Khutbah Jumat: Konsep Takwa dalam Kitab Al-Nashāih Al-Diniyyah

 
Khutbah Jumat: Konsep Takwa dalam Kitab Al-Nashāih Al-Diniyyah
Sumber Gambar: Dok.Laduni.ID

KHUTBAH 1

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ لَهُ الْحَمْدُ كُلُّهُ وَ لَهُ الْمُلْكُ كُلُّهُ وَ بِيَدِهِ الْخَيْرُ كُلُّهُ وَ إِلَيْهِ يَرْجِعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ فِيْ ذَاتِهِ وَ أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَخْلُوْقَاتِهِ أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى أَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ الْمُقْتَدِيْنَ بِهِ فِيْ كُلِّ حَالَاتِهِ. أما بعد فَيَا عِبَادَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَالزَّادِ التَّقْوَى فَقَالَ اللهُ عَزَّ مِنْ قَائِلٍ : لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Marilah kita memanjatkan Puja dan Puji Syukur kehadirat Allah SWT dengan nikmatnya dan hidayahnya kita dapat berkumpul disini menunaikan solat berjamah

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah menyampaikan Agama yang sempurna kepada umat manusia. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang selalu berpegang teguh dengan sunnah Beliau hingga ajal menjemput kita.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Dalam ajaran Islam, terma takwa seringkali kita temukan di dalam berbagai teks, baik al-Qur’an maupun al-Hadits. Begitupun dengan pengertiannya, para ahli tak sedikit yang memberikan ulasan mengenai terma takwa ini ke dalam lingkup pengertian secara bahasa dan istilah.

Namun pada kajian ini, penulis secara khusus hendak mengulas kata takwa ini dalam perspektif Imam Abdullah al-Haddad berdasar bacaan terhadap karyanya yang bernama al-Nashāih al-Diniyyah. Kitab al-Nashāih al-Diniyah salah satu kitab yang ditulis oleh Imam al-Haddad, di dalamnya banyak mengulas beberapa terma yang sering kita dengar menurut hierarki ajaran Islam.

Terma yang dimaksud di sini seperti takwa, taat, syukur, shalat, dzikir dan sebagainya. Menariknya, terma-terma di muka diulas dengan menitikberatkan pada dalil naqli, ulasan logis pada sisi bahasa, perdebatan para ahli di dalamnya, lalu kesimpulan sehingga istilah yang dihasilkan menjadi argumentatif secara epistemik.

Penamaan al-Nashāih al-Diniyah bagi penulis sendiri merupakan keunikan tersendiri. Sebab, kata al-Nashāih bagi kebanyakan orang dipahami sebagai bentuk plural dari al-Nashīhah yang artinya nasihat. Secara leksikal, pemahaman ini benar karena kata nasihat dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari al-Nashīhah dalam bahasa Arab.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Tetapi dalam perspektif penulis kitab, kata al-Nashīhah dalam pengertian nasihat akan rancu apabila dihubungkan dengan kata al-Diniyah. Pemaknaan yang cocok untuk al-Nashīhah di sini adalah keikhlasan. Alasannya, karena penamaan kitab al-Nashāih al-Diniyah sendiri mengacu pada sebuah hadits yang berbunyi:

 “al-Dīnu al-Nashīhatu. Qālū: Liman, Yā Rasūlallāhi? Lillāhi, wa likitābihī, wa lirasūlihī, wa liaimmatil muslimīna wa ‘āmmihim”. (HR. Muslim).

Agama itu adalah keikhlasan. Bagi siapa keikhlasan tersebut wahai Rasulullah? Bagi Allah, bagi kitab-kitab Allah, bagi para utusan Allah, bagi para pemimpin kaum muslimin, dan bagi kaum muslimin secara umum.

Jika dikaji lebih mendalam, pengertian hadits di atas merupakan anjuran kepada kita selaku umat muslim untuk menekankan aspek keikhlasan dalam segala hal, termasuk beribadah, bekerja, belajar, berkarya, dan lain-lain. Seperti keikhlasan kita dalam menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Keikhlasan ini bagi penulis merupakan cikal bakal dari ketakwaan seseorang dan pemantapan akidah tauhid. Karena, ibadah apapun tanpa didasari oleh keikhlasan akan menjadi sia-sia. Allah berfirman:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ (٥)

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah: 05).

Di dalam al-Qur’an, setidaknya ada kurang lebih 259 kata takwa yang termaktub. Dari sekian jumlah kata takwa yang ada, mungkin yang paling masyhur di telinga kita adalah ayat 102 di dalam surat Ali Imran yang artinya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ (١٠٢)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya.

