Taliban Menang, Akankah Afganistan Jadi Basis Terorisme Internasional?

 
Taliban Menang, Akankah Afganistan Jadi Basis Terorisme Internasional?
Sumber Gambar: Ketua Bidang Kajian Strategis PP GP Ansor Mohammad Mohammad Nuruzzaman (Foto: FB)

Laduni.ID, Jakarta- Beragam prediksi mengemuka setelah kelompok Taliban berhasil menduduki Kabul sebagai sentrum pemerintahan Afganistan. Sejalan dengan itu, pasukan Amerika Serikat (AS) telah ditarik lebih dulu dari negeri yang kerap menjadi target proksi kepentingan negara-negara adidaya. Langkah Taliban mengambil kendali politik semakin mudah ketika sebelumnya, Presiden Ashraf Gani telah meninggalkan Afganistan dan dikabarkan pergi ke Tajkistan. Lalu, pada Senin 16 Agustus 2021, Taliban berhasil menduduki istana kepresidenan.

Meski elit Taliban menyatakan bahwa perang telah usai dan ingin hidup damai, tetapi kepanikan warga terjadi dan tidak sedikit yang bergegas pergi meninggalkan Kabul. Hingga kini, belum ada kepastian bagaimana transisi politik akan berlangsung serta mekanisme pengelolaan kekuasaan setelah Taliban mengklaim kemenangannya. Bagaimana masa depan Afganistan? Akankah menjadi basis terorisme internasional, seperti prediksi sebagian pihak? Ataukah Afganistan sepenuhnya dapat menjadi negeri yang berdaulat, walau di bawah kepemimpinan politik Taliban? Dan beragam pertanyaan lain yang mengemuka di ruang publik.

Ketua Bidang Kajian Strategis PP GP Ansor Mohammad Nuruzzaman menyebutkan bahwa paska penguasaan Kabul, Taliban besar kemungkinan akan mendeklarasikan negara Islam. 

“Taliban akan mengumumkan "kemerdekaan" di bawah imarah (semirip dengan konsep imamah,red) Islam dan mereka meyakinkan diri untuk langkah selanjutnya adalah pengakuan dari dunia internasional agar semakin kuat. Para petinggi meyakinkan masyarakat Afganistan dan internasional bahwa mereka akan menjunjung tinggi hak asasi, melindungi seluruh masyarakat, seluruh diplomat asing, dan melakukan perundingan dengan eks pemerintah Afganistan demi kebaikan,” tulis Noeruzzaman dalam utasan singkatnya merespon kemenangan Taliban, Senin 16 Agustus 2021.

Kendati begitu, ia mengakui, bahwa di internal (elit) Taliban juga punya persoalan, selain dinamika antar faksi, di antara mereka juga belum ada yang dapat mengendalikan sepenuhnya kelompok gerilyawan.

“Baik karena banyak yang ingin tahu, saya sedikit cerita yang saya tahu saja. Banyak ahli sebenarnya yang bisa menjelaskan. Taliban jelas memiliki 3 faksi di Afghanistan, ada faksi Al-Qaeda, faksi ISIS yang akan deklarasi Islamic khurozan state/propinsi khurozan dan taliban "moderat". Taliban sendiri ada masalah antara elit mereka dengan pasukan dibawah, sejauh ini belum terkontrol penuh,” sambung Noeruzzaman.

Komandan Densus 99, PP GP Ansor itu melanjutkan, bila dinamika di level elit Taliban tidak berujung pada kompromi yang saling menguntungkan, maka bisa jadi situasi konflik terbuka di antara mereka akan memicu konflik bersenjata antar kelompok di sejumlah daerah di Afganistan. “Taliban memiliki masalah komplek juga, pertama sukuisme, jadi penguasa-penguasa kecil akan terjadi, kedua faksi terpecah, ketiga adanya kelompok ISIS yang memerangi mereka,” terang Noeruzzaman.

Perihal kecemasan dunia internasional mengenai potensi bangkitnya kelompok jihadis bersenjata, menurut Noeruzzaman hingga kini belum terbaca sinyalemen itu. Ia menambahkan, situasi itu tergantung dari intensi dunia barat terhadap dinamika konflik yang terjadi di Afganistan dan dinamika antar faksi Taliban.

“Adapun kekhawatiran dunia internasional tentang jihad global, hingga saat ini belum terlihat aktifitas "hijrah" ke Taliban. Namun dielu-elukan sebagai model negara Islam iya, dan menjadi magnet perhatian para aktifis radikal juga iya. Namun masih jauh untuk bergabung kesana, kecuali terjadi kekacauan disana antara taliban dan tentara asing khususnya Amerika atau NATO. Diplomat Indonesia saja masih cukup aman di sana. Al-Qaeda akan dijadikan senjata pamungkas, sekarang mereka bilang "tidak ada larangan dalam Islam untuk bermuamalah dengan siapapun" ini kata Abdul Ghani Baradar (pemimpin Taliban). Dan Al-Qaeda sepertinya mengerti posisinya untuk tetap diam dulu, kalo asing menyerang mereka dikeluarkan. Kalau Al-Qaeda tahu diri, ke depan akan menjadi magnet kelompok radikal pro Al-Qaeda yang memiliki semboyan "mutanawiatul asykal muttahidil aghrob”. Afghanistan akan menjadi pusat teror dunia,” pungkas Noeruzzaman.

Seperti diwartakan, Presiden AS Joe Bidden telah memutuskan bahwa Amerika akan mengakhiri misi militernya di Afganistan pada 31 Agustus 2021 mendatang. Amerika mengklaim dengan tewasnya pimpinan Al-Qaeda, Osama Bin Laden pada 2011, melalui operasi militer bernama Enduring Freedom, situasi konflik di Afganistan dapat dikendalikan sepenuhnya. Setelahnya, Amerika membentuk negara demokrasi ala Barat--sebagian pihak menyebut pemerintahan ‘boneka AS’, yang harapannya dapat mengendalikan situasi konflik bersenjata di Afganistan. Jalan perundingan yang dilakukan oleh AS dan NATO dengan kelompok Taliban kerap berujung buntu. Pihak AS dan NATO meminta agar Taliban memutus afiliasinya dengan kelompok Al-Qaeda dan ISIS, sementara Taliban menghendaki agar AS dan NATO menarik mundur pasukannya dari seluruh wilayah Afganistan. Realitasnya, kelompok gerilyawan tetap melancarkan serangan terhadap pasukan AS di Afganistan. Hingga kini belum dapat dipastikan apa dan bagaimana mekanisme transisi politik selanjutnya. Apakah Taliban dapat mengambil simpatik dari komunitas muslim dunia yang berdampak pada dukungan politik? Akankah AS dan NATO akan rela melepas kendali politik-militer sepenuhnya di bekas wilayah pendudukannya itu? Apakah kompromi politik di antara faksi Taliban dan barisan pendukung pemerintahan sebelumnya akan saling menguntungkan dan berjalan langgeng? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Editor : Ali Ramadhan