Biografi Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Attas (Cipayung)

 
Biografi Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Attas (Cipayung)
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Daftar Isi Biografi Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Nasab Keluarga
1.4  Wafat

2.    Sanad Keilmuan
2.1  Guru-guru

3.    Penerus
3.1  Anak-Anak
3.2  Murid-Murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Perjalanan Hidup
4.2  Perjalanan Dakwah
4.3  Menjadi Ulama Diakui di Mancanegara

5.    Karomah

6.    Teladan Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas

7.     Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir

Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Quthub Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas dilahirkan oleh seorang wanita shalihah bernama Syarifah Nur binti Hasan Al-Attas di Huraidhah, Yaman Selatan pada tahun 1313 H (1892 M).

Suatu saat Al Allamah Arifbillah Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, seorang Waliyullah besar di kota Huraidhah menyampaikan bisyarah (kabar gembira) perihal kehamilan Syarifah Nur. Saat itu Habib Ahmad berkata, “Beliau akan melahirkan seorang anak laki-laki yang panjang usianya, penuh dengan keberkahan serta akan banyak orang yang datang untuk bertawassul dan bertabarruk padanya, hendaklah beliau diberi nama Umar, sebagai pengganti kakaknya yang juga bernama Umar, yang telah wafat ketika berada di Indonesia bersama ayahnya.”

Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Habib Ahmad, beliau diberi umur yang panjang, usianya juga mencapai 108 tahun. Dan seluruh usianya itu senantiasa berada dalam keberkahan.

1.2 Riwayat Keluarga

Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Attas mempunyai beberapa orang putra dan putri, yang bernama berikut ini:

1 Habib Husain
2 Habib Muhammad
3 Habib Salim
4 Syarifah Raguan.

1.3 Wafat

Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Attas berpulang ke hadirat Tuhan Yang Agung pada Rabu malam Kamis, tanggal 11 Agustus 1999 M (1420 H) pada usia 108 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Al-Hawi, Cililitan, Kalibata, Jakarta sesuai dengan wasiatnya.

Banyak kejadian di luar kebiasaan terjadi saat beliau meninggal dunia. Saat itu jalan Condet ditutup karena banyaknya para jamaah. Mulai dari Pasar Rebo sampai Kompor Cawang Nuki, jalan sepanjang itu dipenuhi lautan jamaah yang memakai baru berwarna putih.

Seorang nenek-nenek lberkata, "Masya Allah sudah lima kali saya pergi haji, tapi belum pernah saya melihat orang sebanyak Ini." Padahal secara logika tidak mungkin jamaah yang hadir lebih banyak daripada jamaah haji di tanah suci, karena di sana berjuta-juta orang yang datang untuk melaksanakan ibadah haji.

2.  Sanad Keilmuan

Ketika berada di Indonesia, Selain belajar kepada ayahandanya, beliau juga menimba ilmu kepada ulama-ulama Ahlul Bait  di Indonesia.

Di antara ketekunannya dalam menimba ilmu, beliau senantiasa mendatangi majelis Habib 'Abdullah bin Muhsin Al-Attas di Kramat Empang, Bogor dengan menggunakan sepeda, padahal beliau tinggal di Jakarta.

2.1 Guru-guru Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas

  1. Habib Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas
  2. Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas Keramat Empang, Bogor
  3. Habib Muhsin bin Muhammad Al-Attas Al-Hawi, Jakarta
  4. Habib Alwi Al-Attas Az-Zabidi Jakarta
  5. Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad Bogor
  6. Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi Gubah Ampel, Surabaya
  7. Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor, Bondowoso

3.  Penerus Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas

3.1 Anak-anak

1 Habib Husain
2 Habib Muhammad
3 Habib Salim
4 Syarifah Raguan.

3.2 Murid Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas

Di antara murib Habib Umar yang terkenal dalam bidang dakwah, salah satunya adalah KH Zainuddin MZ

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah

4.1 Perjalanan Hidup

Habib Umar Bin Hud Al-Attas adalah seorang ulama dan diyakini juga sebagai seorang wali quthub. Usianya lebih dari 100 tahun, yang dilahirkan di penghujung abad ke-19 di Hadramaut, Yaman Selatan.

Habib Muhammad, ayah Habib Umar telah lebih dulu tinggal di Indonesia, setelah sebelumnya selama 20 tahun beliau mengabdikan dirinya menjadi imam di Masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani yang berada di kota Huraidhah.

