Biografi Sarri As Saqotti

 
Biografi Sarri As Saqotti

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-Guru Beliau

3          Penerus Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Kisah-kisah
4.1       Kisah Syech Sirri Saqathy Menunaikan Ibadah Haji
4.2       Ahmad Yazid Tinggalkan Istana Khalifah
4.3       30 Tahun Beristighfar karena Ucapan Alhamdulillah

5          Untaian Nasehat 

6          Referensi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir

Beliau adalah Abul Hasan Sarri bin Al Mughallis as Saqotti, beliau adalah paman sekaligus guru Imam Junaid. beliau, di kenal ulama besar dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang sulit dicari bandingannya. Ia menguasai ilmu hadits, ilmu fiqh, ilmu sejarah, ilmu tasawuf, ilmu kalam dan filsafat. Beliau bukan sekedar ahli ilmu tetapi ahli amal yang menghabiskan waktunya semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

1.2       Wafat

Sarri As Saqotti wafat tahun 253 H atau 251 H atau 258 H dan dikebumikan di komplek pekuburan Syuniziyah kota Baghdad.

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1       Mengembara Menuntut Ilmu

Beliau di kenal ulama besar dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang sulit dicari bandingannya. Beliau menguasai ilmu hadits, ilmu fiqh, ilmu sejarah, ilmu tasawuf, ilmu kalam dan filsafat. Beliau bukan sekedar ahli ilmu tetapi ahli amal yang menghabiskan waktunya semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Syeikh Sarri As Saqotti adalah orang yang pertama sekali mengajarkan kebenaran mistik dan ”peleburan”(fana) sufi di kota Baghdad. Kebanyakan syeikh-syeikh sufi di negeri Iraq adalah murid-murid Syaikh Sari as-Saqathi. Beliau adalah paman Junaid dan murid Ma’ruf al-Karkhi. Ia juga pernah bertemu dengan Habib ar-Ra’i. 

2.2       Guru-Guru Beliau

  1. Syeikh Ma’ruf al-Karkhi 

3          Penerus Beliau

3.1      Murid Beliau 

Syeikh Junaid al-Baghdadi 

4        Kisah-kisah

4.1    Kisah Sarri As Saqotti Menunaikan Ibadah Haji

Dalam peristiwa ini aku sedang berada di Baitul-Maqdis, ketika itu aku duduk di Sakhrah berdekatan dengan Masjid Al-Aqsha. Aku dalam keadaan sedih dan pilu sekali, kerana hari-hari untuk perlaksanaan haji ke Baitullah hanya tinggal sepuluh hari saja lagi, jadi aku merasa kesal sekali karena tidak dapat menunaikan ibadat Haji pada tahun itu.

Aku berkata dalam hatiku: “Alangkah buruknya nasib! Semua orang telah berangkat menuju ke Makkah untuk menunaikan haji, dan kini yang tinggal hanya beberapa hari saja, padahal aku masih berada di sini!”

Akupun menangis karena ketinggalan amalan Haji tahun ini. Tidak beberapa lama sesudah itu, aku terdengar suatu suara ghaib menyambut tangisanku tadi. Katanya:

“Wahai Sarri Saqothy! Janganlah engkau menangis, nanti Tuhan akan mengirimkan utusan-Nya untuk menghantarmu ke Baitullahil-Haram, Makkah di saat ini juga.!”

Aku bertanya dalam hatiku: Bagaimana ini boleh terjadi, sedang saat ini aku masih di sini, padahal perlaksanaan haji tinggal beberapa hari lagi? Apakah aku akan diterbangkan? atau bagaimana?

Suara itu kedengaran lagi: “Jangan engkau ragu! Allah Maha Kuasa mampu mempermudah segala yang sukar bagaimanapun caranya.”

Mendengar jawaban itu, aku langsung bersujud kepada Allah untuk bersyukur dengan air mata kegembiraan. Kemudian aku duduk dengan hati yang berdebar-debaran dan hatiku terus bertanya: “Benarkah apa yang dikatakan oleh suara itu?”