Ayat ini menurut menurut Imam al-Haddad merupakan perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk senantiasa taat terhadap perintah dan menjauhi segala larangan. Usaha untuk taat terhadap perintah dan menjauhi segala larangan harus dengan sungguh-sungguh, lahir batin disertai rasa ta’dzim dan takut kepada Allah. Untuk itu, para mufassir memberikan pengertian bahwa ketakwaan seseorang harus mengandung ketaatan, tidak ingkar, selalu mengingat, tidak lupa, bersyukur, dan tidak kufur kepada Allah. Tidak hanya itu, takwa bagi Imam al-Haddad memuat berbagai macam kebaikan untuk orang-orang mukmin, baik secara langung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, untuk mencapai derajat takwa, salah satunya dengan jalan berlomba-lomba dalam mengembangkan kebaikan yang nantinya bermanfaat bagi umat manusia, terlebih bagi orang-orang yang beriman.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Sependek telaah penulis terhadap kitab al-Nashāih al-Diniyah, konsep takwa yang diformulasikan oleh Imam al-Haddad terbagi menjadi lima garis besar. Pertama, takwa adalah wasiat yang Allah sampaikan untuk manusia, sejak zaman Nabi Adam, hingga umat akhir zaman. Allah s.w.t. berfirman:

وَلِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَاِيَّاكُمْ اَنِ اتَّقُوا اللّٰهَ ۗوَاِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَنِيًّا حَمِيْدًا (١٣١)

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah [360] dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. (QS. Al-Nisa: 131).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Maka, tidak ada kebaikan baik langsung maupun tidak langsung, kecuali dengan perantara takwa. Di samping itu, takwa merupakan baju zirah dan benteng yang kuat dalam rangka melindungi umat manusia dari kerusakan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu yang merusak atau al-Nafsul Ammārah bi al-Sū’. Kedua, takwa merupakan media bagi orang-orang yang beriman untuk selalu dijaga oleh Allah dari sesuatu yang membahayakan, serta Dia akan bersamanya. Allah berfirman:

وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ (١٩٤)

Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah, 194)

Konsep ketiga, takwa merupakan jalan untuk mendaptakan Ilmu Ladunni. Pengertian ilmu ladunni menurut para ahli cukup beragam, namun penulis lebih tertarik dengan pandangan al-Ghazali bahwa yang dimaksud ilmu ladunni adalah ilmu yang dihasilkan melalui cahaya ilham yang memancar dan mengalir kepada seseorang yang dekat dengan Allah. Allah s.w.t. berfirman:

وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ (٢٨٢)

Bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Baqarah, 282).

Apabila seseorang sampai kepada derajat takwa dan memperoleh ilmu ladunni, maka menurut Imam al-Haddad, ia akan mempunyai kemampuan dalam membedakan yang baik dan buruk, halal dan haram, abstrak dan kongkret, serta Allah ampuni dosanya dengan pengampunan yang agung. Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَتَّقُوا اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّكُمْ فُرْقَانًا وَّيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ (٢٩)

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Anfal, 29).

 Konsep keempat,  takwa merupakan kendaraan dalam rangka menyelamatkan diri dari api neraka. Menurut Imam al-Haddad, pada hakikatnya umat manusia adalah ahli neraka. Lalu Allah selamatkan orang-orang beriman dan bertakwa dari api neraka lantaran rahmat-Nya yang begitu luas dan agung. Kemudian Allah janjikan mereka syurga yang penuh dengan fasilitas kenikmatan yang luar biasa:

وَيُنَجِّى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْۖ لَا يَمَسُّهُمُ السُّوْۤءُ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ (٦١)

Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita. (QS. Al-Zumar, 61).

تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِيْ نُوْرِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا (٦٣)

 Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (QS Maryam, 63).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Rahmat Allah yang dianugerahkan kepada orang yang bertakwa luar biasa luasnya. Sehinga dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa rahmat Allah mengalahkan murka-Nya. Ini dapat dipahami bahwa kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya tidak terbatas. Selain rahmat yang membebaskan orang-orang yang bertakwa dari api neraka dan menjanjikan mereka surga yang begitu nikmat sebagaimana disebutkan oleh penulis di atas. Dengan rahmat itu pula Allah memberikan rezeki yang tak disangka-sangka bagi hamba-hamba-Nya yang bertakwa, serta menjadikan setiap urusan mereka menjadi mudah. Allah berfirman:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ (٢)

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. Al-Thalaq: 2).

………وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ……

Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. Al-Thalaq:3).

Konsep kelima, takwa adalah media yang membentuk seseorang menjadi manusia yang mulia. Menurut Imam al-Haddad, kemulian seseorang tidak ditentukan oleh nasab, harta dan sesuatu yang lain. Hanya takwa yang menentukan seseorang itu mulia, sebagaimana firman Allah s.a.w.:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ (١٣)

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat:13).

Inilah lima konsep takwa menurut Imam al-Haddad yang penulis kaji dalam kitab al-Nashāih al-Diniyah. Semoga kita senantiasa menjadi hamba-hamba yang masuk dalam kategori lima konsep di atas. Aamiin… Wallahu A’lam.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Demikianlah khotbah singkat kali ini, semoga hal ini dapat menjadi bahan renungan yang mendalam, bagi kita semua amin.

بارَكَ اللهُ لِي ولَكُمْ فِي الْقُرْءانِ الْعَظِيمِ  ونَفَعَنِي وإِيَّاكُمْ مِنَ الْآياتِ  وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ أَقُلُ قَوْلِي  هذا وَأَسْتَغفِرُ اللهَ لِيْ ولَكُمْ ولِجَمِيعِ الْمٌسلِمِين فاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّه تعالى جَوادٌ كَرِيمٌ مَلِكُ بَرٌّ رَءُوْفٌ رَحِيمٌ.

KHUTBAH 2

سَيِّدُ الْإِنْسِ والْبَشَرِ.اللَّهمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ على سيِّدِنا على عَبْدِكَ  ورَسُولِك محمَّدٍ وآلِه وصَحْبِه مَااتَّصَلَتْ عَينٌ بِنَظَرٍ وأُذُنٌ بِخَبَرٍ. ( أمّا بعدُ ) فيَآايُّهاالنّاسُ اتَّقُوا اللهَ تعالى وَذَرُوا الْفَواحِشَ ما ظهَرَ مِنْها وما بَطَنَ وحافَظُوا على الطَّاعَةِ وَحُضُورِ الْجُمُعَةِ والجَماعَةِ . وَاعْلَمُوا  أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ  فِيه بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلائكةِ قُدْسِهِ. فَقالَ تعالى ولَمْ يَزَلْ قائِلاً عَلِيمًا: إِنَّ اللهَ وَملائكتَهُ يُصَلُّونَ على النَّبِيِّ يَآ أَيّها الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا اللَّهمَّ صَلِّ وسَلِّمْ على سيِّدِنا محمَّدٍ وعلى آلِ سيِدِنَا محمَّدٍ  كَما صَلَّيْتَ على سيِّدِنا إِبراهِيمَ وعلى آلِ سيِّدِنَا إِبراهِيمَ في الْعالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاء الرّاشِدِينَ الَّذينَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَكانُوا بِهِ يَعْدِلُونَ أَبي بَكْرٍ وعُمرَ وعُثْمانَ وعلِيٍّ وَعَنِ السَتَّةِ الْمُتَمِّمِينَ لِلْعَشْرَةِ الْكِرامِ وعَنْ سائِرِ أَصْحابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعينَ وَعَنِ التَّابِعِينَ وتَابِعِي التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ. اللَّهمَّ لا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ فِي عُنُقِنَا ظَلَامَة ونَجِّنَا بِحُبِّهِمْ مِنْ أَهْوالِ يَومِ الْقِيامَةِ. اللَّهمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ والمُسلمينَ وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ والمُشْركِينَ. ودَمِّرْ أَعْداءَ الدِّينِ. اللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنا. وَاجْعَلِ اللَّهمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ  اللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنا. وَاجْعَلِ اللَّهمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ

DOA KHUTBAH

اللَّهمَّ اغْفِرْ لِلمُسلِمينَ والمُسلماتِ والمُؤْمنينَ والمُؤْمِناتِ الْأَحْياءِ مِنْهُمْ والْأَمْواتِ بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اللَّهمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَباءَ والزِّنا والزَّلَازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوءَ الفِتَنِ ما ظَهَرَ مِنْها وما بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا هَذا خاصَّةً وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسلمينَ عامَّةً يا رَبَّ الْعَالَمِينَ.رَبَّنا آتِنا في الدّنيا حَسَنَةً وَفي الآخرة حَسَنَةً  وقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسان وإِيتاءَ ذِي الْقُرْبَى  ويَنْهَى عَنِ الْفَحْشاءِ والْمُنْكَرِوَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ على نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَكْبَرُ.

_________________________
Oleh: Ustadz Mohammad Khoiron