Habib Umar mempunyai beberapa orang saudara, di antaranya Habib Umar (kakaknya yang telah meninggal sebelum beliau lahir) dan Habib Salim yang mengasuh beliau ketika kecil. Di sana beliau tinggal bersama Ibunya, Sedangkan ayahnya berada di Indonesia. Dengan sabar beliau mengurus ibundanya yang lumpuh dan sudah terbaring di dalam kamar selama bertahun- tahun. Ketika Ibundanya meninggal dunia, tepat ketika beliau berumur 15 tahun, dirinya kemudian diminta datang ke Indonesia oleh ayahandanya.

4.2 Perjalanan Dakwah

Setelah dirasa cukup dalam menimba ilmu, beliau akhirnya menetap di daerah Kwitang, Jakarta Pusat. Beliau berdakwah sambil berjualan kain di Pasar Tanah Abang. Kemudian dilanjutkan dengan membuka pengajian dan Majelis Maulid di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat.

Majelis Maulid yang beliau pimpin mungkin lain dibandingkan dengan acara-acara maulid di majelis lain. Di majelisnya tidak ada ceramah-ceramah setelah membaca Maulid Nabi. Acaranya langsung saja, yakni membaca Kitab Maulid Nabi, dzikir dan kemudian ditutup dengan doa. Tidak adanya ceramah di mejelis ini sudah menjadi tradisi sejak lama. Alasanya adalah karena Al-Habib Umar khawatir akan menimbulkan saling serang dan fitnah.

Pada tahun 1965 M, beliau mendapat isyaroh untuk menetap di Kota Suci Makkah Al-Mukarromah. Maka berangkatlah Habib Umar bersama 11 orang saudaranya dengan menggunakan kapal laut. Ketika di tengah laut, datang badai yang menyebabkan kapal itu akan oleng. Melihat hal demikian, maka beliau memerintahkan semua yang ada di kapal itu untuk membaca Ratib Al-Attas, hingga dengan izin Allah meredalah badai itu. Subhanallah!

Setelah beberapa tahun mukim di Makkah, beliau hijrah lagi ke Singapura. Kemudian kembali lagi ke Indonesia dan tinggal di kawasan Pasar Minggu, Jakarta. Di sana beliau membangun sebuah Masjid dan Madrasah yang diberi nama Assa’adah. Nama Assa’adah yang berarti kebahagiaan adalah pemberian dari Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember). Kepengurusan masjid dan madrasah tersebut kemudian dipegang oleh putra beliau, Habib Salim bin 'Umar Al-'Atthos.

Setelah sekian lama tinggal di sana, beliau pindah lagi ke kawasan Condet, Jakarta Timur hingga akhir hayat. Setiap hari beliau memimpin shalat Shubuh di kediamannya, di Condet. Pada hari biasa terdapat sekitar 300 orang jamaah, dan khusus pada Hari Jum’at meningkat menjadi 1.000 orang.

Setiap  hari Sabtu beliau mengajar fiqih, dan setiap malam Jumat mengadakan pembacaan Maulid Ad-Diba’i di Cipayung, Bogor. Dan dari sanalah beliau lalu dikenal dengan nama Habib Umar Cipayung.

Setiap tahun Habib Umar senantiasa melaksanakan acara Maulid Akbar di Cipayung, Bogor. Peringatan Maulid ini dihadiri oleh ribuan orang, dari dalam dan luar negeri. Untuk jamuannya, beliau menyembelih 1.600 kambing, dua unta dan memasak 25 ton beras. Jika ditanya darimana uang sebanyak itu, beliau hanya menjawab “Dari Allah.”

Karenanya tidak heran kalau orang menyebut Maulid Nabi yang diselenggarakan Habib Umar di Cipayung sebagai Maulid Internasional. Maulid ini dihadiri sekitar 100.000 jamaah, termasuk ratusan jamaah dari mancanegara.

4.3 Menjadi Ulama yang Diakui di Mancanegara

Sekitar tahun 1950-an, beliau ke Makkah dan bermukim selama beberapa tahun. Selama di Mekkah itu, beliau menggunakan kesempatan tersebut untuk belajar kepada ulama-ulama setempat. Tapi, sayangnya, saat hendak kembali ke Indonesia, beliau tertahan di Singapura.

Pasalnya, pada awal 1960-an terjadi konfrontasi antara RI dan Malaysia, sementara Singapura masih merupakan bagian dari negara itu. Al-Habib Umar baru kembali ke tanah air setelah meredanya konfrontasi, pada awal masa Orde Baru. Tapi, rupanya banyak hikmah yang diperoleh di balik kejadian tersebut. Karena, selama lebih dari lima tahun di Malaysia dan Singapura, ternyata beliau sangat dihormati oleh umat Islam setempat, termasuk di Brunei Darussalam.

Seperti dikatakan oleh pihak keluarga, Habib Umar bukan saja dihormati oleh Sultan Johor, tetapi juga para sultan lainnya di Malaysia. Di antara pejabat Malaysia yang sering mendatangi kegiatan Habib Umar di Indonesia, salah satunya adalah Menteri Pendidikan Naguib Tun Razak. Sedangkan dari Singapura adalah Achmad Mathar, Menteri Lingkungan Hidup juga beberapa kali mendatangi Habib Umar. Juga menteri dari Brunei, termasuk beberapa anggota kerajaan. Mengenai hal ini, menurut Haji Ismet, mereka itu sering datang mengunjungi Habib Umar, bukan hanya pada saat-saat peringatan Maulid saja.

5. Karomah Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas

Semasa hidup Habib Umar, waktu itu ada semacam SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) yang sedang boomingnya. Karena SUDOMO (sekarang istilah tenarnya TOGEL), ada seseorang minta nomor kepada beliau. Tak dinyana, beliau pun memberikan nomor yang diinginkan tersebut untuk dijadikan pertaruhan di permain itu. Nomor akan dikasihkan tetapi dengan syarat apabila nanti dapat uangnya, maka harus dibawa ke Cipayung, tempat Pesantren Beliau di Puncak.

Setelah beberapa hari akhirnya orang itu datang ke Cipayung Puncak dengan membawa uang sebanyak 2 karung, karena memang cukup besar hadiah SDSB itu, yaitu 1 Milyar. Lalu Habib Umar menyuruhnya agar menaruh uang itu di dalam bak plastik lalu ditutupi kain. Setelah dibuka ternyata uang itu berubah menjadi darah. Kemudian beliau berkata, "Inilah bentuk asli uang Itu. Jika kau gunakan uang itu, sama saja kau menghisap darah saudaramu sendiri." Mendengar nasihat dahsyat itu, lalu orang tersebut langsung bertaubat di hadapan beliau.

6. Teladan Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al-Attas

Habib Umar Cipayung adalah seorang anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tua dan beliau adalah sosok yang tekun dalam menimba ilmu. Beliau senantiasa mendatangi Majelis Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas di Keramat Empang, Bogor dengan menggunakan sepeda, padahal beliau tinggal di Jakarta.

Beliau mencurahkan seluruh waktu, tenaga, dan harta hanya untuk kepentingan dakwah, yang dimulai dengan membukan Majelis Maulid di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Kemudian membangun Masjid dan Madrasah di daerah Pasar Minggu dengan nama Assa’adah yang merupakan pemberian dari Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid (Tanggul, Jember). Kepengurusan masjid dan madrasah tersebut kemudian dipegang oleh putra beliau, Habib Salim bin Umar bin Hud Al-Attas.

Setiap hari Habib Umar memimpin shalat Shubuh di kediamannya, di Condet, pada hari biasa terdapat sekitar 300 orang. Sedangkan, khusus pada hari Jumat jamaah akan meningkat menjadi 1.000 orang. Setiap Sabtu beliau mengajar Fiqih, dan setiap malam Jumat, beliau mengadakan pembacaan Maulid Ad-Diba’i di Cipayung, Bogor, yang dari sini pula, akhirnya beliau dikenal dengan nama Habib Umar Cipayung.

Setiap tahun Habib 'Umar senantiasa melaksanakan acara Maulid Akbar di Cipayung, Bogor. Peringatan Maulid ini dihadiri oleh ribuan orang, dari dalam dan luar negeri. Untuk jamuannya, beliau menyembelih 1.600 kambing, dua unta dan memasak 25 ton beras. Jika ada orang penasaran dan menanyakan uang sebanyak itu dari mana, maka beliau hanya menjawab “Dari Allah.” Dan karenanya, tidak heran kalau orang menyebut Maulid Nabi yang diselenggarakan oleh Habib Umar di Cipayung sebagai Maulid Internasional. Sebab acara maulid tersebut dihadiri oleh sekitar 100.000 jamaah, termasuk ratusan jamaah dari mancanegara.

7. Referensi

Diolah dan dikembangkan dari berbagai sumber yang mendukung.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 19 Januari 2023, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 11 Agustus 2023.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya