Filosofi T.I.T.I.P KH Hasan Abdullah Sahal

 
Filosofi T.I.T.I.P KH Hasan Abdullah Sahal
Sumber Gambar: Tempo

Laduni.ID, Jakarta – Sungguh berat bagi orangtua untuk melepas anaknya pergi beribadah dengan menuntut ilmu di pondok pesantren. Namun hanya dengan itulah para orangtua tidak hanya memiliki anak yang shalih, tapi juga anak yang berguna bagi agama.

“Kalau mau punya anak bermental kuat, orangtua-nya harus lebih kuat, punya anak itu jangan hanya sekedar sholeh tapi juga bermanfaat untuk umat, orangtua harus berjuang lebih ikhlas, ikhlas, ikhlas,” pesan KH. Hasan Abdullah Sahal, pimpinan Pondok Gontor kepada para wali santri.

Beliau juga menjelaskan, bahwa para santri tidak akan dibiarkan kelaparan, dijamin tidak akan ketinggalan zaman karena tidak menggunakan gadget, tidak akan bodoh karena tak mengikuti les, karena sejatinya di pesantren santri tidak ahanya diajarkan tentang ilmu dunia tapi juga ilmu akhirat.

“Lebih baik kamu (wali santri) menangis karena berpisah sementara dengan anakmu untuk menuntut ilmu agama, dari pada kamu nanti ‘yen wes tuwo nangis karena anak-anak mu lalai urusan akhirat kakean mikir ndunyo, rebutan bondo, pamer rupo, lali surgo’ (kalau sudah tua menangis karena anak-anakmu lalai terhadap urusan akhirat, kebanyakan memikirkan urusan dunia, berebut harta, pamer rupa wajah, lupa surga),” dawuh beliau.

KH. Hasan Abdullah Sahal juga berpesan agar wali santri memiliki sifat dan sikap T-I-T-I-P, berikut penjelasannya:

1. Tega

“Harus tega, harus tega, harus tega, harus percaya kalau di pesantren anakmu itu dididik bukan dibuang. Harus tega, karena pesantren adalah medan pendidikan dan perjuangan,” ujar beliau.

Pondok pesantren tidak hanya mendidik anak agar menjadi pribadi yang bertaqwa pada Allah SWT, pesantren juga melatih mentalitas para santri agar bisa menjadi individu yang berguna di masyarakat. Kiai Muzajjad (Mbah Jad) Nganjuk mendirikan pesantren yang hanya memiliki 30 orang santri, mulai dari proses rekruitmen hingga lulus santri dididik dengan puasa.

Syarat masuk harus puasa ngrowot selama 40 hari, setelah itu dilanjut 1-3,5 tahun. Setiap santri baru juga diberikan puasa yang berbeda-beda. Setelah lulus mereka melanjutkan dengan puasa dawud.

Pada pendidikannya, Mbah Jad mengajarkan 12 disiplin ilmu secara lengkap, seperti tauhid, fikih, tafsir, nahwu, sharaf, mantiq, badi’, bayan, dll. Juga mendidik santri dengan pola makan harian dan disiplin dzikir yang ekstrem.

2. Ikhlas

“Harus ikhlas, harus sadar kalau anakmu itu tidak akan dibiarkan terlantar, harus ikhlas anakmu dididik, dilatih, ditempa, diurus, ditugaskan, disuruh hafalan, dan sebagainya. Kalau merasa anakmu dibuat nda senyaman hidup dirumah, ambil anakmu serkarang juga!” tegas beliau

3. Tawakkal

“Setelah itu serahkan sama Allah. Berdoalah! Karena pesantren bukan tukang sulap, yang bisa merubah begitu saja santri-santrinya, maka berdoalah,” ujar beliau.

Karena pesantren adalah tempat Pendidikan, maka perlu waktu dan proses yang panjang sebelum memetik hasilnya. KH. Anwar Zahid pernah berdawuh, “Sak nakal-nakale bocah neng pondok, kuwi sak apik-apike bocah seng ra mondok (senakal-nakalnya anak di pondok, itu adalah sebaik-baiknya anak yang tidak mondok).”

4. Ikhtiar

“Dana dan do'a. Ini adalah kewajiban, amanat,” ujar beliau.

5. Percaya

“Percayalah bahwa anak kalian ini dibina, betul-betul dibina. Apa yang mereka dapatkan disini adalah bentuk pembinaan. Jadi kalau melihat anak-anakmu diperlakukan bagaimanapun, percayalah itu adalah bentuk pembinaan. Itu adalah Pendidikan,” tegas beliau.

Jadi, jangan SALAH PAHAM!

Jangan SALAH SIKAP!

Jangan SALAH PERSEPSI!

Mereka itu beribadah dengan menuntut ilmu

Mereka selalu diajarkan untuk mendoakan ibu-bapaknya.

Mereka pergi untuk kembali.

Bertemulah jarang-jarang agar CINTA makin berkembang!


Editor: Daniel Simatupang