Pelajaran dari Tragedi 7 Ramadan yang Tak Terlupakan

 
Pelajaran dari Tragedi 7 Ramadan yang Tak Terlupakan

LADUNI.ID, Jakarta - Sekitar Subuh, tepatnya 7 Ramadan waktu itu duka  menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim.

Ya, dialah Ali bin Abi Thalib karomallahu wajhah. Sahabat Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah milik siapa kelak.

“Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Itulah teriakan yang keluar dari lisan Abdurrahman bin Muljam Al Murodi saat menebas leher sahabat Ali. Saat melakukan aksi brutal tersebut, Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.

Akibat aksi tersebut, Ibnu Muljam kemudian dieksekusi mati dengan cara qishas. Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh drama. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:

“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah,” tukas Ibnu Muljam.

Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya mencabut suami sayyidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah. Menurut Ibnu Muljam, seorang ahli surga harus meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Allah.

Ibnu Muljam adalah sebuah potret realitas yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern. Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi, bahkan juga membunuh nyawa sesama kaum muslimin. Na’udzubillah…

Siapa Sebenarnya Ibnu Muljam?

Ibnu Muljam adalah lelaki yang shalih, zahid dan bertakwa dan mendapat julukan Al-Maqri’. Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu bahkan merupakan seorang huffadz alias penghafal Al-Quran dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.

Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Khalifah Umar bin Khattab bahkan menyatakan:

“Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Al-Quran yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Al-Quran kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash” kata Umar.”

Kendati Ibnu Muljam hafal Alquran, bertaqwa dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khatimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya. Afiliasinya kepada sekte Khawarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit.

Ibnu Muljam bahkan telah menetapkan klaim terhadap surga Allah dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Dia dengan buta hati sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Allah dan Rasulullah.

Pelajaran untuk Generasi Sekarang

Di zaman sekarang ternyata telah lahir generasi-generasi baru seumpama Ibnu Muljam. Mereka yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan saleh yang menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menganggap jalan kebenaran menuju surga Allah adalah dengan cara mengkafirkan sesama muslim.

Sadarkah kita bahwa Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia? Mereka bahkan dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiai dan ulama. Raut wajah mereka seolah-olah memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi. Mereka bahkan membaca Al-Quran di waktu siang dan malam.

Tetapi perlu diketahui bahwa sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi. Rasulullah dalam sebuah hadits telah meramalkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini:

Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al-Quran. Di mana bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al-Quran dan mereka menyangka bahwa Al-Quran itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al-Quran itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.” (Sahih Muslim, hadits No.1068).

Dengan kebodohan yang mereka sandang itu, mereka merasa telah berjuang membela kepentingan agama Islam, padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin.

Wahai kaum muslimin dan Nahdlyyin, waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam ini. Mari kita siapkan generasi muda kita agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru ini. Islam itu agama Rahmatan Lil Alamin. Islam itu agama keselamatan. Islam itu merangkul, dan bukan memukul. Ihdinasshiratal mustaqim…

اللهم ثبت قلوبنا على دينك الحق، آمين