Tiba-tiba dari jauh tampak dengan jelas empat orang pemuda berjalan cepat-cepat menuju ke masjid, dan kelihatan wajah keempat-empat pemuda itu sangat bersinar. Seorang diantaranya lebih tampan dan berwibawa, mungkin dia itulah pemimpin rombongan ini. Mereka sholat masing-masing dua raka'at. Saya turun dari Sakhrah, lalu mendekati mereka, dalam hatiku berkata: “Moga-moga mereka inilah orang-orang yang dijanjikan oleh Tuhan dalam suara ghaib tadi!”

Aku mendekati pula pemuda yang aku menganggapnya sebagai pemimpin rombongan ini agar aku dapat mendengar do’a dan munajatnya. Aku dapatinya sedang menangis, kemudian dia berdiri, menyentuh hati sanubariku. Selesai bershalat dia lalu duduk dan datang pula ketiga-tiga pemuda yang lain pula yang duduk di sisinya.

Berkata Sarri As Saqotti: Akupun mendekati mereka serta memberi salam kepada mereka.

“Waalaikumussalam,” Jawab pemuda pemimpin itu,

“Wahai Sarri Sarri As Saqotti, wahai orang yang mendengar suara ghaib pada hari ini. Bergembiralah, bahwa engkau tidak akan ketinggalan haji pada tahun ini.”

Aku hampir-hampir jatuh pingsan, apabila mendengar berita itu. Aku terlalu gembira, dan tidak dapat kusifatkan betapa hatiku merasa senang sekali, sesudah tadinya aku bersedih dan menangis. “Ya, memang saya dengar suara ghaib itu tadi,” Jelas Sarri As Saqotti.

“Kami,” Kata pemuda itu, “Sebelum suara ghaib itu membisikkan suaranya kepadamu itu, kami sedang berada di negeri Khurasan dalam penujuan kami ke Negeri Baghdad. Kami cepat-cepat menyelesaikan keperluan kami disana, dan terus berangkat ke arah Baitullahi-Haram. Tiba-tiba terpkir oleh kami ingin menziarahi makam-makam para Nabi di Syam, kemudian barulah kami akan pergi ke Makkah yang dimuliakan oleh Allah tanahnya. Kini kami telah pun memenuhi hak-hak para Nabi itu dengan menziarahi makam-makam mereka, dan kami datang ke mari pula untuk menziarahi Baitul-Maqdis,” Pemuda itu menjelaskan lagi.

“Tetapi, apa yang tuan-tuan lakukan ketika di Khurasan awal-awal itu,?” Tanya Sarri As Saqotti.

“Kami mengadakan pertemuan dengan rekan kami, yaitu Ibrahim Bin Adham dan Ma’ ruf Al-Karkhi. Dan saat ini mereka sedang menuju ke Makkah, melalui jalan padang pasir, dan kami pula singgah di Baitul Maqdis.”

Sungguh aku sangat heran, apakah benar apa yang mereka katakan itu? dimana Khurasan dan dimana pula Syam? Jarak diantara kedua-duanya sangatlah jauh sekali dan jika ditempuh berjalan kaki memakan masa setahun lamanya. Bagaimana mereka dapat menempuhnya dengan sekedip mata saja?

“Semoga Allah merahmatimu,” ujarku. “Perjalanan dari Khurasan dan Baitul Maqdis biasanya ditempuh selama setahun? Bagaimana kamu dapat menempuhnya dalam masa yang singkat sekali?!” tambahku lagi.

“Wahai Sarri, janganlah kau heran!” Kata pemuda pemimpin itu. “Kalau perjalanannya itu sampai seribu tahun sekalipun, bukankah kita ini semua hamba-hamba Allah, dan bumi pun kepunyaan Allah? Kita pun pergi untuk menziarahi rumah-Nya, jadi Dialah yang menyampaikan kita kesana datas kehendak-Nya. Tidakkah engkau lihat betapa matahari beredar dari timur ke barat pada waktu siang harinya.

Coba engkau pikirkan bagaimana matahari itu beredar? Apakah ia beredar dengan kuasanya sendiri, ataukah dengan kuasa Tuhan? Kalaulah matahari itu yang hanya jamad (benda yang tidak bernyawa), dan ia tidak ada hisab, (perhitungan) dan tidak ada iqab (siksa) ia boleh beredar dari timur ke barat dalam satu hari, jadi tidaklah mustahil bagi seorang hamba dari hamba-hamba Allah boleh memotong perjalanan dari Khurasan ke Baitul Maqdis dalam satu saat saja. Sesungguhnya Allah Ta’ala mempunyai kuasa mutlak dan kehendak untuk membuat sesuatu yang luar biasa kepada siapa yang dicintai-Nya atau yang dipilih-Nya, tiada suatu kuasa yang dapat menghalangi kuasa dari kehendakNya.”

Dia berhenti semula kemudian menyambung lagi :

“Engkau wahai Sarri As Saqotti” Seru pemuda itu tadi,

“Hendaklah engkau memuliakan dunia dan akhirat sekaligus?” Dia menjawab: “Siapa yang mau akan kekayaan tanpa harta, dan ilmu pengetahuan tanpa belajar serta kemuliaan tanpa kaum keluarga, maka hendaklah ia membersihkan jiwanya dari mencintai dunia sama sekali, jangan sekali-kali ia bergantung kepada dunia, dan jangan sampai hatinya mengingatinya sama sekali!”

“Tuan! demi Allah yang telah menggutamakanmu dengan Nur cahaya-Nya, dan Yang telah membukakan bagimu dari hal rahsia-rahsia-Nya, sekarang engkau akan berangkat ke mana?” tanya Sarri As Saqotti.

“Kami akan berangkat untuk menunaikan haji, kemudian menziarahi maqam Nabi Muhammad SAW.”

“Demi Allah, aku tidak akan berpisah denganmu lagi, karena berpisah denganmu berarti berpisahnya roh dengan jasad,” Aku merayu kepadanya.“Kalau begitu, marilah kita berangkat bersama dengan menyebut Bismillah.”

Dia mulai bersiap-siap dan berangkat jalan. Aku pun menurut di belakangnya. Sebentar saja kami berjalan, tiba-tiba sudah masuk waktu shalat dzuhur.

“Wahai Sarri, sekarang sudah masuk waktu dzuhur, apakah engkau tidak shalat dzuhur?!” tanyanya.

“Ya, aku akan shalat dzuhur”, kataku.

Aku pun segera mencari debu bersih untuk bertayammum. Tiba-tiba kata pemuda itu :

“Tak perlu tayammum. Disini ada mata air tawar, mari ikut aku ke sana!”

Aku sebagai orang yang bodoh ikut ke jalan yang diarahkan. Disitu memang benar ada sebuah mata air tawar, rasanya lebih enak dan lebih manis dari rasa madu.

Aku pun berwudhu’ dengan air itu serta meminumnya dengan sepuas-puasnya. Kemudian aku berkata kepadanya:

“Tuan! demi Allah, aku telah melalui jalan ini berkali-kali, tetapi tak pernah aku menemui mata air apapun ditempat ini?”

“Kalau begitu kita harus bersyukur kepada Allah atas kemurahan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya.”

Kami pun bershalat bersama-sama, kemudian berjalan lagi hingga dekat ke waktu Ashar. Aku tidak percayakan diriku ketika aku lihat menara-menara tinggi Negeri Hijaz itu. Tidak beberapa lama sesudah itu, aku terlihat tembok-tembok Kota Makkah. “Oh, ini Makkah! bisik hatiku. Betulkah aku dalam keadaan sadar, ataupun mungkin ini hanya sebuah impian malam saja!!!

Tiba-tiba tercetus dari mulutku, “Eh kita sudah sampai ke Makkah?!” Aku terus menangis dan air mataku menetes diseluruh pipiku.

“Wahai Sarri,” Kata pemuda itu. “Engkau sudah sampai di Makkah. Sekarang engkau hendak berpisah denganku ataupun kau hendak masuk bersama-sama denganku?!” Tanya pemuda itu.

“Ya, saya akan masuk bersamamu,” Jawabku.

Kami pun masuk Makkah itu menerusi pintu Nadwah. Di situ aku temui dua orang laki-laki sedang menunggu kami. Seorang agak sudah tua parasnya dan yang lain pula masih muda dan tegak lagi.

Apabila kedua orang laki-laki itu melihat pemuda tadi, mereka tersenyum dan serta merta mereka datang dan mendekapnya. Kemudian sebut mereka: Alhamdulillah alas-salaamah! (segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kamu.)

