Kisah Mbah Ma’shum Lasem: Wira’i, Kedermawanan dan Pemerataan Ekonomi Santri

 
Kisah Mbah Ma’shum Lasem: Wira’i, Kedermawanan dan Pemerataan Ekonomi Santri
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Mbah Ma’shum (Mbah Shum) Lasem lahir pada tahun 1870 merupakan salah seorang pendiri Jam’iyyah NU bersama Kyai Hasyim Asy’ari dan para Kyai lain pada tahun 1926. Setelah Indonesia merdeka, beliau pernah menjadi anggota Konstituante (sekarang MPR).

Beliau kurang dikenal di tingkat nasional, namun di saat beliau wafat tahun 1972 (umur 102) muncul guncangan hebat di tingkat nasional, ribuan pelayat datang dari penjuru nusantara, mulai dari para kyai, politisi, para santri dan masyarakat umum. Sebagai kyai sepuh dawuh-dawuhnya sangat di didengar oleh para kyai dan masyarakat pada umumnya. Terutama pada saat hebohnya pemberontakan PKI.

Dalam manaqib Mbah Ma’shum dikisahkan, setiap kali mbah Shum hendak menerima gaji konstituante beliau menyuruh murid-murid dekatnya untuk mengambilkan gajinya. Ketika santri yang ditugasi mengambil gaji datang, beliau menerimanya diemperan rumah, tidak berkenan di dalam rumah. Dengan didampingi beberapa santri, mbah Shum mengelompokkan gaji tersebut untuk diberikan kepada para santri dan alumni santri yang kurang mampu. Tanpa mengambil satu sen pun dari gaji tersebut.

Terdapat kisah lain, setiap kali menjelang hari raya Mbah Shum mendatangi (silaturrahim) para alumni-alumni santri yang sudah sukses (kaya). Kedatangan Mbah Ma’shum ini untuk meminta shadaqah dan zakat mal mereka. Namun harta-harta itu bukan untuk mbah Shum sendiri, melainkan didistribusikan kepada para santri dan alumni santri yang kurang mampu dari segi ekonomi. Meskipun para alumni sudah tidak berada di pondok, Mbah Shum sangat perhatian kepada para alumninya, sehingga Mbah Shum merasa terpanggil untuk pemerataan ekonomi para santrinya.

Hikmah: Kita bisa meniru kewira’an, kedermawan dan care-nya Mbah Shum. Beliau sangat perhatian kepada masyarakat sekitar dan para santrinya. Selain itu, kita juga bisa meniru bagaimana mbah Shum mengaplikasikan konsep pemerataan ekonomi santri dan kaum dhu’afa.

Oleh: KH. Ahmad Attabik


Editor: Daniel Simatupang