Dalil Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW

 
Dalil Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: Dens_art1 laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Bulan Rabiul Awal merupakan bulan yang sangat istimewa dan bulan yang selalu ditunggu kehadirannya dengan suka cita oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Pada bulan ini telah dilahirkan makhluk terbaik, termulia nan sempurna, sang kekasih, sang pembawa risalah yang menebarkan rahmat bagi sekalian alam yang syafaatnya dinantikan di hari akhir kelak oleh semua umat Islam, yakni Baginda Nabi Muhammad SAW.

Tepat pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal Baginda Nabi Muhammad SAW dilahirkan dari pasangan Sayyid Abdullah dan Sayyidah Aminah Radhiyallahu 'anhuma.

Setiap tahun umat Islam di seluruh dunia akan menyambut bulan kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW dengan berbagai macam cara dan tradisi yang penuh rasa kegembiraan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kecintaan dan kerinduan yang teramat dalam kepada sang kekasih Allah itu.

Mengenai hal ini, dalam sebuah kesempatan ceramah, Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa maulid adalah menggambarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW, baik dari tempat dan waktunya. Jadi jika kita berbicara maulid, maka kita akan berbicara segala sesuatu dan semua informasi yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa pembicaraan tentang maulid Nabi sudah ada sejak zaman sahabat. Bahkan sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW sudah dibicarakan bahwa akan ada sosok yang namanya Muhammad. Terlepas akan dirayakan atau tidak, pembicaraan tentang Nabi sudah dibicarakan jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Umat Islam secara khusus mulai membicarakan dan membahas tentang maulid adalah sejak umat Islam mempelajari Al-Qur'an. 

Dalam Kitab Al-Hawi lil Fatawa, Imam As-Suyuthi menerangkan bahwa orang yang pertama kali merayakan maulid Nabi secara meriah dan besar-besaran adalah Raja Mudzaffar, penguasa wilayah Irbil. Beliau adalah seorang raja yang alim, bijaksana, adil dan dermawan. Tradisi perayaan maulid Nabi seperti itu berlanjut dan dilakukan hingga saat ini oleh seluruh umat muslim terutama yang beraqidah Ahlussunnah wal Jamaah.

Namun demikian, meskipun perayaan maulid Nabi telah berlangsung sejak lama, tapi sampai saat ini masih ada sekelompok orang yang menganggap bahwa memperingati maulid Nabi merupakan perbuatan bid'ah yang tidak dilakukan oleh Nabi sendiri, dan oleh karenanya tidak dianjurkan.

Menanggapi hal ini, maka penting kiranya untuk menjelaskan tentang berbagai macam dalil perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Di antara dalil perayaan maulid Nabi Muhammad SAW menurut sebagian ulama adalah firman Allah dalam Surat Yunus ayat 58 berikut ini:

قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

"Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya (Nabi Muhammad SAW) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira."

Kemudian dalam sebuah Hadis dari Anas r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menjelaskan bahwa orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, ia akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَتَى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلَاةٍ وَلَا صَوْمٍ وَلَا صَدَقَةٍ وَلَكِنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

"Dari sahabat Anas, sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, kapan Hari Kiamat terjadi ya Rasul? Nabi bertanya balik, apa yang telah engkau persiapkan? Ia menjawab, aku tidak mempersiapkan untuk Hari Kiamat dengan memperbanyak shalat, puasa dan sedekah. Hanya aku mencintai Allah dan Rasul-Nya. Nabi berkata, engkau kelak dikumpulkan bersama orang yang engkau cintai."

Mengenai Hadis di atas Imam Nawawi memberikan komentar di dalam Kitabnya Syarh Muslim sebagaimana berikut:

فِيْهِ فَضْلُ حُبِّ اللهِ وَرَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالصَّالِحِيْنَ وَاَهْلِ الْخَيْرِ الْاَحْيَاءِ وَالْاَمْوَاتِ وَمِنْ فَضْلِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ اِمْتِثَالُ اَمْرِهِمَا وَاجْتِنَابُ نَهِيْهِمَا وَالتَّأَدُّبُ بِالْآدَابِ الشَّرْعِيَّةِ وَلَا يُشْتَرَطُ فِي الْاِنْتِفَاعِ بِمَحَبَّةِ الصَّالِحِيْنَ أَنْ يَعْمَلَ عَمَلَهُمْ اِذْ لَوْ عَمِلَهُ لَكَانَ مِنْهُمْ وَمِثْلِهِمْ وَقَدْ صَرَحَ فِي الْحَدِيْثِ الَّذِيْ بَعْدَ هَذَا بِذَلِكَ 

"Hadis ini menjelaskan keutamaan cinta Allah, Rasul, orang-orang sholeh dan ahli kebaikan, baik yang masih hidup atau sudah meninggal. Di antara keutamaan mencintai Allah dan Rasul-Nya adalah mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya serta beretika dengan etika-etika yang sesuai syariat. Tidak disyaratkan untuk mendapatkan manfaat dengan cara mencintai orang-orang sholeh, berperilaku seperti mereka, sebab jika demikian, maka ia termasuk golongan mereka. Nabi telah menjelaskan hal ini dalam Hadis setelah ini."

Dalam Kitab Al-Hawi Lil Fatawa, Imam As-Suyuti menjelaskan mengenai hukum asal perayaan maulid Nabi SAW, sebagaimana keterangan berikut ini: 

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً" وَقَالَ: "وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ

"Hukum Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf sholeh yang hidup pada tiga abad pertama. Tetapi meski demikian, peringatan maulid mengandung kebaikan dan potensi tidak baik. Jadi barang siapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang tsabit (Shahih)."