“Tuan, siapa mereka ini” tanyaku. “Ah,” bunyi suaranya. “Yang tua ini adalah Ibrahim Bin Adham dan pemuda ini ialah Ma’ruf Al-Karkhi.” Aku pun bersalaman dengan mereka.

Kami sekalian duduk didalam Masjid hingga tiba waktu shalat Ashar. Kemudian kita bershalat Maghrib dan Isya’ di Masjidil Haram.

Sesudah itu, maka masing-masing mereka mengambil tempat-tempat sendiri didalam masjid itu bershalat bermacam-macam shalat. Aku juga turut bershalat sekedar kemampuanku hingga tertidur dengan nyenyaknya. Apabila aku tersadar dari tidurku itu aku dapati mereka sudah tidak ada lagi disitu. Aku coba mencarinya di sekitar Masjidil Haram itu, tiada jejak pun melainkan sudah aku amatinya, namun bayangnya pun tidak kudapati. Kemana mereka telah pergi? aku memanggil-manggil disitu seperti orang gila yang tidak tentu arahnya.

Kemudian aku pergi mencari mereka ditempat lain, disekitar Masjidil-Haram, dan sekitar kota Makkah, di Mina, dan ditempat-tempat lain lagi, namun aku tidak menemui walau seorang pun dari mereka.

Aku merasa sedih sekali, dan kadang-kadang aku menangis seorang diri, karena telah terpisah dari mereka itu sekalian. Semoga Allah merahmati mereka sekalian.

4.2       Ahmad Yazid Tinggalkan Istana Khalifah

Ahmad Yazid meninggalkan istana dengan kemewahan di dalamnya untuk mengembara ke padang belantara. Ibu dan istrinya ia tinggalkan demi menempuh jalan lurus yang ditunjukkan oleh gurunya. Beberapa hari kemudian seorang perempuan tua berambut kusut dengan bekas-bekas luka di pipinya datang menghadap Imam Sari as-Saqotti dan berkata:

"Wahai imam kaum Muslimin. Aku mempunyai seorang putra yang masih remaja dan berwajah tampan. Pada suatu hari ia datang untuk mendengarkan khutbahmu dengan tertawa-tawa dan langkah-langkah yang gagah tetapi kemudian pulang dengan menangis dan meratap-ratap. Sudah beberapa hari ini ia tidak pulang dan aku tidak tahu kemana perginya. Hatiku sedih karena berpisah dari dia. Tolong, lakukanlah sesuatu untuk diriku."

Permohonan wanita tua itu menggugah hati Sarri As Saqotti. Maka berkatalah ia: "Janganlah berduka. Ia dalam keadaan baik. Apabila ia kembali, niscaya engkau akan kukabarkan. Ia telah meninggalkan dan berpaling dari dunia ini. Ia telah bertaubat dengan sepenuh hatinya.”

Beberapa lama telah berlalu. Pada suatu malam, Ahmad Yazid kembali kepada Sarri As Saqotti. KemudianSarri As Saqotti memerintahkan kepada pelayannya, "Kabarkanlah kepada ibunya". Kemudian ia memandang Ahmad. Wajahnya pucat, tubuhnya lemah, dan badannya yang jangkung kokoh bagaikan pohon cemara itu telah bungkuk.

"Wahai guru yang budiman," kata Ahmad kepada ImamSarri As Saqotti. "Karena engkau telah membimbingku ke dalam kedamian dan telah mengeluarkan aku dari kegelapan, aku berdoa semoga Allah memberikan kedamaian dan menganugrahkan kebahagiaan kepadamu di dunia dan akhirat."

Mereka sedang asyik berbincang-bincang ketika ibu dan istrinya Ahmad masuk. Mereka juga membawa putranya yang masih kecil. Ketika sang Ibu melihat Ahmad yang sudah berubah sekali keadaannya, ia pun menubruk dada Ahmad. Di kiri kanannya istrinya meratap-ratap dan anaknya yang menangis tersedu-sedu.

Semua yang menyaksikan kejadian ini ikut terharu dan Imam Sarri As Saqotti pun tidak dapat menahan air matanya. Si anak merebahkan diri ke haribaan ayahnya. Tetapi betapapun juga mereka membujuk, Ahmad tidak mau pulang ke rumah.

