Sebagaimana Gus Dur, komitmen NU dalam menghormati para dzurriyyah Rasulullah SAW sampai saat ini tak bisa digoyahkan. Secara konsisten warga Nahdliyyin dalam meneladani para sesepuh NU yang sangat menghormati para habaib.
Walisongo adalah nama yang sudah sangat akrab dan menyatu dengan Islam di tanah Jawa. Sosok dan warisannya sangat dihormati kalangan Islam Tradisi. Bagi Islam Tradisi, Walisongo bukanlah legenda, tapi kenyataan.
Salah satu benda bersejarah yang tersimpan di pesantren ini adalah Bendera Merah Putih berukuran besar, terbuat dari kain serat nanas yang dijahit. Sebelum menjahit bendera pusaka yang kita kenal, Ibu Fatmawati pernah meminjam bendera ini selama sebulan sebagai referensi.
Karya para ulama ahli tafsir sejak masa sahabat hingga saat ini berhasil dihimpun oleh ulama muda dan ulama masa depan yang dimiliki NU, Dr. KH. M. Afifudin Dimyathi (Katib Syuriah PBNU) atau yang akrab disapa Gus Awis, cucu Kyai Romly Tamim, Peterongan, Jombang.
Kitab Al-Iksir ini menarik. Selain dikarang oleh ulama, kyai dari Indonesia, juga sebagai referensi Ilmu tafsir yang bisa dianggap sebagai bagian dari kitab otoritatif dalam dunia Ulumul Qur'an dan Ulumut Tafsir.
Nyai Hj. Solichah bukan hanya sosok yang dicintai, tetapi juga sumber pelajaran hidup yang tak ternilai. Dalam setiap cerita cucu-cucunya, tersirat betapa besar pengaruh beliau, baik sebagai pemersatu keluarga maupun sebagai teladan dalam memegang prinsip hidup.
Kisah ini bukan hanya tentang seorang presiden dan gurunya, tetapi juga tentang bagaimana kekuatan spiritual dapat menjadi bagian penting dari perjuangan bangsa. Pesantren Cikiruh tidak hanya menjadi saksi perjuangan fisik, tetapi juga menjadi tempat di mana semangat perjuangan dilandasi dengan doa dan keikhlasan.
Diriwayatkan, bahwa KH Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Lirboyo saat menimba ilmu kepada Syaikhona Kholil Bangkalan merupakan seorang santri yang sangat ta'dhim dan luar biasa khidmahnya kepada sang guru.
Nasi yang dihidangkan khas kegemaran Bung Karno: nasi putih yang pulen dan wangi, hangat, dengan lauk ayam panggang bumbu kemiri yang tidak terlalu halus menumbuknya dan tidak terlalu pedas, serta sayur bening, bayam dan jagung, yang agak manis rasanya. Inilah menu yang dihidangkan setiap Bung Karno berkunjung ke pesantren itu.
Sebagai anak, Lily merasa bahwa ubudiyah ibunya adalah teladan utama yang patut dicontoh. Beliau menjalani kehidupan dengan keseimbangan antara hubungan vertikal dengan Allah dan horizontal dengan sesama manusia. “Ibu adalah sosok yang sangat sederhana, tetapi memiliki hubungan spiritual yang sangat kuat,” kata Lily.