Lebih lanjut Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa perayaan maulid Nabi yang di dalamnya terkumpul tradisi pembacaan Al-Qur'an dan pembacaan riwayat hidup Baginda Nabi Muhammad SAW yang merupakan bid'ah hasanah (perbuatan bid'ah yang bagus dan tidak tercela).

عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةِ الْأَخْبَارِالْوَارِدَةِ فِي مَبْدَأِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ الْآيَاتِ، ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لَمَّا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْم قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ  وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَولِدِهِ الشَّرِيْفِ

"Menurut saya, hukum pelaksanaan maulid Nabi, yang mana pada hari itu masyarakat berkumpul, membaca Al-Qur’an, dan membaca kisah Nabi SAW pada  permulaan perintah Nabi SAW serta peristiwa yang terjadi pada saat beliau dilahirkan, kemudian mereka menikmati hidangan yang disajikan dan kembali pulang ke rumah masing-masing tanpa ada tambahan lainnya, adalah bid’ah hasanah. Diberi pahala orang yang memperingatinya karena bertujuan untuk mengagungkan Nabi SAW serta menunjukkan kebahagiaan atas kelahirannya."

Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki dalam kitabnya Mafahim Yajibu An-Tushahha menjelaskan bahwa perayaan maulid Nabi adalah tradisi yang sangat baik yang mengandung banyak faedah dan manfaat.

وَالْحَاصِلُ اَنّ الْاِجْتِمَاعَ لِاَجْلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ اَمْرٌعَادِيٌّ وَلَكِنَّهُ مِنَ الْعَادَاتِ الْخَيْرَةِ الصَّالِحَةِ الَّتِي تَشْتَمِلُ عَلَي مَنَافِعَ كَثِيْرَةٍ وَفَوَائِدَ تَعُوْدُ عَلَي النَّاسِ بِفَضْلٍ وَفِيْرٍ لِاَنَّهَا مَطْلُوْبَةٌ شَرْعًا بِاَفْرِادِهَا.

"Bahwa sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi SAW merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faedah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya".

Lebih dari itu, Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki menjelaskan bahwa tujuan merayakan maulid bukanlah sebatas seremonial belaka, namun merupakan bentuk memupuk rasa cinta terhadap Nabi Muhammad SAW. Keterangan ini sebagaimana terdapat di dalam kitabnya yang lain yaitu Kitab Al-I’lam bi Fatawi Ulama Al-Islam Haula Maulidihi ‘Alaihi As-Shalatu wa As-Salam. Berikut ini redaksinya:

لَيْسَ الْمَقْصُوْدُ مِنْ هِذِهِ الْاِجْتِمَاعَاتِ مُجَرَّدُ الْاِجْتِمَاعَاتِ وَالْمَظَاهِرِ بَلْ إِنَّ هَذِهِ وَسِيْلَةٌ شَرِيْفَةٌ اِلَى غَايَةٍ شَرِيْفَةٍ وَهِيَ كَذَا وَكَذَا وَمَنْ لَمْ يَسْتَفِدْ شَيْأً لِدِيْنِهِ فَهُوَ مَحْرُوْمٌ مِنْ خَيْرَاتِ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ

"Tujuan perkumpulan ini bukan sebatas perkumpulan dan seremonial belaka, namun menjadi perantara mulia untuk maksud yang mulia, ini dan itu. Barang siapa yang tidak mendapatkan faedah untuk agamanya, maka ia terhalang dari kebaikan-kebaikan maulid Nabi yang mulia."

Jika masih belum cukup dengan keterangan di atas, kiranya perlu juga disampaikan satu syair yang sangat menarik yang disampaikan oleh Imam Al-Hafidz Syamsyuddin Muhammad Nasirruddin Ad-Dimasyqi. Syair ini sebagaimana tercatat di dalam Kitab I’anatuth Thalibin karya Syaikh Abu Bakar Usman bin Muhammad Syatho Ad-Dimyati As-Syafi’i. Berikut syairnya:

إِذَا كَانَ هَذَا كَافِرًا جَاءَ ذَمُّهُ * وَتَبَّتْ يَدَاهُ فِي الْجَحِيْمِ مُخَلَّدَا

أَتَى أَنَّهُ فِي يَوْمِ الْاِثْنَيْنِ دَائِمَا * يُخَفَّفُ عَنْهُ لِلسُّرُوْرِ بِأَحْمَدَا

فَمَا الظَّنُّ بِالْعَبْدِ الَّذِيْ كَانَ عُمْرُهُ * بِأَحْمَدَ مَسْرُوْرًا وَمَاتَ مُوَحِّدَا

“Jika orang seperti Abu Lahab saja yang jelas-jelas tercela dan kekal di neraka, setiap hari senin diringankan siksanya sebab ia bergembira dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW. Maka apalagi jika yang bergembira seorang muslim, yang sepanjang hidupnya bergembira atas lahirnya Nabi Muhammad SAW dan wafat dalam keadaan Islam.’’

Jadi  merayakan maulid Nabi atau hari lahir Baginda Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah tradisi yang sangat baik, sebab perayaan itu tidak lain dalam rangka mencintai dan meneladaninya, yang tentu hal ini bernilai ibadah. Bahwa barang siapa yang mencintai Baginda Nabi Muhammad SAW, kelak akan dikumpulkan bersamanya di tempat yang mulia, sebagaimana yang telah dijamin.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan yang mencintai Baginda Nabi Muhammad SAW, yang mendapatkan keberkahan dan syafaatnya serta dikumpulkan bersamanya kelak di akhirat. Amin. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 08 Oktober 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

Editor: Hakim