"Wahai imam kaum Muslimin," kata Ahmad berseru kepada Sarri As Saqotti. "Mengapakah engkau mengabarkan kedatanganku ini kepada mereka?" Mereka inilah yang akan meruntuhkan diriku.

Imam Sarri As Saqotti menjawab: "Ibumu terus menerus bermohon sehingga akhirnya aku berjanji mengabarkan padanya apabila engkau datang."

Ketika Ahmad Yazid bersiap-siap kembali ke padang pasir, istrinya meratap: "Belum lagi mati, engkau telah membuatku jadi janda dan putramu jadi yatim. Jika ia ingin bertemu denganmu apakah yang akan kulakukan? Tidak ada jalan lain, bawalah anak ini olehmu.""Baiklah," jawab Ahmad.

Pakaian indah yang sedang dikenakan anaknya itu dilepaskannya dan digantinya dengan bulu domba. Kemudian ditaruhnya sebuah kantong uang ke tangan anak itu dan berkatalah ia kepada anak itu:

"Sekarang pergilah engkau seorang diri."Melihat itu istrinya menjerit: "Aku tidak sampai hati membiarkannya. Lalu anak itu ditariknya ke dalam dekapannya.

"Aku memberikan kuasa padamu jika engkau menginginkan untuk menuntut perceraian," kata Ahmad kepada istrinya.

Maka kembalilah Ahmad ke padang belantara. Bertahun-tahun telah berlalu. Kemudian pada suatu malam, pada waktu salat Isya, seseorang mendatangi Sarri As Saqotti di tempat kediamannya. Orang itu berkata kepada Sari as-Saqathi:

"Ahmad mengutus aku untuk menjumpai engkau. Ia berpesan begini: "Hidupku hampir berakhir. Tolonglah aku."

Imam Sarri As Saqotti pergi ke tempat Ahmad. Ia menemukan Ahmad yang sedang terbaring di atas tanah di dalam sebuah pemakaman. Ia sedang menantikan saat-saat terakhirnya. Lidahnya masih bergerak-gerak. Sarri As Saqotti mendengar bahwa Ahmad sedang membacakan ayat yang berbunyi: "Untuk yang seperti ini bekerjalah wahai para pekerja."

Imam Sarri As Saqotti mengangkat kepalanya dari atas tanah, mengusapkan dan mendekapkan ke dadanya. Ahmad Yazid membuka matanya, terlihatlah olehnya sang Syeikh lalu ia berkata: "Guru, engkau datang tepat pada waktunya. Hidupku akan berakhir sesaat lagi."

Sesaat kemudian ia mengembuskan nafas yang terakhir. Sambil menangis, Imam Sarri As Saqotti kembali ke kota untuk menyelesaikan urusan-urusan Ahmad. Di dalam perjalanan ini ia menyaksikan orang ramai berbondong-bondong berjalan ke arah luar kota.

"Hendak ke manakah kalian?" kata Sarri As Saqotti kepada mereka.

"Tidakkah engkau tau, kemarin malam terdengar sebuah seruan dari atas langit 'barang siapa ingin mensalatkan jenazah sahabat kesayangan Allah, pergilah ke pemakaman di Syuniziyah!"

Begitulah akhir indah kisah hidup Ahmad Yazid yang meninggalkan kesenangan dunia. Ia memilih menyendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah hingga akhirnya mendapatkan keridhoan-Nya. Betapa hebatnya bimbingan seorang guru, mudah-mudahan kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran.

4.3       30 Tahun Beristighfar karena Ucapan Alhamdulillah

Imam Sarri As Saqotti pernah berkata: "Sudah 30 tahun aku beristighfar kepada Allah hanya karena ucapan Alhamdulillah yang pernah kuucapkan dahulu." Tentu hal ini membuat banyak orang bingung sehingga bertanya kepadanya: "Bagaimana itu bisa terjadi?"

Imam Sarri As Saqotti berkata: "Saat itu aku memiliki toko di Baghdad. Lalu suatu hari aku mendengar berita bahwa pasar Baghdad hangus terbakar dan tokoku berada di pasar tersebut. Aku bergegas ke sana untuk memastikan apakah tokoku terbakar atau tidak. Seseorang lalu memberitahuku, "Api tidak membakar tokomu".

