Perbedaan Qiyas dan Tamsil

 
Perbedaan Qiyas dan Tamsil
Sumber Gambar: dok. pribadi/FB Firmansyah Djibran El'Syirazi

Laduni.ID, Jakarta – Istidlal Ghairu Mubasyir adalah pengambilan natijah (kesimpulan) sebuah tashdiq baru dari beberapa qadhiyah yang cocok dengan memperhatikan aturan dan metode mantiqi. Istidlal ghairu mubasyir dari segi shuroh (formasi) terbagi kepada tiga bagian, yaitu Qiyas, Istiqra' dan Tamsil.

Tamsil

Tamsil atau istidlal tamsili adalah sebuah argumentasi yang mana di dalamnya diterapkan hukum untuk sebuah objek yang diambil dari objek yang lainnya. Yang menjadi sebab penerapan hukum dari sebuah objek kepada objek yang lain disebabkan adanya sebuah kesamaan antara keduanya.

Contoh, jika sistem politik tidak memberikan kebebasan kepada sebagian dari perasaan-perasaan dan protes manusia, maka masyarakat akan berhadapan dengan kehancuran. Sebab sebuah sistem politik ibarat sebuah tabung uap yang jika seluruh penutupnya tertutup rapat maka itu akan mengakibatkan ledakan.

Dalam tamsil di atas, hukum sebuah tabung uap diterapkan kepada sistem politik (disebabkan ada semacam persamaan antara keduanya).

Setiap istidlal tamsili tersusun dari empat rukun, di antaranya Ashl, Far'u, Jami' dan Hukum. Dalam contoh tersebut tabung uap adalah ashl, sistem politik adalah far'u, kesamaan antara keduanya adalah jami' dan ledakan adalah hukum.

Contoh Qiyas Ushul Fikih (disebut tamsil dalam ilmu mantiq):

Gandum: Ashl

Beras: Far'u

Barang diantara kedunya adalah kesamaan keduanya disebut jami'

Pegganti di dalam Zakat adlah hukum

Di antara tiga bentuk istidlal, tamsil adalah jenis istidlal yang paling lemah dan paling tidak memiliki nilai. Alasannya adalah bahwa dalam istidlal jenis ini sama sekali tidak jelas, bahwa sisi kesamaan dalam qadhiyah ashl adalah sebab tetapnya mahmul (predikat) untuk maudhu (subjek).

Atas dasar itulah, bisa dikatakan bahwa istiqra' taam dan qiyas (seperti yang akan kita bahas) adalah dua istidlal yang memberikan keyakinan, sementara istiqra naqis hanya akan memberikan dzan (estimasi) dan tamsil hanya memberikan ihtimal atau dzan yang lemah.

Qiyas

Bentuk istintaj (pengambilan kesimpulan) yang paling mendasar dan yang paling valid dalam Mantiq Aristoteles adalah argumentasi qiyas, sebab natijah dari qiyas bersifat yakini sedangkan natijah dari istiqra' dan tamsil (kecuali pada kondisi dan hal-hal tertentu) bersifat zanni.

Qiyas adalah pernyataan yang tersusun dari beberapa qadhiyah, di mana ketika pernyataan tersebut diterima, akal manusia dari qadhiyah-qadhiyah tersebut akan menerima pernyataan yang lain (kesimpulan). Dalam definisi di atas ada beberapa poin yang mesti dijelaskan:

1. Qiyas merupakan sebuah pernyataan, yaitu susunan yang sempurna yang bersifat khabari. Oleh karenanya, kalimat yang tersusun dari kalimat-kalimat perintah atau pertanyaan, bukan termasuk kepada qiyas.

2. Qiyas selamanya tersusun dari beberapa qadhiyah dan yang dimaksud dengan beberapa qadhiyah artinya dua qadhiyah atau lebih.

3. Qiyas adalah rangkaian dari beberapa qadhiyah yang ketika kita menerimanya, maka kita juga pasti menerima kesimpulan darinya. Dengan kata lain, dengan menerima mukadimah (premis) sebuah qiyas, maka akal kita pasti akan menerima pernyataan lain (kesimpulan).

Seperti apa yang telah dijelaskan terdahulu, istidlal yang tidak langsung dari segi bentuknya terbagi menjadi tiga yaitu Istiqra', Tamsil dan Qiyas. Begitu juga qiyas dari segi bentuk dan bangunannya terbagi menjadi dua, yaitu Istisna'i dan lqtirani.

Qiyas Istitsna'i

Qiyas yang ketika natijah atau lawannya disebutkan dalam mukadimah secara sempurna, seperti "Jika turun hujan maka udara akan sejuk, akan tetapi hujan telah turun, maka udara menjadi sejuk." Contoh lain “Jika seseorang bersifat adil maka dia tidak akan berbuat zalim, akan tetapi dia berbuat zalim, maka orang tersebut tidak bersifat adil.”

Dalam contoh pertama, natijah disebutkan dalam mukadimah, sementara dalam contoh kedua, lawan dari natijah disebutkan di mukadimah. Qiyas ini disebut dengan Qiyas Istisna'i karena natijah pengecualian (istitsna) mukadiman kedua dengan menggunakan kata-kata seperti "akan tetapi'", "namun" dan sejenisnya.

Qiyas Iqtirani

Qiyas yang di dalamnya bagian dari natijah ada pada mukadimah-mukadimah dan natijah secara utuh tidak disebutkan dalam mukadimahnya, seperti "Hasan adalah manusia, setiap manusia fana, maka Hasan fana". Dalam contoh ini, kata "Hasan" dan "fana" yang merupakan bagian dari natijah, masing-masing berada pada kedua mukadimah.

Qiyas ini disebut dengan Qiyas Iqtirani, karena setiap bagian dari natijah ada dan disebutkan pada mukadimah-mukadimah istidlal. Bagian dari Qiyas lqtirani; Qiyas lqtirani minimal tersusun dari dua qadhiyah yang itu disebut dengan "muqadimatain" (dua mukadimah). Natijah (kesimpulan) juga tersusun dari dua bagian asli; Maudhu atau mugaddam dan mahmul atau taali.

Maudhu atau muqaddam dalam natijah disebut dengan "asghar" atau "Had Asghar" sedangkan mahmul atau taali disebut dengan "Akbar" atau "Had Akbar'. Mukadimah yang di dalamnya terdapat had asghar disebut dengan "shugro" (premis minor) sedangkan mukadimah yang di dalamnya terdapat had akbar disebut dengan "kubro" (premis mayor).

Kata atau ungkapan yang terulang dalam kedua mukadimah disebut dengan “Wasath” atau “Had ausath”. Misalnya, “pelangi itu indah, setiap yang indah itu terpuji, maka pelangi itu terpuji”, kata "pelangi" adalah had asghar, kata "terpuji" adalah had akbar sedangkan kata "indah" adalah had ausath, mukadimah pertama disebut dengan "shugro" dan mukadimah yang kedua disebut "kubro".

Oleh: Gus Firmansyah Djibran El'Syirazi


Editor: Daniel Simatupang