Ketika Imam Junaid Al-Baghdadi Diingatkan Allah ‎karena Menyoal Seorang Pengemis

 
Ketika Imam Junaid Al-Baghdadi Diingatkan Allah ‎karena Menyoal Seorang Pengemis
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Perbuatan ghibah adalah perbuatan yang sangat tidak disukai oleh Allah SWT. Di dalam Al-Qur'an Allah SWT mengibaratkan orang yang menggunjing sebagai orang yang memakan daging sesamanya, sebagaimana terdapat di dalam Surat Al-Hujurat ayat 12: 

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا كَثِيۡرًا مِّنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعۡضَ الظَّنِّ اِثۡمٌ‌ۖ وَّلَا تَجَسَّسُوۡا وَلَا يَغۡتَبْ بَّعۡضُكُمۡ بَعۡضًا‌ ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمۡ اَنۡ يَّاۡكُلَ لَحۡمَ اَخِيۡهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوۡهُ‌ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيۡمٌ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak berprasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” 

Mengenai ghibah atau membicarakan aib orang lain ini, ada satu kisah menarik tentang Imam Junaid Al-Baghdadi dan seorang pengemis. Kisah ini patut kiranya dijadikan pelajaran yang sangat berharga. Di dalamnya termuat kisah tentang selamatnya Imam Junaid dari dosa ghibah.

Imam Junaid Al-Baghdadi (220-298 Hijriyah) adalah tokoh ulama besar kelahiran Nihawand, Persia yang bermukim di Baghdad. Beliau belajar hukum Islam Mazhab Syafi'i. Nama lengkapnya adalah Al-Junaid bin Muhammad bin Al-Junaid Abu Qasim Al-Qawariri Al-Khazzaz al-Nahawandi Al-Baghdadi As-Syafi'i, dan akhirnya menjadi Qadhi kepala di Baghdad.

Suatu hari Imam Junaid al-Baghdadi‎ duduk-duduk di Masjid As-Syuniziyyah bersama para penduduk Baghdad lainnya, beliau tengah menunggu beberapa jenazah yang hendak dishalati. Di depan mata Imam Junaid‎, ada seseorang yang tampaknya ahli ibadah tapi terlihat sedang meminta-minta.

“Andai saja orang ini mau bekerja hingga terhindar dari perbuatan meminta-meminta tentu lebih bagus,” kata Imam Junaid‎ dalam hati.

Kondisi aneh terasa ketika Imam Junaid pulang dari masjid itu, beliau punya kebiasaan shalat dan munajat sampai menangis tiap malam. Tapi, kali ini beliau benar-benar sangat berat melaksanakan semua wiridnya.

Ulama yang juga biasa disapa Abul Qasim‎ ini hanya bisa begadang sambil duduk hingga rasa kantuk menaklukannya. Dalam gelisah, Imam Junaid‎ pun terlelap, tiba-tiba saja orang fakir yang beliau jumpai di Masjid As-Syuniziyyah itu hadir dalam mimpinya. Anehnya, si pengemis digotong para penduduk Baghdad lalu menaruhnya di atas meja makan yang panjang.

Orang-orang berkata kepada Imam Junaid‎, “Makanlah daging orang fakir ini. Sungguh kau telah mengumpatnya.”

Imam Junaid‎ terperangah, beliau‎ merasa tidak pernah mengumpat pengemis itu. Sampai akhirnya beliau‎ sadar bahwa sebelumnya beliau pernah menggunjingnya dalam hati soal etos kerja.

Dalam mimpi itu Imam Junaid‎ didesak untuk meminta maaf atas perbuatannya tersebut. Sejak saat itu Imam Junaid‎ berusaha keras mencari si fakir ke semua penjuru Baghdad. Berulang kali dilakukan, beliau tetap gagal menjumpainya, hingga suatu ketika Imam Junaid‎ melihatnya sedang memunguti dedaunan di atas sungai untuk dimakan. Dedaunan itu adalah sisa sayuran yang jatuh saat dicuci.

Segera Imam Junaid‎ menyapanya dan tanpa disangka keluar ungkapan balasan, “Apakah kau akan mengulanginya lagi wahai Abul Qasim?”

“Tidak.”

“Semoga Allah SWT mengampuni diriku dan dirimu.”

Imam Junaid r.a beruntung, peringatan untuk kesalahan “kecilnya” datang lewat mimpi sehingga bisa berbenah diri. 

Begitulah cara Allah mengingatkan orang yang dekat dengan-Nya. Sosok ulama besar seperti Imam Junaid Al-Baghdadi itu.

Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Junaid‎ sendiri sebagaimana terekam dalam Kitab Raudlatur Rayahin karya Abdul As'ad Al-Yafi'i.

***

Dari kisah ini kita mendapatkan satu pelajaran yang sangat berharga. Lantas bagaimana dengan diri kita, atau orang-orang yang gemar mengumpat, mencela orang lain, bukan saja dalam hati, tapi juga terang-terangan lewat lisan, tulisan, atau bahkan media sosial yang dapat dilihat oleh banyak orang?

Karena itu, mari kita senantiasa mengoreksi diri kita, dan berhati-hati dalam segala hal. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 10 Agustus 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

Editor: Hakim