Aku pun berseru, "Alhamdulillah!" Namun tak lama kemudian aku pun berpikir, "Apakah hanya engkau saja yang berada di dunia ini? Walaupun tokomu tidak terbakar, bukankah toko-toko orang lain banyak yang terbakar. Ucapan Alhamdulilah menunjukkan bahwa engkau bersyukur bahwa api tidak membakar tokomu. Namun lantas engkau telah rela toko-toko orang lain terbakar, asalkan tokomu tidak terbakar! Lalu aku pun terus berkata kepada diriku sendiri."

"Tidak adakah sedikitpun perasaan sedih di hatimu atas musibah yang menimpa banyak orang, wahai Sarri?" Di sini beliau teringat hadis Nabi : "Barang siapa melewatkan waktu paginya tanpa memerhatikan urusan kaum muslimin, niscaya bukanlah ia termasuk dari kaum muslimin". Sudah 30 tahun aku beristighfar atas ucapan Alhamdulillah itu.

Akhirnya harta bendanya yang tersisa dikeluarkan dan dibagikan kepada masyarakat yang terkena musibah, terutama untuk anak yatim dan fakir miskin.

Renungan Imam Sari al-Saqathi 30 tahun lalu merupakan satu contoh sifat mementingkan diri sendiri. Cinta kepada diri sendiri meniadakan segala bentuk perhatian pada orang lain. Dunia hanya dipandang dari apa yang dia peroleh. Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran berharga betapa Imam Sari As-Saqathi sangat peduli terhadap kaum muslimin.

5       Untaian Nasehat

Berikut nasehat-nasehat Sarri As Saqoti:

  1. Tasawuf adalah nama yang mengandung tiga makna:Nur Ma'rifatnya tidak memadamkan cahaya wara'nya, tidak berbicara mengenai ilmu batin yang bertentangandengan Dhahirnya Al Kitab dan sunnah, kekeramatannya tidak mendorongnya untuk menerjang tabir embatas hal-halyang diharamkan oleh Allah.
  2. Kekuatan yang paling dahsyat adalah kamu mengalahkan hawa nafsumu, barangsiapa yang  tidak mampu mendidik dirinya sudah pasti ia tidak bakal mampu mendidik orang lain.
  3. Tanda-tanda tipu daya yamh dialami seorang hamba ialah kebutaan terhadap aibnya sendiri dan ia mampu melihat aibnya sendiri.
  4. Bagaimana bisa hati seorang hamba yang bisa bersinar bila ia makan dari hasil orang yang berbuat kecurangan dalam bisnisnua, dan ia bermuamalah dengan orang dzalim dan orang yang memakan suap.
  5. Barangsiapa yang merasa senang dengan perkataan orang-orang bahwa ia adalah seorang wali Allah berarti ia menjadi tawanan dirinya sendiri.
  6. Tiga ciri-ciri kemurkaan Allah terhadap seorang hamba Banyak bermain-main, banyak mengolok-olok orang lain dan membicarakan keburukan orang lain.
  7. Jauhilah berteman denban orang-orang kaya dan para pembaca Al Qur'an yang suka tukang pamer di pasar dan di hadapan penguasa karena mereka akan merusak siapapun yang duduk bersama mereka, aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih cepat mencabut pahala amalan, merusak hati dan mempercepat kebinasaan seorang hamba daripada ketidaktahuannnya dirinya sendiridan selalu memandang aib orang lain.
  8. Dunia ibarat ular-ular ganas bagi hati para ulama dan ibarat penyihir hati bagi orang-orang yang rajin ibadah dan Qurra', ia mempermainkan mereka layaknya anak kecil yang sedang bermain bola.\
  9. Dua perkara yang menjauhkan seorang hamba dari Allah: Melakukan ibadah sunnah dengan menyia-nyiakan ibadah fardhu, beramal saleh secara dhahir tanpa adanya keyakinan dalam hati.
  10. Barangsiapa yang menikmati ketenangan munajat dengan Tuhannya di kegelapan malam, kelak akan dibentangkan baginya tanda-tanda kesenangan. 

6       Referensi

       "Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin"

        Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher

 

 

 

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya