro

wal Fusuuqo wal 'ishyaan

waj'alnaa minar roosyidiin

Kiai Din selalu memohonkan hal ini pada Allah, meminta ketetapan iman, memohon agar diri tidak menyukai kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Meminta agar diri beliau, dan seluruh santrinya, termasuk orang yang mendapat petunjuk dari Allah.

Allahumma laa tada' lanaa

fii maqoomina hadzaa

dzanban illa ghofartah

walaaa 'ayban illa satartah

walaa hamman ilaa farrojtah

wa laa thiflan illaa robbaytah wa ashlahtah

walaa haajatan

min hawaaijid dunyaa wal aakhiroh

illaa qodloytahaa wa yassartahaa

birohmatika yaa arhamar roohimiin

Do'a atas hajat ini selalu dipanjatkan Kiai Din, suaranya yang khas, dengan tadlorru' mengharap belas kasih Allah. Munajat Kiai Din ini, semua akan selalu dikenang.

Kiai Din selalu memohon pada Allah dalam do'anya, meminta al afwa (pengampunan dari Allah) dan juga minta afiyat/keselamatan baik dalam urusan agama, urusan dunia maupun urusan akhirat.

Allahumma innaa nas'alukal aafwawal afiyah

wal mu'afatad daa'imiah

fid diini wad dunya wal aakhiroh.

Kiai Din selalu hadir dalam kegiatan santri, menunggui para santri mulai mudanya hingga wafatnya. Di awal tahun 1970 an, Kiai Anwar Iskandar Jamsaren Kediri, bercerita bahwa ketika Kiai Anwar ngaji pasanan di pondok Ploso, Kiai Zainuddin telah mbalah kitab Ibnu Aqil. Sebelum udzur, Kiai Din juga ajeg mengaji kitab Fathul Qorib bagi para santri. Hal ini menunjukkan keistiqomahan Kiai Din dan penguasaannya yang mendalam atas kitab-kitab kuning, kitab-kitab salaf, kitab-kitab kepesantrenan dalam berbagai bidang keilmuan. Nahwu dan Fiqh, dikuasai kiai Din dengan sangat baik.

Kiai Din memiliki perhatian lebih terhadap kelestarian pesantren, juga menjaga agar pesantren tidak mengalami degradasi kualitas. Dalam seminar kepesantrenan yang berlangsung di Pesantren Tambakberas tahun 1984, Kiai Din berpesan agar para Kiai tetap mengarahkan putra-putrinya untuk menempuh pendidikan pesantren, jangan semuanya disekolahkan ke sekolah umum. Kiai Din menyadari, bahwa para gus dan ning adalah ujung tombak kelestarian pesantren. Acara ini sendiri berlangsung dalam acara pekan pesantren/usbu'ul ma'ahid yang digagas oleh RMI NU.

Kiai Din pernah pula diwawancarai oleh Zamakhsyari Dhofier, tentang cara pengembangan pesantren. Tentang bagaimana Pesantren Ploso mampu berkembang sepeninggal kiai Djazuli pendirinya. Cara mengembangkan aset pesantren ala Kiai Din ini, tertulis dalam buku Tradisi Pesantren.

Kiai Din adalah Kiai pengusaha, masa mudanya disamping mengajar ngaji, juga disibukkan dengan menjadi pemborong/kontraktor. Dari kegiatan usaha inilah, Kiai Din menjadi tokoh yang merdeka secara finansial, telah merdeka dari dirinya sendiri.

Kiai Din membangun Pesantren Al Falah 2 di sisi selatan bangunan induk Al Falah. Pesantren yang digagas Kiai Din ini tampak gagah, bersih dan asri, jauh dari kesan kumuh yang melekat di hati masyarakat tentang pesantren.

Kiai Din yang kaya, tetap membumi di masyarakat sekitar, yang minta diakad nikahkan, beliau akadkan. Tetangga yang meninggal, beliau hadir dalam proses perawatannya. Yang sakit, beliau sediakan kendaraan untuk mengantarkannya.

Kiai Din memang bersahaja, sering saat beliau masih sehat tampak berjalan kaki dari Al Falah 2, menuju kediamannya, di samping gerbang utama pesantren Al Falah. Kewibawaannya, membuat para santri dan masyarakat menghormatinya. Para santri berdiri diam sambil menunduk ketika beliau lewat, bukti penghormatan tertinggi para santri terhadap kiai.

Kiai Huda, adiknya, mengenang kiai Din sebagai orang yang tulisan tangannya sangat indah, bukti kehalusan jiwa Kiai Din.

Kiai Din juga berpolitik, kadangkala mendukung tokoh politik tertentu baik itu di tingkat lokal, regional maupun nasional. Namun politik Kiai Din adalah politiknya Kiai, bukan semata transaksional. Kiai Din mendukung calon yang beliau rasa membawa kemaslahatan bagi umat. Kiai Din dalam pidatonya kerap mengkutip pendapat Imam Al Ghazali tentang hubungan agama dan negara.

Kiai Din juga terkenal luwes dalam berhubungan dengan pejabat pemerintahan. Namun semua itu, tidak menutupi kewibawaan kiai Zainuddin. Kiai Zainuddin adalah kiai dari sebuah pesantren pencetak Kiai, santri-santrinya banyak pula yang telah menjadi kiai. Keajegannya membangunkan santri sebelum subuh, mengelilingi komplek pesantren seluas itu, mengimami, menerima tamu, mengajar ngaji, menghadiri pertemuan kiai, semua dilakoni Kiai Din dengan baik dan seimbang.

Jabatan Kiai Zainuddin sebagai pengasuh Pesantren Al Falah dan juga Mustasyar PBNU, menunjukkan betapa Kiai Zainuddin dibutuhkan oleh Umat. Dakwah kemasyarakatan Kiai Din tampak dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Nasrul Ummah yang beliau inisiasi.

Pejabat yang datang bertamu, tokoh politik yang meminta restu, wali santri yang memasrahkan putranya mondok, alumni yang haus dengan pengarahan kiai, semua beliau terima dengan ramah.

Sabtu, 10 Juli 2021, Kiai Zainuddin dipanggil oleh Allah. Permata Al Falah telah dipanggil keharibaanNya. Beliau memang telah tiada, namun perjuangannya akan tetap diteruskan oleh keturunannya, juga para santrinya alumni ma'hadil falah.

Mautul 'aalim, mushiibatun laa tujbaru

Tambakberas, 10 Juli 2021

Oleh: A. Taqiyuddin Mawardi


Editor: Daniel Simatupang