Kisah Persahabatan 6 Kiai Pecinta Makam Waliyullah

 
Kisah Persahabatan 6 Kiai Pecinta Makam Waliyullah
Sumber Gambar: Ilustrasi/Museum Kota Langsa

Laduni.ID, Ngawi – “Kisaran tahun 1960-an, ada enam orang pemuda yang berkelana dari satu makam auliya’ ke makam auliya’ lainnya. Mereka, antara lain: Gus Dur, Gus Miek, Burhan Demak, Hambali Lasem, Shobib Jepara, dan saya,” demikain cerita Mbah Kiai Abu Bakar di teras mushola Pondok Pesantren Tarbiyatul Wathon.

“Saat itu,” lanjut Mbah Kiai Abu Bakar, “usia kami baru berusia sekitar 20–25 tahun, dan yang didaulat menjadi pemimpin saat itu adalah Gus Miek.”

Kisah tentang persahabatan enam pemuda pecinta makam auliya di atas sebenarnya sudah pernah saya dengar dari beliau. Tapi mungkin karena beberapa orang belum tahu tentang kisah itu, beliau mengulangnya kembali.

Dari keenam orang tersebut, lima orang sudah menghadap Ilahi Robbi dan semuanya menjadi kiai dengan tugasnya masing-masing serta masyhur cerita tentang kewaliannya. Yang masih hidup hingga saat ini berarti hanya tinggal Mbah Kiai Abu Bakar.

Diantara kami kemudian ada yang bertanya, “Panjenengan sekarang usia berapa, Mbah Yai?” Beliau pun menjawab, “Saya kelahiran 1936.” Artinya usia beliau saat ini adalah 85 tahun. Padahal tak sedikit yang menyangka beliau masih berusia kisaran 60-an tahun. Maklum, beliau memang sangat energik dan kerutan di wajahnya tak mencerminkan usia kepala delapan.

Setahu saya, selama sepuluh tahun mengenalnya, di saat makan, beliau hanya mengambil makanan secukupnya, satu entong nasi dan menghindari lauk berbahan daging. Saya bahkan pernah memperoleh cerita dari tetangga desanya di Jatirogo, Tuban, bahwa beliau pernah puasa mutih (hanya makan nasi putih) selama 21 tahun.

Sosok Mbah Kiai Abu Bakar sangat gemar bercerita, khususnya tentang makam para auliya yang pernah diziarahinya. Dari cerita yang beliau tuturkan, para pendengar di sekelilingnya dituntut untuk mengambil intisari dari cerita itu.

Hal tersebut mengingatkan kita pada tradisi mengajar melalui cerita telah ada dalam kebudayaan Persia. Jalaluddin Rumi mengajarkan tasawuf melalui cerita dalam kitabnya Matsnawi-e Ma’nawi. Penyair sufi Persia yang lain, Sa’di, juga menulis Gulistan, Taman Mawar, yang berisi cerita-cerita penuh pelajaran. Demikian pula Hafizh dan beberapa penyair lain. Tradisi bertutur menjadi salah satu pokok kebudayaan Persia.

Kebudayaan Islam Indonesia juga mengenal tradisi bercerita. Islam yang pertama datang ke Nusantara adalah Islam yang dibawa oleh orang-orang Persia lewat jalur perdagangan, sehingga metode penyebaran Islam juga dilakukan dengan bercerita. Salah satunya dengan menggunakan wayang sebagai media pengajaran Islam.

Satu hal lain yang menarik dari Mbah Kiai Abu Bakar. Yaitu, sebagai salah seorang kiai sepuh yang saat ini mulai langka, beliau selalu memberi tauladan kepada kita semua.

Setiap kali datang ke sini (Pondok Pesantren Tarbiyatul Wathon), beliau selalu berziarah terlebih dulu ke makam Sayyid Ali Ridha (Mbah Kalbakal). Sejak 2011 hingga hari ini, sudah tak terhitung berapa kali beliau menziarahi makam ini. Menurut beliau; “Makam ini dari dulu saya cari-cari. Karena memiliki garis nasab tertinggi dengan Kanjeng Nabi.”

Oleh: Ahmad Jauhari


Editor: Daniel Simatupang