Khutbah Jum’at: Agama Itu Nasihat

 
Khutbah Jum’at: Agama Itu Nasihat

Khutbah Pertama

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ  أَمَرَنَا بِتَرْك الْمَنَاهِيْ وَفِعْل الطَّاعَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ:

Jama’ah Shalat Jum’at yang dirahmati Allah SWT

Dari atas mimbar ini Khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada kita semua untuk senantiasa berupaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sungguh-sungguh melaksanakan semua kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran.

Baca juga: Bagaimana Hukumnya Tidak Jumatan pada Hari Raya

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Allah SWT mensyariatkan kaum muslimin untuk saling menasehati. Sebagaimana tertulis dalam Surat Al- Asr [103]:3).

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Asr [103]:3)

Sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan dalam memahami makna hidup ini. Maka ambilah agama sebagai nasehat. Nabi SAW telah memberikan pedoman sebagaimana pada hadist berikut ini;

عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: الدِّينُ النَّصِيحَةُ، قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: ِللهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي)

“Dari Tamim al-Dari ra, Nabi s.a.w. bersabda, “Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa (kami bernasehat)?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan untuk orang Islam pada umumnya.” (Hadis Shahih, Riwayat Muslim: 82, Abu Dawud: 4293, al-Tirmidzi: 1849, al-Nasa`i: 4126, dan Ahmad: 16332, al-Darimi: 2636. teks hadis di atas riwayat Muslim).

Baca juga: Keutamaan Merayakan Maulid Nabi SAW

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Nasehat yang pertama, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas, adalah nasehat untuk Allah. Kemudian muncul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan nasehat untuk Allah? Masihkah Dia memerlukan nasehat?

Allah SWT adalah Dzat Yang Mahatinggi dari segala-galanya. Dia berdiri sendiri dan tidak memerlukan bantuan dari siapapun, apalagi fatwa atau nasehat dari makhluk-Nya. Oleh karena itu, menurut al-Khaththabi, bernasehat untuk Allah adalah bernasehat  untuk hamba-Nya agar beriman kepada Allah, mengesakan dzat-Nya, mengagungkan sifat-Nya yang serba sempurna, mentaati perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, serta mengikhlaskan hatinya dalam segala amal perbuatan.

Baca juga: Mengapa Khutbah Jum'at tanpa Basmalah?

Nasehat yang kedua, nasihat untuk kitab-Nya. Maksudnya adalah beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah SWT kepada para Rasul-Nya. Meyakini tidak ada satu pun yang menyerupai kalamullah, kemudian membacanya, mengagungkannya dan mengamalkan.

Nasehat yang ketiga, nasihat untuk Rasul-Nya (Muhammad). Beriman kepadanya, taat kepadanya, membenarkannya atas segala sesuatu yang datang darinya. Disisi lain menjauhi segala larangannya, mengamalkan sunahnya dan menyiarkannya, serta berakhlak mulia.

Nasehat yang keempat, nasihat untuk pemimpin kaum Muslimin. Taat kepadanya selama mereka berada dalam kebenaran, membantu mereka selama dalam kebenaran, menasihatinya dengan lemah lembut memberikan masukan tatkala mereka lalai dengan mengingatkan atas kewajiban sebagai pemimpin, mencegah mereka dari perbuatan zalim dengan cara yang baik.

Baca juga: Merajut Harmoni dalam Perbedaan antar Umat Manusia

Kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang plural. Sebagai salah satu komponen di antara mereka, kita harus bahu membahu mewujudkan masyarakat yang aman, tentram, adil, dan sejahtera. Budaya kerjasama, gotong royong, tepo seliro, dan tolong menolong merupakan bentuk solidaritas yang tinggi antar sesama.

Jika ada salah satu anggota masyarakat yang kurang mampu atau miskin, maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk membantu meringankan bebannya. Sebab tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai sesamanya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Inilah keadilan Islam, agama yang selalu mensugesti umatnya untuk berbuat baik, berbudi luhur, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi kepada sesama. Demikian itu dijelaskan dalam sebuah hadits.

عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رواه البخاري ومسلم والترمذي والنسائي وابن ماجه وأحمد والدارمي)

”Dari Anas bin Malik r.a., Nabi s.a.w. bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 12, Muslim: 64, al-Tirmidzi: 2439, al-Nasa`i: 4930, Ibnu Majah: 65, Ahmad: 12338, al-Darimi: 2623. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Nasehat yang kelima, nasihat untuk manusia pada umumnya. Maksudnya adalah dengan mengajak pada kebaikan, saling menolong, mengupayakan kemaslahatan bagi dunia dan akhirat.

Islam menganggap semua umat manusia adalah bersaudara, yaitu saudara se-agama (ukhuwwah Islamiyah), saudara se-tanah air (ukhuwwah wathaniyah), dan saudara sesama manusia (ukhuwwah insaniyah). Mencintai orang lain sejajar dengan mencintai diri sendiri, mengandung pengertian bahwa manusia beriman tidak boleh mencampuri urusan pribadi orang lain, tidak memaksakan kehendak, dan tidak berbuat hal-hal yang menyebabkan hak-hak sesama manusia terabaikan. Hal ini bukan merupakan sesuatu yang berat bagi orang yang berjiwa besar, ia akan tulus memberikan pelayanan terbaik bagi manusia lainnya.

Tetapi bagi orang yang melalaikan ajaran agama, hal tersebut dirasakan sangat berat. Seorang koruptor tentu akan sayang sekali melewatkan kesempatan emas berupa ‘lahan basah’ yang ada di depan matanya. Begitu pula seorang perompak tentu akan menyesal jika membiarkan kapal laut tidak dibajaknya, dan lain sebagainya.

Tabiat manusia dalam mencintai dirinya sangat berlebihan daripada mencintai orang lain. Tetapi jika seseorang mencintai orang lain seperti halnya ia mencintai dirinya sendiri, maka ia termasuk orang yang memiliki keutamaan. Oleh karena itu, tepat sekali jika Nabi s.a.w. mengategorikan orang yang mencintai sesama seperti halnya mencintai diri sendiri sebagai orang yang sudah mencapai kesempurnaan imannya. Inilah Islam, sesuai dengan namanya yang berarti damai, mengajarkan umatnya untuk bersikap humanis dan toleran kepada sesamanya, melarang kerusakan, penindasan, penganiyaan, dan perpecahan. Dengannya, diharapkan semua umat Islam berada dalam satu panji ukhuwwah Islamiyah yang teguh dan abadi.

Seseorang tidak dapat dikatakan sebagai penasehat untuk hamba Allah, rasul-Nya, kitab-Nya, pemimpin-pemimpin Islam dan orang-orang Islam pada umumnya, jika ia tidak memulai sedini mungkin untuk menasehati dirinya sendiri dengan memperbaiki amal perbuatan dan tingkah lakunya. Allah tidak membenarkan, bahkan sangat membenci, orang yang hanya pandai bernasehat kepada orang lain, tetapi ia sendiri enggan mengamalkannya. Allah berfirman:

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. al-Shaff, [61]: 3).

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْفَا ئِزِيْنَ الْآمِنِيْنَ، وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ الصَّا بِرِيْن. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّا حِمِيْنَ

Khutbah Kedua

 اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

____________________________
Disunting Oleh:Syarifudin Cakhyono
(Sekretaris PCNU Jakarta Timur)